Gadis Itu Bernama Verona - 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sejak saat itulah aku tidak lagi berburu manusia. Setiap aku melihat mangsa selalu teringat akan sosok Verona. Kini aku hanya bisa memangsa hewan-hewan liar.

Aku berjalan menuju pemukiman penduduk yang dekat dari kediaman Trevor. Ia berkata jika rumah Verona berada di sekitar tempat itu. Itu adalah kawasan kumuh dengan rumah-rumah kayu dan kondisi yang cukup sepi. Asap mengepul dari arah kejauhan, tepatnya dari sebuah gubuk sederhana beralaskan tanah. Seorang gadis bercelemek dengan wajah kucal pun ke luar.

Aku tidak dapat mengenali itu Verona jika tidak melambaikan tangan padaku.

"Kau lebih kotor dari yang kulihat. Apa kau tidak mandi?"

"Jangankan berpikir untuk mandi, beristirahat pun rasanya sulit."

Wajahnya tidak sesegar biasanya. Cekungan nan menghitam di sekitar mata. Tubuhnya jauh lebih kurus.

"Apa kau tahu di sini sedang ada wabah? Aku tidak bisa menangani semua pasien ini sendiri. Aku sudah berkali-kali meminta bantuan tabib dari kota namun tak kunjung tiba."

Kemudian ia terbatuk.

"Sebaiknya kau beristirahat saja."

"Jika aku istirahat, siapa yang akan menangani semua warga di sini?" tubuhnya roboh. Ia benar-benar pingsan. Kubawa ia ke kediaman Trevor.

"Apa mungkin aku harus menggigit lehernya?"

"Kau gila? Apa kau tahu jika kau melakukan hal itu masalah akan semakin runyam?"

Verona terbatuk lalu sadar.

"Aku di mana? Bagaimana keadaan para pasien?"

"Tenang saja. Bantuan dari pusat sudah datang. Kau terlalu lelah untuk menangani semua pasien itu sendiri," jawab Trevor.

Verona bangkit. Tubuhnya belum pulih benar namun ia tetap kembali ke desa. Ia memiliki tanggung jawab pada pasien-pasiennya. Kuikuti ia dari belakang. Aku terdiam.

Beginikah keadaan desa tanpa dirinya? Bau busuk mayat menusuk dari mana-mana. Para penduduk terkapar lemas. Beberapa orang berpakaian serba tertutup mengangkut para warga tak berdaya dengan tandu. Kulit mereka seperti bercampur lumpur. Tulang belulang cukup jelas dari diri para warga. Mayat-mayat membusuk pun segera dibakar.

Kupikir manusia adalah ras yang selalu membuat kerusakan di muka bumi dan tega membunuh sesamanya untuk kepentingan pribadi. Manusia adalah ras yang jauh lebih kejam dari para orc atau raksasa sekalipun. Sejak beberapa hari di desa, pandanganku mulai berubah akan manusia. Mereka tak sejahat yang selama ini kukira. Meskipun di dalam hati masih menyimpan dendam atas kematian kedua orang tuaku.

Verona tersenyum ketika aku membawa bahan-bahan obat ke dapur. Aku membantu meraciknya bersama para tabib dan perawat dari luar. Aku memang tidak tahu diri. Tubuhku memiliki batas hingga suatu ketika aku jatuh sakit, sama seperti warga lain derita.

"Hei, sudah kubilang kau jangan menengok warga yang sakit tanpa pelindung," perkataannya samar-samar di telinga. Pandanganku semakin buram. Hanya ada secercah cahaya lilin di dekatku. Sehebat-hebat manusia, mereka tampak tak berdaya ketika penyakit mendera. Dan ini pertama kalinya aku sakit separah ini.

Ayah berkata jika Ibuku memang seorang pelayan manusia. Kini aku tampak jauh lebih lemah dari Verona yang mulai lelah.

******

Satu bulan berlalu. Satu per satu warga pun sembuh. Seorang rahib dari jauh membantu para perawat dan tabib memberikan obat penyakit tersebut. Penyakit itu adalah wabah hitam, penyakit yang mematikan bagi para manusia, tak terkecuali separuh manusia sepertiku. Verona tersenyum begitu lebar ketika aku sudah sembuh.

Apa ia akan mengajakku berburu kembali?

"Apa kau tahu jika selama ini aku khawatir denganmu? Di saat aku tertidur lelap, pasti kau yang menggantikanku berjaga di malam hari untuk merawat para pasien 'kan? Kau bahkan jauh lebih nekat dariku. Apa kau tahu saat mendengarmu jatuh sakit aku tak bisa tidur semalaman?"

Benar apa yang Trevor katakan. Ia memang menyukaiku. Namun apakah aku pantas membalasnya?

Aku meninggalkan desa lalu duduk di puncak bukit tertinggi. Tubuhku bersandar pada pohon cemara besar memandangi seluruh desa dari atas. Ayah, Ibu, seandainya kalian masih hidup apa yang harus kulakukan sekarang?

Semilir angin malam menggoyangkan rambutku yang tergerai berantakan. Seiring dengan suara decit sepatu bot perlahan seakan mendekat, seperti yang biasa Verona kenakan.

"Zurri, apa aku mengganggumu?"

Ia merapikan gaunnya lalu duduk. Tak lupa membuka keranjang berisi kentang bakar hangat dan beberapa potong daging kelinci panggang.

"Kau pasti lapar. Aku kemari sengaja membawakanmu makanan. Kenapa kau tidak kembali ke desa? Di sana ada perayaan besar."

"Kurasa aku tak cocok berada di antara para manusia."

"Tak cocok? Kau pasti bercanda. Mungkin kau belum terbiasa karena kau ini seorang petualang."

Apakah aku harus mengatakan hal ini pada Verona?

"Apakah aku terlihat mengerikan di matamu?" gadis itu menggeleng.

"Kau orang yang baik."

"Apa kau tidak takut jika suatu saat nanti aku akan memakanmu?"

"Kau berbicara seperti para orc di hutan. Kau pasti bercanda."

"Apa yang kau lihat saat ini hanyalah sebuah ilusi. Ketika gerhana tiba, aku takkan seperti apa yang kau lihat sekarang. Aku tak tahu apakah kau masih berani menemuiku sendiri saat hari itu tiba. Cepat atau lambat, semua kenangan ini akan terhapus dari ingatanku. Tergantikan oleh rasa lapar tak terpuaskan."

Tubuhnya gemetar. Kentang hangat yang ia pegang pun terjatuh.

"Zurri, kau bohong."

"Aku bukanlah orang yang pandai berbohong. Pergilah sebelum aku berubah pikiran. Aku sudah lama sekali tidak memangsa seorang perawan."

Verona terdiam. Tubuhnya gemetar dengan perasaan campur aduk. Apakah aku terlalu kejam dengan meninggalkan tabib itu sendiri?

******

"Tuan, ada telepon dari Tuan Trevor," ucap Lan membangunkanku perlahan. Sinar mentari nan menyilaukan masuk ke sela-sela kamar. Segera kuambil gagang telepon sementara Lan merapikan kamar sambil menghalau para kucing agar tidak masuk.

"Halo, Trevor. Kenapa kau menelponku?"

"Tampaknya ada masalah hari ini. Pihak distributor menunda pengiriman barang ke Kota Luar karena badai. Apa yang harus kita lakukan sekarang mengingat itu adalah barang-barang penting?"

"Aku akan hubungi para klien nanti. Kau urus saja masalah di bagian hulu. Mintalah kepastian pada pihak distributor mengenai barang-barang pesanan kita."

Hari ini cukup berat. Barang akan datang terlambat sementara pesanan sudah semakin banyak. Sudah lama sekali aku tak berendam di dalam air hangat. Aku belum pernah berendam di kamar mandi ini. Untuk ukuran rumah tua, kondisi bath tub dan kloset cukup terawat. Aku terkejut ketika baru ke luar dari kamar mandi. Gadis itu datang ke rumah. Untung saja aku mengenakan setelan pakaian rapi.

"Tuan, ini ada tonik dari ibuku," ucap Killi selagi berikan bingkisan di tangan.

"Tonik? Omong-omong terima kasih banyak. Lan sedang membersihkan rumah jadi kita bicara di luar saja."

"Apa tuan itu vampir? Kenapa Tuan tidak pernah ke luar rumah saat siang hari?"

"Aku bukan vampir. Memang kolegaku seorang vampir dan bekerja di malam hari. Saat siang kami beristirahat."

"Ayah sering mendengar suara gaduh dari sini ketika sedang Patroli Warga. Ayah sering meminta agar aku berhati-hati dengan Tuan. Ayah pikir Tuan adalah gembong penjahat."

"Ayahmu lucu juga mengatakan hal itu. Bilang pada Ayahmu, itu bukan suara penjahat. Itu suara kucing-kucingku yang bermain di taman saat malam hari."

Apa gadis ini sudah mengetahui hal itu? Apakah ia mengetahui hal itu dari Ayahnya?

"Tuan. Bagaimana bisa Tuan bisa menyukai seseorang di masa lalu? Guru Sejarah pernah bercerita jika pada sebelum abad 19 orang-orang biasa mengabadikan sebuah momen di dalam lukisan.

Aku tahu nona Verona bukan berasal dari zaman ini. Apakah dia makhluk planet asing? Ataukah Tuan bisa menjelajahi waktu seperti Kakak?"

"Kau ingin tahu fakta ataukah cerita?" Killi terdiam.

"Tuan, sepertinya Ayah benar. Aku harus berhati-hati dengan Tuan."

Aku tersenyum menghadapi gadis yang penasaran seperti dia. Lantas kuajak dia melintasi waktu. Kembali ke masa di mana Verona masih hidup.

"Ini di mana?"

"Kerajaan Grandeur abad ke-16. Kau harus berhati-hati karena di sini banyak binatang buas. Jangan mengubah apapun di tempat ini karena kau akan mengacaukan masa depan."

Aku membawa gadis itu ke hutan dekat rumah Verona.

"Apakah wanita itu?" aku memberi isyarat untuk merendahkan suara.

"Benar. Ia adalah Verona. Ia memang hidup di zaman ini."

"Apa jangan-jangan tuan ... meminum Ramuan Kehidupan hingga bisa hidup di zaman ini?"

"Di zaman itu semua orang berlomba-lomba menemukan Ramuan Kehidupan. Ramuan itu masih belum ditemukan."

Kami kembali ke masa kini. Tepat di halaman rumah dengan kursi antik di beranda. Killi terdiam.

"Apa jangan-jangan Tuan adalah ... monster pemangsa manusia?"

"Lantas ...," ia pun terduduk dengan wajah lemas. "Aku tidak mengerti kenapa orang sebaik Tuan ... Tuan pasti bohong."

"Aku tidak bohong. Aku sudah hidup selama 1509 tahun. Aku memang tinggal bersama para vampir hingga orang-orang sering menganggapku itu vampir. Temanku itu adalah salah seorang bangsawan vampir. Mungkin kau pernah berkata kalau kita jarang bertemu di siang hari karena di malam hari aku sibuk bekerja dengan dia. Kami baru merintis usaha di sini.

Verona sudah lama meninggal. Ia dibunuh oleh rasnya sendiri karena difitnah sebagai seorang penyihir yang menyebarkan wabah di desa. Tepatnya ia dibakar hidup-hidup di tengah desa.

Apa yang ingin kau ketahui dariku lagi?"

"Tapi kenapa Tuan selalu menolongku?"

"Kau seperti adikku sendiri. Aku memang terlahir tanpa seorang pun saudara. Ayahku mungkin seperti yang kau ketahui dan Ibuku hanya pelayan manusia.

Aku juga tak tahu. Nama belakang yang hampir serupa. Golongan darah yang sama. Posisi rumah yang hampir berdekatan. Kejadian hari itu. Kupikir hanya kebetulan. Bahkan terkadang kau tampak mengingatkanku pada Verona. Kadang kupikir kau adalah reinkarnasi dari Verona."

"Bisakah Tuan ceritakan padaku mengenai nona Verona?" dan aku tak melihat sedikit pun ketakutan di wajahnya. Aku berpikir positif saja. Ia hidup di zaman semua ras hidup berdampingan satu sama lain. Lagipula Killi adalah gadis yang berpikiran terbuka.

Kuceritakanlah awal mula aku jatuh hati pada tabib tangguh itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro