༺CHAPTER 3༻

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tentang apa yang terjadi selanjutnya adalah Sanemi yang menyeret [Name] ke rumahnya dan memaksa [Name] tinggal dengan nya hingga mental [Name] cukup stabil untuk tinggal seorang diri.

Awalnya [Name] tidak mau, tentu saja karena Sanemi laki-laki dan Sanemi tinggal sendirian, namun setelah di yakinkan bahwa di dalam apartemen tersebut sudah terpasang CCTV, [Name] akhirnya menurut, meskipun ia masih setengah hati.

"Untuk beberapa hari kedepan, kau akan beristirahat, aku akan mengirimkan surat izin ke tempat kerja mu," ucap Sanemi sembari menatap [Name] yang tengah menyusun baju-baju nya ke dalam lemari.

"Tapi─"

"Uang makan mu, biar aku yang menanggung nya," potong Sanemi, membuat [Name] seketika menoleh, keberatan.

"Aku terlihat seperti benalu," sahut [Name].

"Kau pikir aku perduli? Akulah yang menyeret mu untuk tinggal di sini," sahut Sanemi, kemudian ia berjalan meninggalkan ruangan tersebut, meninggalkan [Name] yang masih tidak mengerti mengapa Sanemi mau susah payah menolongnya, yang notabene nya adalah orang asing.

Dan mulai dari hari itulah, hari-hari berlangsung dengan hal-hal yang asing.

Asing.. Tapi keberadaan Sanemi membuat kehidupan di mata [Name] kembali, seolah-olah ia di tarik kembali dari dalam kegelapan.

Sama seperti hari ini, melihat wajah [Name] yang selalu kelam, Sanemi memutuskan untuk membeli cemilan dan coklat untuk menghibur [Name].

Sanemi berterimakasih kepada adik-adiknya, terutama adik perempuan nya, karena mereka dengan detail memberikan informasi tentang apa saja yang bisa membuat perempuan senang.

Clack!

Sanemi memasuki rumahnya sembari membawa sebuah kantong plastik berisi cemilan dan coklat.

"Tadaima," gumam Sanemi, ia melangkah menuju kamar yang di tempati [Name].

"Oi," ucap Sanemi, ia berjalan menghampiri [Name] sembari tangannya ter-ulur untuk memberikan kantong plastik tersebut.

"Apa ini?" sahut [Name] sembari menerima kantong plastik tersebut.

"Katanya wanita akan senang kalau di beri makanan seperti itu," ucap Sanemi, ia duduk di samping [Name] sembari menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

"Kau berlebihan dan membuang-buang uang mu," sahut [Name].

"Makan saja dan jangan banyak bicara," sahut Sanemi.

[Name] mengeluarkan isi dari kantong plastik tersebut.

Pluk! Pluk! Pluk!

Susu coklat, ice cream, wafer, biskuit, coklat batang, dan masih banyak lagi.

Berapa banyak sebenarnya cemilan yang Sanemi beli?

[Name] mengernyit, "Shinazugawa-san, ini─"

"Diam dan makan saja," sahut Sanemi, buang muka.

"Tidak, ini──Anda berniat membuat saya diabetes?"

─🌹🗡️🌹─

"Oi."

[Name] yang saat itu tengah membuat makan malam, tersentak kaget ketika suara yang tidak asing itu tiba-tiba terdengar.

"Shinazugawa-san, sudah pulang? Selamat datang," ucap [Name], masih sibuk dengan peralatan memasak.

"Ah, iya, aku pulang," ucapnya sambil meletakkan tas nya di atas sofa.

"Kau tidak mencoba untuk bunuh diri lagi, kan?" tanya Sanemi, sedangkan yang di tanya seketika seperti mendapatkan ide bagus.

"Benar juga," gumam [Name] sembari menatap pisau di tangan nya.

"AKU BERCANDA!" ucap Sanemi, ia berjalan menghampiri [Name] dan merebut pisau tersebut.

[Name] menghela napas berat, ia menyingkir karena tau Sanemi akan menggantikan nya untuk memasak.

Biasanya juga akan berakhir begitu.

Sanemi terus-menerus mengomel dan mengambil alih pekerjaan rumah yang seharusnya [Name] lakukan.

Aneh.

"Shinazugawa-san," panggil [Name], membuat sang pemilik surai putih itu menoleh.

"Ha?"

"Aku akan pergi hari kamis nanti," ucap [Name], ia duduk di kursi sembari menonton Sanemi memasak.

"Pergi kemana? Kau tidak akan kemana-mana," ucap Sanemi, kemudian kembali fokus memasak.

"Salah satu keluarga Ayahku di panti asuhan dulu, beliau ingin mengangkat ku menjadi anak beliau."

Sanemi terdiam, kemudian ia menoleh ke arah [Name], "Apa aku bisa mempercayai orang tersebut?" tanya Sanemi.

[Name] mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata, ia tidak tau bagaimana cara untuk meyakinkan Sanemi.

"Dimana mereka tinggal?"

"Di Osaka."

Hening.

Itu adalah tempat yang sangat jauh dari sini, ia juga tidak mungkin bisa mendapatkan tugas patroli sampai sejauh itu, bahkan perlu kereta api untuk pergi ke sana.

"Jauh sekali, bagaimana dengan pekerjaan mu?"

"Mungkin aku akan berhenti," ucap [Name].

Sanemi hanya diam, ia kembali melanjutkan kegiatannya tanpa menyahuti [Name].

Ia senang [Name] masih memiliki kerabat, sepertinya mereka juga orang baik, mereka bersedia untuk mengangkat [Name] sebagai anak mereka, hanya saja entah kenapa..

Sanemi tidak ingin [Name] pergi jauh.

"Tidak perlu, tetap di sini, aku akan membiayai hidupmu," sahut Sanemi sembari mengangkat panci berisi sup tersebut ke atas meja makan.

"Shinazugawa-san, itu berlebihan!" sahut [Name].

"Karena aku─"

"─aku mencintaimu."

Sanemi tiba-tiba menghentikan kalimatnya ketika sebuah ingatan entah darimana muncul di kepalanya.

Ia tidak mengingat wajahnya, ia hanya mengingat senyum dan surai merah terang itu.

Persis seperti milik [Name].

"Shinazugawa-san?" tanya [Name] sambil memikirkan kepalanya, mengintip wajah Sanemi dari samping.

"Lupakan," ucap Sanemi sembari mengambil piring dan sendok untuk mereka.

─🌹🗡️🌹─

Kring!

"Selamat da─ [Name]-chan!!! ASTAGA!!! KAMI SANGAT MERINDUKAN MU!!!!"

Baru saja [Name] melangkah masuk, Mitsuri sudah menghujani nya dengan pelukan maut yang teramat sangat erat.

"[Name]! [Name]! [Name]-chan yang asli! Kemana saja kau?! Di rumah sakit?? Kami tidak bisa menghubungi mu, bahkan tempat tinggal mu kosong!" ucap Mitsuri, ia mengusapkan pipinya pada pipi [Name].

"Uh, tanyakan itu pada orang ini," ucap [Name] sambil menunjuk ke arah Sanemi, yang berdiri di belakangnya.

"Ah, jadi kau yang menyembunyikan karyawan kami?" ucap Obanai dari jendela dapur.

"Aku tidak menyembunyikan nya, aku merawatnya. Anak ini tidak bisa di tinggal sendiri," sahut Sanemi.

"Aku selalu sendiri ketika kau pergi bekerja," sahut [Name].

Sanemi melotot ke arah [Name], tapi [Name] tidak takut, ia sudah mulai terbiasa.

"Sekarang kan mental mu jauh lebih stabil daripada waktu itu," sahut Sanemi dengan ketus.

"Tunggu, lebih stabil?? [Name]-chan!! Kenapa kau tidak cerita apapun kepadaku!! Sudah ku bilang, kalau kau butuh ibu angkat, aku akan mengangkat mu dengan senang hati!" ucap Mitsuri sambil menggoyangkan tubuh [Name].

Sanemi yang melihat itu, ingin memisahkan [Name] dari Mitsuri, tapi aura tidak menyenangkan terpancar dari Obanai ketika ia mendekat.

"Mitsuri-san, aku bisa mati," ucap [Name].

"Ah, iya! [Name]-chan dan shinazugawa-san, mau minum apa? Kami traktir!" ucap Mitsuri sambil memeluk [Name], lagi.

"Tidak, Mitsuri-san─"

"Tidak boleh!! Kamu badan mu kurus begini! Ayo makan lebih banyak lagi!" ucap Mitsuri, ia menggandeng tangan [Name] dan menyeretnya untuk duduk, sedangkan dua suami─ maksudnya satunya suami Mitsuri, satunya mungkin calon suami─ hanya berjalan mengikuti dua wanita keras kepala tersebut.

―――――――――――――――――
To be continue...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro