Looking For You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Looking For You
Written by batiaratama

Ini lagu untukmu... Tentang Seseorang, a song by Anda on Spotify.


Rama memusatkan pandangannya lekat-lekat pada ponsel di tangannya, mengacuhkan Diko yang sejak tadi bicara tanpa jeda. Lagi-lagi pesan dari nomor yang tidak ia kenal masuk. Nomor yang selalu mengiriminya link lagu yang dikirim lewat Spotify. Rama heran, sekaligus penasaran siapa orang di balik nomor misterius yang suka mengiriminya link lagu. Yang terus-terusan tahu meski Rama sering sekali mengganti nomor teleponnya.
Iya. Semua berawal dari beberapa minggu yang lalu, saat Rama tidak sengaja menemukan amplop berwarna biru langit di celah loker miliknya. Surat yang ternyata berisi pernyataan cinta seseorang.

Awalnya, Rama mengira surat itu hanya kerjaan salah satu siswi yang iseng kepadanya, yang sering meneriakinya ketika Rama lagi olahraga di tengah lapangan. Namun, setelah beberapa hari ditemukannya surat itu, sebuah pesan yang berisi link lagu muncul. Bukan cuma sekali, dua kali, melainkan beberapa kali dalam jangka waktu yang tidak menentu. Terkadang, saat Rama merasa dia sudah benar-benar lelah, pesan itu seringkali hadir, dan tak jarang Rama dibuat penasaran dan berakhir mendengarkan lagu-lagu yang sering orang—yang tidak tahu siapa itu, kirim.

Tidak sedikit usaha yang Rama lakukan untuk menemukan si pengirim pesan misterius itu. Dia sudah berusaha menelepon nomor tersebut sesaat setelah pesan baru muncul di ponselnya, tapi secepat itu juga nomornya jadi tidak aktif. Rama pun dibuat geram, sekaligus penasaran dengan orang itu.

"Dapet link lagi, Ram?" Rama memalingkan wajahnya dari layar, menatap Dimas yang duduk di hadapannya. Kemudian mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Dimas barusan.

"Kali ini apa?" Itu Diko, dia duduk di sebelah Rama sambil melakukan atraksi makan kacang dengan melemparkannya ke udara.
Rama menunjukkan ponselnya ke kedua temannya, sontak keduanya mengangguk mengerti.

"Lo udah coba telepon lagi?"
Rama menggeleng. "Nggak. Capek, gue. Paling ujung-ujungnya ya nomornya udah nggak aktif lagi."
Ketiga cowok itu mengembuskan napas bersama-sama. Merasa lelah.

Mereka tahu, tidak mudah memang menemukan siapa orang yang sering mengirimi Rama pesan berupa link. Bahkan tidak sekali dua kali mereka harus membeli nomor baru agar bisa mencaritahu siapa dalang sebenarnya. Tapi, semua itu selalu berakhir sia-sia, karena si pengirim pesan misterius itu tidak pernah membalas pesan-pesan di nomor baru Diko maupun Dimas, melainkan ke nomor baru milik Rama.

"Udah, nggak usah dipikirin lagi," kata Diko, kemudian memberi Rama kacang. "Mending lo sekarang mikir, gimana caranya lo bisa jadian sama Adel."

Rama kembali mengembuskan napas berat. Benar apa yang Diko bilang. Lebih baik sekarang ia fokus menjalankan rencananya buat menjadikan Adel sebagai pacarnya.


***


Mungkin kalau Rama disuruh mengingat satu dari sekian banyak kenangan yang mampu otaknya simpan, Rama akan memilih untuk mengingat hari di mana dia dan Adel pertama kali bertemu. Hari di mana Rama percaya kalau cinta pada pandangan pertama itu memang benar-benar ada.

Rama tidak akan pernah lupa. Kejadiannya sudah hampir setahun yang lalu. Saat itu hujan lebat mengguyur kota. Rama yang sedang menunggu mamanya di tempat les terpaksa menelan pil pahit saat mamanya bilang kalau beliau tidak bisa datang. Rama kesal bukan main, tapi sebisa mungkin dia tahan. Sampai Rama mendengar suara seseorang di sampingnya. Suaranya cukup keras tapi samar karena mulut gadis itu tertutup oleh masker.

"Iya, iya ma, Adel pulangnya hati-hati," katanya. "Lagian Adel kan bawa payung. Jadi nggak kehujanan deh buat sampai ke halte," lanjut gadis itu sambil menggoyang-goyangkan payung biru mudanya.

Rama diam ketika gadis yang sejak tadi berdiri di sampingnya itu membuka payung birunya, bersiap untuk pergi meninggalkan tempat les. Sesaat setelah gadis itu melangkah membelah hujan, tiba-tiba saja cahaya yang sangat terang terpancar dari langit, lalu disusul suara gemuruh yang terdengar begitu keras, membuat gadis itu sontak melompat ke belakang. Rama yang semula terkejut mendengar guntur pun kembali terkejut saat gadis itu menabrak tubuhnya.

"Astaga!" Gadis itu membalik badannya. Tangannya masih setia menutupi kedua telinganya. "Maaf, maaf." Dia membungkuk-bungkukkan badannya, membuat rambut ikat kudanya bergoyang-goyang mengikuti gerakan tubuhnya. "Maaf banget, gue nggak sengaja."

Rama terpaku. Ingin sekali ia tertawa melihat sikap gadis di depannya itu, tapi yang Rama lakukan hanya tersenyum simpul. Namun, kejadian selanjutnya benar-benar membuat Rama tidak bisa untuk tidak memikirkan gadis itu setiap malam. Begitu konyol.

"Ya ampun!" Suaranya melengking, menatap ke satu titik. Payung biru muda yang sempat gadis itu buka, kini terbang terbawa angin cukup jauh sebelum tersangkut di pagar besi tempat les. "Payung gue!"

Rama bisa melihat keraguan pada gerak-gerik gadis itu. Tanpa pikir panjang, Rama membuka jaketnya—yang kebetulan terbuat dari bahan yang tahan terhadap air—lantas memayungkannya ke kepala gadis itu.

Setelah kejadian itu, Rama tidak bisa untuk tidak memikirkan gadis yang bernama Adel di sebelahnya waktu itu. Dan tanpa ia duga, Tuhan telah mempertemukannya kembali dengan Adel, yang ternyata satu sekolah dengannya di SMA Trimurti.

"Ram," Rama terkejut begitu merasa ada yang menyentuh tangannya. Adel, gadis itu sekarang menatap Rama dengan penuh tanya. "Lo nggak kenapa-kenapa?" Tanyanya kemudian.

"Eh," Rama jadi gelagapan ditatap seperti itu oleh Adel. Belum lagi gadis itu baru saja menyentuh tangannya.

"Nggak kenapa-kenapa, kok. Tadi gue cuma kepikiran sesuatu aja."
Rama memalingkan wajahnya, menatap sekitar. Tiba-tiba saja ia merasa gugup. Hari ini Rama mengajak Adel jalan-jalan untuk yang kali kesekian. Mengunjungi pusat perbelanjaan dan berakhir di tempat makan langganan mereka.

Suasananya masih sama, sedikit canggung dan banyak heningnya.
Rencananya hari ini Rama akan menyatakan perasaannya ke Adel, namun ia bingung harus bagaimana.

Perhatian Rama tertuju pada Adel. Gadis itu sejak tadi sedang sibuk dengan buku tulisnya. Seketika Rama teringat sesuatu.

"Oh iya, Del," kata Rama yang langsung mendapat atensi dari Adel.

Gadis itu menghentikan aksi menulisnya. "Lo pindah tempat les?"
Adel mengernyit, merasa bingung dengan pertanyaan Rama. "Hah? Les?"

"Iya, yang di jalan Thamrin itu. Lo pindah?"

Gadis itu menggeleng sebelum kembali melanjutkan kegiatan menulisnya. "Enggak, kok. Emangnya sejak kapan gue ikut les-les gituan? Nyokap gue mempercayakan sepenuhnya ke kakak gue, karena kakak gue mau jadi guru SMA sebentar lagi."

Rama terkejut. "Bukannya lo les di Primagama, ya?" Tanyanya, mencoba memastikan sekali lagi kalau gadis yang ada di sampingnya waktu itu benar-benar gadis yang ada di depannya sekarang ini.

Lagi, Adel menggeleng. Kemudian tertawa sambil menyeruput jus stroberi pesanannya. "Enggak pernah, Ram. Ada-ada aja deh, lo."

Sekarang Rama bingung. Jadi selama ini... dia bukan Adel yang gue maksud.


***


Semenjak Rama tahu kalau Adel bukanlah gadis yang dia duga selama ini, perasaan yang dulu pernah singgah kini perlahan sirna. Yang membuat Rama yakin kalau Adel adalah gadis yang sama yang ada di sebelahnya waktu itu, karena wangi parfum mereka sama persis. Meski kejadiannya sudah terlampau lama, tapi Rama masih ingat betul wangi parfum yang gadis itu pakai. Semacam citrus yang dipadukan sengan aroma mint segar.

Namun, semakin Rama meyakinkan dirinya bahwa Adel adalah gadis yang sama waktu itu, Rama semakin dihantam fakta bahwa Adel bukanlah dia. Bukan gadis yang ada di sebelahnya waktu itu. Fakta bawah tulisan tangan Adel berbeda dengan tulisan tangan si penulis surat cinta.

Rama menatap buku catatan kecil yang ada di tangannya, membukanya pada halaman pertama. Di sana, tertulis nama pemilik buku catatan kecil itu. Milik Adelia. Dan tadi saat mereka di tempat makan langganan mereka, Rama sempat melihat tulisan tangan Adel jauh berbeda dengan tulisan tangan si pengirim surat. Dan itu artinya, Adel bukanlah orang di balik pesan-pesan misterius yang sering mengiriminya link lagu.

Sebuah notifikasi membuat Rama melirik ponselnya yang sengaja ia letakkan di atas meja di sampingnya. Ada satu pesan dari Adel dan satu pesan lagi dari nomor yang tidak ia kenal. Dia kembali. Tanpa Rama duga, ia tiba-tiba saja bersemangat. Buru-buru ia buka pesan dari nomor tidak dikenalinya itu. Dan bisa Rama tebak, lagi-lagi sebuah link lagi dari Spotify. Kali ini One Only dari Pamungkas.

Sambil mendengarkan lagu tersebut, Rama pun mulai mengetik pesan balasan kepada nomor tersebut. Dan kali ini Rama hanya bisa berharap kalau orang yang selama ini cari benar-benar ada di dekatnya, di sekolah yang sama dengannya.


***


Hampir satu bulan berlalu dan Rama masih belum menemukan gadis yang ia cari-cari. Ia mulai putus asa. Pasalnya ia benar-benar tidak tahu harus mencari gadis itu dengan cara apa lagi. Kalau Rama boleh mengakui, Rama sudah mulai timpul rasa kepada si pengirim surat misterius itu, yang dia duga adalah gadis yang ada di sampingnya waktu itu. Gadis yang sama yang selalu mengiriminya link lagu dari Spotify. Dan hampir satu bulan pula Rama tidak pernah mendapatkan pesan berupa link lagu lagi. Dan saat itu adalah kali terakhir Rama mengirim pesan padanya.

"Udahlah, Ram, kalo lo terus-terusan kayak gini mulu, yang ada bokap nyokap lo makin marah gara-gara lo nggak fokus sama belajar." Diko berusaha mengingatkan dan Rama cuma memandangi ponsel saking rindunya mendapat pesan dari gadis itu. "Ingat, kita udah kelas 12, dan waktu kita udah nggak banyak. Bentar lagi ujian nasional."
Rama bangkit, meninggalkan tempat tongkrongannya bersama Diko dan Dimas. Ia terus melangkah dan tidak punya arah. Ia tidak tahu harus ke mana lagi mencari gadis itu, sampai tiba-tiba...

BRUK

Rama terkejut begitu seseorang menabrak tubuhnya. Orang itu membalik badannya, kemudian membungkuk-bungkukkan tubuhnya seraya mengatakan maaf beberapa kali.

Rama tidak banyak bicara dan malah memunguti barang-barangnya yang berserakan di lantai. Seketika tangannya berhenti begitu melihat tulisan tangan yang ada di salah satu buku yang ikut tergeletak di sana.
Salsabila Putri Adelia. Adel. Tulisan ini. Rama menatap gadis yang sekarang sibuk membereskan buku-bukunya yang ternyata ikut terjatuh saat tidak sengaja menabrak Rama tadi.

"Maaf banget, gue nggak sengaja," kata gadis itu seraya mengulurkan tangannya untuk mengambil buku yang Rama pegang.

"Lo," Rama tidak bisa mengungkapkannya. Rasanya seperti deja vu. Dan Rama baru sadar kalau hari ini hujan turun mengguyur kota.

Entah apa yang merasuki Rama, namun saat itu juga Rama menarik tubuh Salsa ke dalam dekapannya.
"Akhirnya," katanya. "Akhirnya gue nemuin lo."
Fakta mengejutkan yang Rama tidak pernah sadari adalah, bahwa Adel, gadis yang saat itu ada di sebelahnya ternyata adalah Salsa, teman dekat Adelia. Yang kebetulan mempunyai nama yang sama.

"Gue..." Rama semakin menguatkan pelukannya. "...sayang sama lo."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro