Shadow #32 - Menguak Fakta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kantor kepolisian kota New York.

"Tidak ada satupun sampel sidik jari yang cocok dengan korban."

Nicholas menghela napas panjang dan menyilang kedua tangannya di dada. Sementara netra cokelatnya menyelidik ke arah pria bertubuh besar yang kini duduk dengan kedua tangan yang diborgol.

Pada ruangan kecil itu, Nicholas dihadapkan dengan Jill--si pelaku yang tengah ramai menjadi buah bibir--bersama Noel yang mendampinginya.

Kemudian dilemparnya lembaran-lembaran kertas yang diberikan Noel barusan ke atas meja oleh Nicholas. "Bagaimana bisa, sidik jarimu tidak ada di sana?" tanyanya sinis. "Apa kau hantu atau semacamnya?"

Namun Jill memilih bungkam. Pria bermata hitam dengan wajah orientalnya itu kini menunduk pasrah.

"Sekarang jawab pertanyaanku dengan benar," titah Nicholas. "Apa kau benar-benar membunuh mereka semua?"

Yang membuat Jill mendongak;menatap sang detektif tak kalah dingin. "Sudah kukatakan, akulah yang menghabisi mereka semua," ucapnya yang justru terdengar seperti gumamam. Lalu ia kembali menundukkan kepala, memandangi sepatu cokelat lusuh yang tengah dipakainya.

"Kenapa kau membunuh orang-orang yang tidak kau kenal dengan baik? Apa motifmu?"

Lalu Jill mendesis sinis. "Haruskah kita memiliki alasan untuk itu?" Matanya menatap Nicholas nyalang;jelas tak senang. "Aku membenci mereka semua karena mereka angkuh."

Namun Nicholas maupun Noel justru mengernyitkan kening mereka tak mengerti. 

"Mereka merendahkanku hanya karena aku pengemis," tukas Jill dengan nada suara yang tinggi. "Andai saja kalian melihat saat orang-orang itu menendangku dan memakiku dengan ucapan yang menyakitkan. Kurasa kalian akan mengerti."

"Tapi bagaimana kau membunuh mereka semua? Bahkan sidik jarimu tidak ada di sana?" Detektif bermata cokelat terang itu mencondongkan tubuhnya pada Jill. "Kau hanya dibayar untuk melakukan ini, bukan? Untuk berbohong seperti ini?"

Kini pandangan mereka beradu. Sorot penuh arti yang dilemparkan Jill pada Nicholas tak berbuah apa-apa. Hanya keheningan yang akhirnya menyelimuti ruangan kecil itu.

"Sebaiknya kau katakan semuanya sebelum hakim menjatuhimu vonis yang berat," ancam Nicholas.

Kemudian kekehan penuh cemooh keluar dari mulut pria berbadan tambun itu. Ia juga menggeleng pelan. "Hukuman matipun, aku siap menerimanya," sahutnya meremehkan. "Kau tidak akan tahu betapa menderitanya aku hidup sendirian di dunia yang kejam ini, Detektif."

Nicholas mengepal tangannya kuat-kuat. Rahangnya-pun mengeras tatkala seringaian penuh kemeangan muncul di sudut bibir Jill. 

"Waktu kita sudah habis. Sebaiknya kita pergi, Detektif," saran Noel sarat mengerti akan rekan kerjanya yang tengah mati-matian menahan kesal.

Detektif berambut pirang itu-pun segera membereskan lembaran kertas yang tergeletak acak di atas meja karena ulah Nicholas sebelumnya. "Mari, Detektif. Kita harus bersiap, sidang vonisnya akan segera diumumkan."

Dan mendengar hal itu, Nicholas-pun tak bisa berbuat banyak. Ia kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan menuju pintu. Dilihatnya sekali lagi wajah Jill, sebelum ia benar-benar melewati ambang pintu. Tapi lagi-lagi yang ia dapatkan hanya sosok pembunuh gila yang mengecewakan harapannya.

Menerima kenyataan bahwa Jill adalah pelakunya dan bukan Ace, memang sedikit banyak telah membuat Nicholas kesal.

Pertama, hasrat keingintahuannya tak terpuaskan tentang keberadaan Ace di setiap lokasi kejadian. Kedua, kepercayaan Alicia yang kini mungkin telah hilang sepenuhnya untuknya. Sekarang, bagaimana ia bisa menerimanya?

Satu-satunya harapannya sekarang adalah barang bukti yang sangat kuat dan sidik jari yang cocok.

Tapi dimana Nicholas dapat menemukannya? []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro