Mahasiswa dan Muridnya - 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Masa-masa menjadi seorang mahasiswa tak bisa kulupakan. Ada suka ada duka. Ada asam ada manis. Semua menjadi pelengkap jika kita ikhlas untuk menjalani kedua kondisi ini. Suatu cerita yang takkan terlupakan dalam hidup hingga aku sendiri tak bisa percaya pernah ada dalam kondisi seperti ini.

Ini adalah cerita dari salah satu faseku berada di universitas. Fase di saat aku harus menjalani penelitian lapangan demi nilai dan kemajuan peradaban.

Bisa dibilang ini adalah cerita antara hidup dan mati yang aneh.

Desa Stygwyr, aku bahkan keseleo lidah saat menyebut namanya. Desa ini terbilang unik. Desa yang mayoritas penduduknya night elf tersembunyi di balik lebatnya hutan. Sekilas tak ada bedanya night elf dan elf biasa. Bedanya hanya warna rambut, kulit, dan keahlian mereka dalam menguasai senjata. Night elf biasa bertempur secara fisik jadi mereka mahir lebih banyak senjata dibandingkan elf biasa.

Kupikir selama ini bangsa elf adalah raja peradaban yang lebih maju daripada manusia. Ah, aku ingat. Night elf memiliki tingkat literasi yang lebih rendah daripada elf. Bagaimana bisa mereka memajukan peradaban jika selama ini mereka bersembunyi untuk mempertahankan diri?

Aku berada di desa ini selama 3 bulan. Cukup lama ya. Misi kami, para mahasiswa yang konon katanya terpelajar itu, adalah misi pendidikan. Itu reguku sih. Regu lain cenderung membangun infrastruktur desa.

Desa ini memang jauh tertinggal dari kampung halamanku. Akses jalan ke sana dari jalan raya sangat terbatas. Sungai terdekat pun berada 3 km jauhnya dan aku tak melihat sedikitpun mata air atau saluran yang langsung terhubung dengan sungai menuju pemukiman penduduk.

Satu hal yang menarik dari mereka adalah wajah masamnya. Elf memang berumur panjang. Tapi percuma saja berumur panjang dengan wajah cemberut dan kusam seperti itu. Manusia saja yang sering cemberut terlihat lebih tua dari usianya.

"Selamat datang di desa Stygwyr. Aku Nero, kepala desa ini."

"Aku Shireen Shehrazade. Aku datang untuk mewakili kami, kelompok penelitian Universitas Taklama, yang akan tinggal di sini selama tiga bulan. Mohon bimbingan dari Pak Kepala Desa sekalian."

"Oh kalian berasal dari kelompok pelajar? Kemarilah."

Kenapa orang-orang memilihku sebagai ketua kelompok sementara ada pemuda lain yang lebih cakap dariku? Bahkan di antaranya ada nymph yang dikenal cakap dalam komunikasi dan negosiasi.

Sekitar sehari sebelum keberangkatan, aku terlambat datang menghadiri pembekalan untuk kegiatan ini. Aku terlambat karena terlalu bersemangat. Aku tak bisa tidur saat malam menjelang. Entah tiba-tiba saja mereka memilihku sebagai ketua kelompok. Kenapa mereka memilihku yang tidak memiliki pengalaman apapun dalam organisasi? Apa mungkin karena aku ini tak bisa menolak?

Desa ini benar-benar cantik. Berbeda jauh dengan suasana di perkotaan. Aku masih bisa menghirup udara segar tanpa terganggu bisingnya suara mesin. Memang secara fasilitas pun masih kurang memadai. Aku tahu persis kehidupan para night elf walaupun sebatas dari buku yang kubaca. Mereka dikenal lebih mengutamakan kelompok dibandingkan diri mereka sendiri. Hutan di sini sangat cantik. Aku ingin berjalan-jalan sejenak mengelilingi desa.

Sayangnya di hari pertamaku aku berada dalam kondisi yang di ujung tanduk. Aku berjalan menerobos bagian hutan yang tak kusangka adalah bagian terlarang dari desa ini. Desa ini kerap berselimut kabut pada saat tertentu. Hutan yang menjadi daerah terlarang bagi para night elf untuk memasukinya.

"Nona Shireen! Hentikan!" sayup-sayup suara Kepala Desa seakan mengejarku.

Apa itu adalah medan perang? Bukan. Tak ada desing peluru, suara ranjau yang terpelatuk, ataupun teriakan. Lagipula Kota Luar adalah daerah damai yang menjadi batas wilayah yang berselisih. Setidaknya perkataanku itu bisa dibuktikan dengan catatan sejarah.

Hentakan kaki yang mengguncang tanah membuatku terpental. Saat kudongak kepalaku ke langit, ugh. Bau mulut raksasa segera menyambutku. Aromanya antara kaus kaki bau, keju, setumpuk baju kotor yang tidak dicuci satu bulan, dan bangkai. Ia bisa membuatku pingsan lebih cepat dari obat bius.

Setelah itu, aku tak ingat apapun lagi.

Hal yang pertama kusadari setelah pingsan adalah gua yang dingin dan lembap. Ada sumber cahaya yang selebar bola sepak bola di hadapanku. Letaknya sangat jauh. Kedua tanganku tak bisa menjangkaunya. Dadaku sesak dalam jerat rantai kuat.

Apa-apaan ini? Kenapa kedua tanganku juga terbelenggu?

Pak Kepala Desa! Astaga. Wajahnya benar-benar pucat. Apa mungkin aku disekap penjahat? Tidak. Aku tak bisa membiarkan semua kacau akibat kesalahanku di sini.

"Pak Kepala Desa!"

Aku memberingsut dekati Kepala Desa yang senasib denganku. Tubuh rentanya terkapar di lantai gua beralas bebatuan dingin nan kasar bertabur kerikil kecil. Ya Tuhan, aku harus segera keluar dari sini. Tarikan nafasnya sangat lemah.

"Anak muda."

"Pak Kepala Desa. Anda tidak apa-apa 'kan? Kita di mana?"

"Kita berada di dalam hutan. Bapak lupa tidak memberitahu nona sebelumnya. Nona tak boleh melewati pagar pembatas yang berada di tepi desa. Pagar itu membatasi desa dengan Hutan Terlarang. Semua orang yang melalui pagar pembatas itu takkan pernah bisa kembali."

"Maafkan aku. Maafkan aku yang telah membuat Anda terjebak dalam situasi ini."

"Tidak apa-apa. Aku hanya pria tua yang lalai dalam menjaga warganya hingga terjebak seperti ini."

Ada seorang pemuda berkulit putih yang samar-samar berjalan dari balik kegelapan gua. Jangan-jangan ia adalah penculiknya. Biasanya orang seperti itu memiliki kunci yang tersimpan di saku bajunya. Kesempatan di saat ia sudah dekat. Akan kuremukkan biji palanya.

Syukurlah hanya badan dan tanganku yang terikat.

"Semoga kuncinya jatuh," ucapku selagi bangkit hanya bertumpu sepasang kaki.

Wajahnya kecut menerima tendangan yang kuayunkan. Uh oh.

Ia memperlihatkan sosok monsternya di hadapanku. Apa ia lycan? Ia berbeda dari lycan yang tinggal di sekitar kota. Kedua bola matanya memandangiku berkilat-kilat. Cakar-cakar tajam di tangannya tidak membentuk pola layaknya cakar serigala. Bulu-bulu yang menyelimuti tubuhnya menghamburkan cahaya kasar. Lagipula lycan dikenal dengan bulu-bulu mereka yang halus lembut. Pada hari biasa, bulu-bulu mereka tersembunyi di balik kulitnya.

Setahuku memang lycan seperti itu. Toh teman satu kamarku di asrama adalah lycan. Ia selalu pergi saat bulan purnama agar tidak membuat heboh seisi asrama. Lycan seperti serigala besar yang berdiri dengan kedua kaki jenjangnya saat berubah. Tapi ia siapa? Tubuhnya jauh lebih besar dari lycan, bahkan nyaris menyamai ogre, lalu berdiri dengan keempat kakinya. Ia berbicara dengan bahasa manusia sementara lycan lebih sering bicara dalam bahasa yang hanya bisa dimengerti sesama lycan bila dalam wujud aslinya.

"Dasar manusia! Lancang sekali kau melawanku seperti itu. Tapi ya sudahlah. Aku menemukan harta karun di antara kumpulan night elf. Aku tidak suka makan pria tua yang sudah alot. Aku juga tidak suka dengan para pemuda yang agresif di sebelah sana.

Sudah lama sekali aku tidak makan daging perempuan. Baru kali ini aku mendapat mangsa manusia. Katanya sih daging mereka yang terlezat."

Sial. Rantai ini sangatlah kuat. Kunci tak didapat, sial datang ke tempat. Dasar monster berkaki empat! Awas saja kalau aku bisa melepaskan belenggu ini dengan cepat. Aku akan membawa para warga desa termasuk kepala desa kembali dengan selamat. Ia semakin merapat. Hidungnya endengus lalu mengendus aroma tubuhku begitu cepat. Perasaan aku tidak menggunakan parfum karena bangun terlambat. Kedua pergelangan tanganku saja baunya seburuk besi berkarat. Hidung besarnya terhenti tepat di wajahku yang berjerawat. Padahal ia bisa membunuhku selagi sempat. Anehnya ia renggangkan cakar-cakar tajam yang semula merapat. Kemudian ia rendahkan bahunya lalu kembali dalam wujud manusia yang pepat.

"Ah sudahlah. Wajahmu benar-benar jelek. Apa rasa dagingmu sama buruknya ya?"

Ini kesempatanku untuk menyerang lalu berusaha kabur. Tendangan kaki yang biasa kugunakan untuk menenangkan Lita di saat ia kehilangan kendali dalam pengaruh bulan purnama. Tendangan Penakluk Lycan!

Aku tak menyangka ia menangkisku begitu cepat.

"Aku takkan biarkan kau menyerangku dengan cara yang sama untuk kedua kalinya. Kau satu-satunya manusia yang berani melawanku. Siapa kau sebenarnya?"

"Shireen si penakluk lycan. Begitulah orang-orang memanggilku di asrama universitas."

"Apa? Siren? Kau benar-benar siren yang tinggal di lautan lepas itu 'kan?"

"Aku ini bukan siren! Namaku Shireen."

Bagus. Ia melepaskanku.

"Hentikan! Jangan makan dia! Dia hanya seorang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di desa!" seru Kepala Desa.

"Aku tidak tertarik dengan daging orang tua yang sudah alot. Aku hanya ingin membuktikan dia itu siren atau bukan. Ya kalau bukan, aku akan menjadikannya makan malam."

"Sudah kubilang, aku ini bukan siren!"

Cih. Apa ia tak pernah diajarkan sopan santun terhadap perempuan? Tiba-tiba saja ia mendorongku seperti seorang tawanan. Ia langsung menceburkanku di sungai dalam tak jauh dari bibir gua. Untung saja arusnya tidak deras. Aku bisa berenang dengan leluasa.

"Jadi kau benar-benar siren?" kini si pemuda bodoh itu terpana. Setelah melihat kakiku yang terus mengepak di dalam air, raut wajahnya kembali kecut. "Dasar penipu! Kau bukan siren."

"Aku ini Shireen, Bodoh!"

Ingin rasanya kakiku menginjak tubuhnya lalu memelintirnya seperti seorang pegulat. Sayang sekali ia jauh lebih kuat dari lycan.

"Kau sudah puas melihatku berenang 'kan? Sekarang maumu apa?"

"Sudah kubilang. Aku akan menjadikanmu makan malam."

"Aku tidak masalah dengan hal itu tapi lepaskan Kepala Desa dan warga! Mereka tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini. Tepatnya ini semua salahku. Jika kau ingin tubuhku yang sangat lezat, lepaskan mereka."

"Baiklah. Kubiarkan saja mereka pergi."

Saat itu sangat naif. Aku membiarkan diriku menjadi santapan makan malam sosok "lycan misterius" itu di hari pertamaku sebagai seorang mahasiswa peneliti. Itu karena kekesalanku yang tiba-tiba dilimpahkan tanggung jawab sebagai seorang ketua kelompok tanpa sepengetahuanku. Biarkan saja mereka merasakan buah dari kesalahan mereka. Lagipula masih banyak ketua kelompok yang lebih cakap dan bertanggung jawab dibandingkan diriku.

Lembayung senja mulai menghilang. Ia kembali tepat di saat hari mulai semakin gelap. Ia benar-benar menepati janjinya. Aku terlalu nekat menawarkan diri sebagai makan malam demi menyelamatkan penduduk desa akibat kecerobohanku. Ia pun membawaku kembali ke gua. Tidak dengan tangan terikat rantai seperti tadi. Ia mengikat kedua kakiku dengan tali.

Suasana di dalam gua malam itu membuatku meringkuk. Angin dingin masuk ke dalam gua begitupun dinding dan lantainya. Keadaan sekitar berselimut kabut bisa membuat siapapun tersesat sewaktu keluar gua. Cahaya rembulan tidak begitu tampak. Sebagai gantinya hanya api obor yang berdansa setiap kali diterpa angin masuk ke gua.

Ia mengasah pisaunya. Ia sedikit aneh. Biasanya ras-ras yang memangsa manusia seperti lycan, raksasa, ogre, dan orc selalu melahap manusia begitu saja. Ia memiliki pisau yang umumnya dimiliki oleh night elf. Untung saja nilaiku bagus dalam pelajaran Pengantar Ilmu Ras. Night elf adalah salah satu ras yang dikenal sebagai pembuat senjata yang handal. Mereka selalu menyertakan ukiran khas yang menandakan setiap senjata yang mereka buat.

Jika tebakanku benar, ia mendapatkan pisau itu dari mangsanya. Mangsa ... astaga tulang! Kenapa ia menumpuk tulang belulang di dalam gua?

Dasar bodoh. Kenapa aku mau memilih cara yang sangat bodoh untuk mati? Aku tak ingin mati konyol di hari pertamaku sebagai mahasiswa pengabdian!

"Kenapa kau mengasah pisau?"

"Aku tak ingin menyia-nyiakan bagian daging yang penting. Apalagi sampai makan organ dalam manusia. Baunya seperti kentut."

Tunggu. Penampilannya saat ini seperti manusia namun wujud aslinya menyerupai lycan. Ia pun tak memiliki satupun ciri lycan dalam dirinya. Apa jangan-jangan ia itu Tidak Teridentifikasi? Setahuku keberadaan mereka terbilang misterius dan jarang dijumpai. Berarti definisi Tidak Teridentifikasi selama ini adalah ... mereka itu pemangsa ras apapun yang mereka temui. Bagaimana bisa diidentifikasi jika penelitinya sendiri sudah mati duluan dimangsa mereka?

"Kenapa kau bersusah payah mengasah pisau jika cakarmu saja lebih tajam daripada pisau? Kalau kau ingin memotong daging manusia, pisaumu itu kurang besar."

"Tapi aku biasa menggunakan pisau ini untuk memotong sayuran dan menguliti mangsa. Hanya pisau ini yang kumiliki. Aku tak punya uang untuk belanja di pasar."

Tunggu. Pasar? Kenapa dia harus pergi ke pasar selama ia masih bisa berburu? Rantai, pisau, potongan daging, dan pasar. Apa mungkin ia sosok yang peradabannya lebih maju? Eureka! Aku harus selamat untuk menceritakan ini pada semuanya. Ras yang selama ini tidak teridentifikasi dengan ilmu pengetahuan kini menemui titik terang!

"Kau mengenal pasar?"

"Tentu saja. Aku sering mendengar mereka membicarakan soal pasar saat sedang berburu mangsa. Kudengar aku bisa mendapatkan apa saja di sana selama punya uang. Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan uang?"

"Kau harus bekerja. Lakukan apa saja yang kau bisa. Kau bisa menjual tanaman liar di hutan atau menawarkan jasa pada orang lain untuk mendapatkan uang."

"Jadi aku bisa mendapatkan uang? Seperti itukah caranya?" sorot matanya yang lugu benar-benar berbinar. Tatapan mata ini seperti seorang anak kecil yang baru mengenal dunia. Ia lupa aku ini bahan makan malamnya karena uang. Ia juga lupa dengan pisau yang ia asah karena asyik mengobrol.

Untuk ukuran seseorang yang tinggal sendiri di gua, ia cerewet juga. Aku mendengar suara nyaring yang menggema di gua. Itu suara dari dalam perutnya.

Malah ia yang tidur pulas. Baguslah. Sekarang ia lupa untuk memasakku.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro