• Tujuh •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Louis Harrison's Mansion, Seattle.

01:00 pm.

Setelah mendapatkan informasi yang dianggap solid dari Alexandra terkait nama-nama orang yang bekerja di rumah Louis selama beberapa bulan terakhir, Noel dan Smith pun segera bergerak menuju kediaman Louis yang terletak di Pine St, 2, Seattle dengan mobil patroli mereka.

Dalam kecepatan 70km/jam, Smith berhasil menempuh perjalanan yang biasanya tiga puluh menit dari kantor kepolisian kota Seattle menjadi dua puluh menit saja. 

SUV hitam yang dikendarai oleh mereka berdua kemudian masuk ke dalam area mansion yang dipenuhi taman bunga di sepanjang jalan utamanya sebelum sebuah gerbang tinggi berwarna keemasan menyambut mobil dan terbuka secara otomatis saat sensor mengenai plat mobil. 

Smith mengamati beberapa kamera pengawas di sisi gerbang takjub dan berdecak kagum saat gerbang besar di hadapannya terbuka, seolah langsung menyambut keduanya. "Luar biasa!"

"Kau sudah menghubungi Tuan Harrison, bukan?" Alih-alih ikut mengagumi teknologi canggih yang dihadirkan Louis di rumahnya, ia justru mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan menemukan kolam penuh dengan angsa putih di dalamnya.

Smith mengangguk cepat. "Tentu." Ia lalu menghentikkan mobilnya di belakang mobil-mobil lain yang berjajar dengan rapi di sisi kanan Mansion.

Terlihat garasi dengan model terbuka milik Louis memiliki ruang yang lebih luas dibandingkan masyarakat biasa pada umumnya. Bahkan setelah Noel dan Smith turun dari mobil patroli mereka, pemandangan kendaraan beroda empat yang terkenal dengan harga yang fantastis langsung menyambut mereka. Terlihat di sana Porsche Macan 2.0 berwarna hitam, BMW i8 putih, Range Rover Sport hitam, Lamborghini Gallardo kuning dan Mercedes Ben berwarna putih terparkir dengan rapih.

Smith lagi-lagi berdecak takjub dan menggeleng tak percaya. "Dia sungguh konglomerat rupanya." Ia kemudian menyenggol lengan Noel yang berdiam diri di sampingnya. "Ini keren, bukan?"

"Permisi."

Seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan tiba-tiba muncul dan tersenyum sopan. Ia adalah Maria, wanita yang selama ini bekerja sebagai asisten rumah tangga dan memenuhi kebutuhan dapur seorang Louis Harrison. Maria mendekat dan pakaiannya yang serba putih berbalut celemek hitam semakin menarik perhatian kedua detektif muda itu. "Apakah kalian adalah Detektif Noel dan Detektif Smith?" tanyanya dengan ramah. "Tuan Besar memintaku untuk menemani kalian berkeliling di dalam rumah selagi beliau pergi bersama Nyonya."

"Mereka pergi kemana?" tanya Smith.

Maria tersenyum. "Kudengar mereka akan mengadakan rapat bersama kolega bisnis terkait penggantian jabatan milik mendiang Tuan Muda, Detektif." Ia lalu menadahkan tangannya di udara dan mengangguk sopan. "Mari saya antar masuk ke dalam."

Wanita berambut cokelat kemerahan itu lalu berjalan di sisi Noel dan menunjukkan jalan untuk masuk ke dalam Mansion besar bergaya eropa klasik milik Louis dengan santai. Sesekali mereka berbincang mengenai kekayaan dan popularitas sang pemilik rumah sebelum benar-benar sampai ke bagian dalam rumah.

"Omong-omong, apakah pestanya berjalan baik?" Noel memasukkan kedua tangannya ke dalam saku varsitynya selagi matanya mengamati sekeliling. "Bukankah mereka mengadakan pesta beberapa jam sebelum kecelakaan terjadi?"

Langkah Maria tiba-tiba terhenti. Ia menggigit bibirnya ragu dan tampak meremas ujung celemeknya dengan gusar sebelum berkata, "Kurasa pestanya ... tidak berjalan sesuai rencana."

Noel dan Smith yang berdiri di belakang Maria kini bertukar pandang. Mereka lalu sengaja bungkam demi menunggu sang asisten rumah tangga itu menceritakan semuanya.

Maria berbalik. Menatap Noel lalu ke Smith bergantian. "Tuan Besar sangat marah pada Tuan Muda malam itu," katanya dengan hati - hati. "Lalu pestanya ... berakhir begitu saja."

Noel berdeham pelan dan bertanya, "Kenapa Tuan Harrison sangat marah jika kami boleh tahu?"

Wanita dengan kulit kecokelatan khas Amerika latin itu pun kembali meremas ujung celemeknya sebelum berani mendongak dan menatap kedua iris cokelat milik Noel. "Ka--karena Tuan Muda ... ingin membatalkan pernikahannya dengan Nona Morran."

Kedua detektif muda itu kini beradu pandang. Ada keterkejutan yang tak terbantahkan di dalam sorot mata keduanya sebelum Smith memilih bersuara. "Ada apa? Kenapa dia ingin membatalkan pernikahannya dengan tiba-tiba begitu?" Ia menatap Maria penuh selidik. "Apa dia menyembunyikan sesuatu?"

Maria menarik napas sejenak. "Satu-satunya rahasia yang dimiliki Tuan Muda hanyalah hatinya," tandasnya yang justru terkesan ambigu. "Kita semua tidak benar-benar tahu, orang seperti apakah Tuan Muda dan siapakah sosok yang berhasil mengisi relung hatinya selama ini."

Kening Noel tentu berkerut dalam karenanya. "Apa maksudmu?"

"Kudengar Tuan Muda memiliki wanita lain dan tidak benar-benar mematuhi Tuan besar selama ini," bisik Maria. "Kurasa Nona Morran hanya dijadikan alat pendongrak citra Tuan Muda sejak awal." Ia lalu menggeleng cepat. "Tidak-tidak, ada yang lebih penting daripada sekadar hubungan mereka yang tidak jelas. Beberapa minggu terakhir ini, Tuan Muda selalu mengeluhkan kepalanya yang sakit dan sering meracau bahwa Tuan Besar mungkin berniat menghabisinya suatu hari nanti dalam tidurnya."

Smith mencebik. "Ini ... lebih rumit dari dugaanku." Lalu beralih pada Noel yang masih diam memerhatikan sang lawan bicara dengan saksama. "Omong-omong apa Louis mengidap suatu penyakit yang menyerang kepalanya?"

Maria menggeleng. "Aku tidak yakin. Tapi dia selalu memintaku membeli obat setiap tiga hari sekali." Ia lalu mengeluarkan secarik kertas dari saku celemek hitamnya. Sebuah resep dokter. "Kau bisa memeriksanya sendiri."

Noel dengan senang hati menerima kertas kecil dari Maria dan menyimpan benda yang mungkin bisa menjadi barang bukti itu ke dalam saku varsitynya. Ia lantas bertanya, "Apakah aku bisa bertemu dengan supir pribadi Louis sekarang?"

"Permisi." Suara bariton seseorang menggema di sudut koridor tempat mereka berpijak sekarang. Noel berbalik dan mendapati pria bertubuh kurus tengah berdiri memandangnya. "Apa kalian mencariku, Detektif?" Dialah Paul, sang supir yang tengah dibicarakan oleh orang-orang ini. Ia lalu mendekat dan tersenyum simpul. "Mau kopi?"


01:30 pm.

Noel dan Smith duduk bersebelahan pada sebuah sofa panjang berwarna merah marun dengan dua bantal bermotif polkadot di kedua sudutnya. Smith lagi-lagi berdecak kagum. Pasalnya ia tak pernah memiliki dudukan senyaman tempat ia bersantai sekarang. Dengan dua cangkir kopi yang melambaikan uap-uap panas di atas meja dan kudapan ringan yang disajikan Maria beberapa menit yang lalu.

Paul duduk di sebrang--pada sofa yang lain--sembari memperkenalkan dirinya dengan hangat. Tak banyak yang dapat Noel nilai dari pria berusia 40 tahunan itu selain wajahnya yang tampak lebih tua dari usianya dan tubuhnya yang kurus seperti hanya tulang dan kulitlah yang tersisa di tubuhnya.

Jika diperhatikan lagi, Paul justru terlihat seperti orang yang sedang mengalami kekurangan gizi. Tapi melihat pekerjaannya yang pasti memberikan gaji yang cukup, Noel buru-buru menepis fantasi buruknya.

"Kudengar kalian melakukan penyelidikan ini secara rahasia." Paul menyesap kopi yang sejak tadi berada di dalam genggamannya--dan mendesah puas. "Kedengarannya sulit. Tapi aku yakin Tuan Besar memiliki alasan yang kuat."

Noel mengangguk setuju. "Apakah ada sesuatu yang kau ketahui malam itu?"

"Tidak banyak. Maria pasti telah menceritakan sebagian besarnya pada kalian." Paul meletakkan kopinya di dekat cangkir-cangkir lain--di atas meja. "Malam itu aku duduk bersama Wayne di dekat kolam air angsa dan melihat Tuan Muda pergi meninggalkan pesta." Noel ataupun Smith membungkam, tidak ingin menginterupsi sedikitpun ucapan Paul dan mendengarkannya dengan sabar. "Setelah memastikan dia benar-benar pergi, aku mengiriminya pesan."

"Apa dia membalas pesanmu?" tanya Smith.

"Aku bertanya apakah aku harus menjemputnya atau sekadar menemaninya minum di club malam, tapi dia menolak," jawab Paul. Matanya memandangi kopi dan tak sedikitpun beralih pada lawan bicara. "Kurasa dia bersikap aneh dan berkata bahwa dia akan melembur saja di kantornya sampai suasana hatinya membaik."

"Jadi, kau membiarkannya saja?" tandas Noel.

Paul mendongak. Melihat wajah detektif muda itu putus asa. "Aku tidak bisa membantah apapun darinya. Jika melarang atau mencoba menasihatinya, dia akan memecatku atau membicarakan putriku yang kini berada di rumah sakit."

"Putrimu?" Itu suara Noel.

"Putriku mengidap kanker paru-paru dan Tuan Mudalah yang menanggung seluruh biayanya," kata Paul. "Setelahnya, dia berubah menjadi orang lain. Dia tidak pernah lagi mendengarkanku dan terus mengungkit-ungkit putriku yang malang."

Noel mengernyitkan keningnya curiga. Dari gestur Paul yang ditangkap olehnya, pria berambut hitam itu justru terdengar seperti tengah memendam sakit hatinya pada Louis selama ini.

"Apa kau ... sakit hati karenanya?"

Paul kemudian menatap Noel lurus-lurus dan perlahan, sosoknya yang hangat terlihat menyiratkan rahasia besar yang tersimpan jauh di dalam seringaiannya yang misterius. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro