Shadow #26 - Sanggahan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Golden University, New York.

Angin yang bertiup silir-semilir melewati pohon ek di sekitar kursi taman universitas kini mulai menembus pori-pori kulit Alicia. Gadis berkulit putih itu sudah duduk sendirian di sana sejak kelas terakhirnya usai--sekitar satu jam yang lalu. Netra birunya yang redup itu hanya menatap ke depan, meski pikirannya entah sedang mengawang kemana sekarang.

Ia menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan seraya menutup matanya. Sudah sepekan sejak kepergian Mrs. Portman dari hidupnya, tapi duka itu masih terasa ada. Begitu nyata.

Dan begitu ia membuka matanya, Alicia cukup terkejut dengan jatuhnya selembar daun yang tepat di atas pahanya. Ia lalu mengambil daun itu dan tersenyum pahit. "Musim gugur segera tiba rupanya."

Dan tak lama setelahnya, seorang laki-laki dengan kemeja hitam pendek dan celana jeansnya datang dan duduk di sebelah Alicia. "Aku mencarimu kemana-mana. Kenapa kau di sini?"

Alicia menoleh ke arah Ace yang kini memandangnya sendu. Wajah lelaki itu memang selalu berhasil memperbaiki suasana hatinya yang buruk. Sebegitukah besarnya pengaruh Ace pada Alicia?

Lelaki bermata cokelat gelap itu kemudian mengusap puncak kepala Alicia perlahan. "Ayo kita pergi. Udaranya mulai terasa dingin dan tak baik untuk kesehatanmu," ajaknya.

Alicia-pun menurut dan keduanya melenggang meninggalkan taman tersebut. Alih-alih melupakan, Alicia justru lebih suka mengenang kebaikan hati seorang Mrs. Portman di taman itu. Gadis itu selalu merasa lebih baik setiap kali datang ke taman. Ia tak sedikitpun merasakan kesepian, seolah-olah ia tak duduk sendirian di sana.

"Apa kau mau makan sup iga hari ini?" tanya Ace berbasa-basi.

Mereka baru saja sampai ke area parkir dan segera masuk ke dalam mobil berwarna perak milik Ace untuk menghindari udara dingin. Musim gugur telah tiba dan cuaca tak lagi sehangat biasanya.

"Kedengarannya menarik," jawab Alicia seadanya.

Ace lalu tersenyum lega dan buru-buru memasangkan sabuk pengamanan kepada kekasihnya itu. "Omong-omong, bagaimana kelasmu hari ini? Sudah lama kau tak menceritakan hal-hal kecil itu lagi padaku, Alicia." Setelah selesai, Ace kembali pada setir dan bersiap menancapkan gasnya.

Ace kemudian melajukan mobilnya dalam kecepatan standar menuju sebuah restoran di Town Square dan membiarkan Alicia tenggelam dalam lamunannya sendiri. 

Sejak menggantikan ayahnya menjabat sebagai CEO dari Golden group, gaya hidup Ace yang sudah mewah kini semakin menjadi-jadi. Ia sering menghabiskan uangnya di restoran bintang lima. Memesan beberapa botol wine hanya untuk menyenangkan hatinya. Dan begitupula-lah yang terjadi sekarang, Ace memarkirkan mobilnya di depan sebuah restoran eropa berkelas yang letaknya tak jauh dari pusat teater Town Square.

"Kita akan masuk?" tanya Alicia tak percaya.

Terakhir kali ia pergi keluar dengan Ace, mereka hanya menghabiskan waktu di kedai es krim sederhana milik Paman Chuck. Tapi sekarang? Restoran yang sudah terlihat gemerlapan dari luar itu terpampang nyata di hadapan Alicia. 

"Tentu saja." Dan lengan kokoh milik Ace segera bertaut di pundak gadis itu. "Ayo!" Membawa gadis yang tidak lebih tinggi darinya itu masuk ke dalam sebuah restoran bernama Amore.

Amore sendiri dikenal sebagai restoran mewah untuk para  tamu kelas atas di kota New York. Bahkan saat Alicia dan Ace melangkah masuk, indera penglihatan mereka langsung disambut oleh lampu gantung yang bergemerlapan. Aroma buah-buahan segar-pun menyusup masuk ke dalam hidung mereka dan membangkitkan sensasi fresh yang memang ingin diberikan oleh Amore itu sendiri.

Lelaki berusia sembilan belas tahun itu kemudian membawa Alicia duduk di sudut restoran. 

"Kau benar-benar berniat menghabiskan uang ayahmu, bukan?" tanya Alicia sarkas.

Namun Ace tak tersinggung sama sekali. Ia justru tersenyum lebar dan memasang wajah lugu yang dibuat-buat untuk menghibur kekasihnya itu. "Jadi Nona Perth, maukah kau menghabiskan sup iga yang begitu lezat denganku?"

Alicia tertawa kecil. Ia kemudian melipat kedua tangannya di dada dan mencondongkan wajahnya ke arah Ace yang kini duduk di hadapannya. "Tentu, asalkan kau juga mau menghabiskan karamel-karamel itu bersamaku, Tuan Blake," godanya.

Ace langsung bergidik malas. Ia bahkan memutar kepalanya jengah sekarang. "Bisakah kau melupakan karamel itu dan menggantinya dengan wine?" Seringaian lebar muncul dari sudut bibir Ace;mengakhiri tawarannya barusan.

"Tidak hari ini, Ace."

"Ah..." Ace lalu mencebik. "Baiklah. Aku akan memesan sekarang."

Setelahnya, Ace memanggil pramusaji untuk mulai memesan di restoran itu. Dua porsi sup iga dengan minumannya masing-masing.

"Ace?"

Dan lelaki berbibir penuh itu-pun menoleh. "Ya, Sayang?"

Gugup, Alicia langsung menggigit bibirnya. "Ada--ada sesuatu yang aku ingin tanyakan kepadamu," katanya perlahan.

Sedangkan Ace justru memandangnya dengan santai. Ia bahkan tersenyum sekarang. "Katakan saja. Apa yang sedang mengganggumu, Alicia?"

"Apa kau ... pada hari itu, benar-benar pergi ke Italia?" Alicia langsung menambahkan sebelum Ace mengucapkan apapun. "Maksudku, aku melihat seseorang yang sangat mirip denganmu hari itu."

Detik setelahnya, keheningan terjadi. Mata mereka bertemu, meski tak ada satupun dari mereka yang membuka suara.

Mungkin sekitar satu menit, sampai akhirnya Ace berdeham keras dan melipat kedua tangannya di dada. "Alicia, aku--

"Aku tidak bermaksud curiga, aku hanya ... itu sangat menggangguku," potong Alicia dengan cepat. Ia bahkan menampilkan raut menyesal sekarang.

"Tidak," tukas Ace cepat. "Itu bukan aku." Ia mengucapkannya dengan suara yang datar dan dingin. Tidak seperti biasanya.

Namun Ace tak menghindari tatapan gadis itu, ia justru menatapnya lekat-lekat sekarang. "Sekarang, giliranku untuk bertanya padamu." Ace-pun mencondongkan tubuhnya ke depan. "Apa yang kau lakukan bersama Nicholas di belakangku, Alicia?"

"Ap--apa?!" []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro