3. Jadian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dira menatap kepergian Melati heran. Ia masih curiga dengan apa yang dilakukan oleh gadis itu. Ia pun menghampiri meja Dewa dan memperhatikannya sejenak. Matanya kemudian fokus pada kolong meja. Tangannya meraba dan menemukan satu butir apel merah dari sana. Apa gadis tadi yang menyimpannya di sini? Apa ia baru saja memergoki kegiatan seorang pengagum rahasia sedang beraksi?

Dira menggelengkan kepala pelan, tak lama sebuah senyum tipis terbit di bibirnya. Ia mengerti perasaan gadis itu karena ia pun merasakan hal yang sama. Jatuh cinta pada Dewa. Dira sudah pernah menyatakan perasaannya, namun cowok itu menolaknya dengan sopan. Dan rasa itu masih ada sampai sekarang. Tapi .... Dira memperhatikan apel di tangannya. Seberapa suka pun dia pada Dewa, tidak pernah terlintas di otaknya untuk melakukan hal menggelikan seperti ini. Ia lebih suka mendekati Dewa terang-terangan meskipun ujungnya hanya mampu tergagap karena terlalu gugup. Setidaknya dengan cara itu ia bisa berinteraksi dengan Dewa dan bisa dikenal oleh cowok itu.

Dira melirik jam di dinding, dia terlalu lama berada di luar kelas. Guru dan teman-temannya pasti sudah menunggu buku tugas yang ia bawa. Ia pun meletakkan kembali apel itu ke kolong meja.

Saat membalikkan badan dan berniat kembali ke kelas, Dira terkejut karena di depan pintu ada Dewa yang sedang menatap ke arahnya. Ia gelagapan dan berniat menjelaskan apa yang terjadi. Tapi tatapan Dewa terkunci padanya, membuat mulutnya kesulitan mengeluarkan kata.

Cowok itu terus berjalan menghampiri Dira hingga mereka berhadapan dengan jarak lima langkah. Jantung Dira berdetak kencang, membuat si empunya khawatir organ penting itu akan lepas dari tempatnya. Tangannya mengeluarkan keringat dingin, ia harus mengalirkan tenaga ekstra agar buku di pelukannya tidak jatuh.

"Lo ...."

"Y-ya?" Dira menatap Dewa was-was. Ia jadi gugup karena bisa berdekatan dengan orang yang dia suka. "Itu ... anu ...." Ia mencoba menjelaskan apa yang terjadi, tapi kalimat selanjutnya dari Dewa membuat sekujur tubuhnya mematung.

"Jadi lo yang gue cari selama ini." Dewa memperhatikan Dira dari atas ke bawah, kemudian senyum bahagia tercetak jelas di bibirnya. "Gue udah lama pengen ketemu sama lo dan nanyain hal ini. Lo ... mau gak jadi pacar gue?"

"E-ehhh?!"

===== 🍎🍎🍎 =====

Ibu Dewa sangat menyukai apel. Katanya mengonsumsi apel setiap hari dapat membantu meningkatkan kesehatan, karena apel mengandung serat, vitamin, fitonutrien, serta antioksidan di dalamnya. Kandungan nutrisi di dalam buah apel juga bisa mencegah berbagai penyakit dan menjauhkan dia dari keharusan berkunjung ke dokter karena sakit.

Makanya, beliau menurunkan kebiasaan mengonsumsi apel setiap pagi pada Dewa. Tapi, Dewa tidak menyukai apel karena nutrisinya. Ia menyukai apel karena hanya itu satu-satunya hal yang tersisa semenjak kepergian sang ibu. Apel selalu berhasil mengingatkan Dewa pada perempuan paling hebat dalam hidupnya. Mungkin ini juga yang membuatnya jatuh hati pada orang yang selalu memberinya apel setiap pagi, karena orang itu telah membangkitkan kenangan antara ia dan sang ibu. Sekarang, saat ia tahu siapa orang yang selalu memberinya buah merah itu, hatinya sangat senang.

Dewa bersenandung riang saat kembali ke lapangan. Ia menyerahkan map berisi absen milik guru olahraga yang tadi tertinggal di kelas dengan wajah semringah. Haruskah ia berterima kasih pada gurunya itu? Karena berkat beliau ia jadi bisa bertemu Dira, orang yang ia cari selama ini.

"Wih, ada apa, nih? Kok muka lo berseri-seri banget. Abis ketiban rezeki nomplok, ya?"

Dewa melirik Faiz, teman cowoknya yang paling peka. Biasanya ia merasa terganggu dengan celetukan fakta cowok cungkring itu, tapi tidak kali ini. Ia justru malah merasa senang karena sudah ditanya.

"Yoi. Gue lagi seneng. Karena gue baik, lo gue traktir cilok depan sekolah deh nanti."

"Wih." Faiz semakin mendekatkan duduknya dengan Dewa. Tidak ia pedulikan suara berisik para cewek yang katanya sedang bermain sepak bola tapi malah terlihat sedang tawuran itu karena ia mencium bau-bau rezeki dari Dewa. "Tumben amat lo mau traktir gue, kayak baru jadian aja."

"Emang," sahut Dewa enteng. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar. Karena hatinya senang, panasnya sinar matahari siang ini pun sama sekali tidak terasa menyengat di kulitnya.

Rahang Faiz hampir saja jatuh karena kaget. Ia bahkan sampai berdiri dan menunjuk Dewa tidak percaya. "Seriusan, Lo? Demi apa?"

Dewa mengangguk meyakinkan. Hal yang justru membuat Faiz berteriak heboh dan mengumumkan status baru Dewa.

"Anjir! Kok bisa lo punya pacar? Siapa cewek beruntung itu? Cepetan kasih tahu gue!"

Teriakan Faiz menjadi awal tersebarnya berita hubungan Dewa dan Dira. Beberapa orang bahkan berkumpul mengelilingi Dewa karena ingin tahu tentang kisah cinta cowok yang terkenal ramah dan dianggap sebagai 'pacar bersama' itu. Beberapa gadis bahkan keluar dari lapangan untuk ikut mendengarkan bahan gosip hangat ini. Hal yang tentu saja membuat guru olahraga mereka mengamuk.

===== 🍎🍎🍎 =====

"Hahahahaha." Nadia tertawa puas sampai memukul meja. Matanya menatap Melati jenaka. "Tuh, Mel, apa kata gue. Kalo lo gak berani maju, cowok kesayangan lo itu bakal diembat orang. Sekarang jadi nyata, kan? Mampus. Jangan galau terus nangis-nangis ke gue ya lo!"

Melati menggembungkan pipinya kesal, lalu membuang pandangan dan mulai mengutuk Nadia supaya jadi kodok buruk rupa dalam hati. Bohong kalau ia tidak kecewa dengan berita pacarannya Dewa dan Dira. Tapi ia bisa apa? Jika cowok itu menyukai pacarnya, tidak mungkin kan dia harus mendatangi mereka dan menyuruh mereka putus? Melati hanya bisa pasrah dan menerima kenyataan.

Melati menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Ia menatap sahabatnya sebal. "Ya mau gimana lagi, kan? Gue terlalu malu buat nyamperin dia dan ngungkapin perasaan. Apalagi dia itu terlalu sempurna buat gue, ngeliat dia dari jarak lima meter aja gue udah meleleh sama kegantengannya."

"Lebay lo."

"Biarin. Daripada lo belum pernah jatuh cinta sama orang lain seumur hidup. Dasar jomlo ngenes."

"Ngaca, woy. Lo juga jomlo ngenes!"

Mereka saling melotot, lalu membuang muka bersamaan. Setelah beberapa saat dalam keadaan hening, Nadia kembali membuka suara.

"Sekarang lo mau gimana? Masih mau jadi pengagum rahasianya dia?"

Melati mengedikkan bahu. "Rasa gue gak bakal ilang cuma karena dia jadian sama cewek lain. Tapi karena gue orang baik, gue bakal menghargai hubungan Dewa sama Dira. Gue bakal berhenti ngasih dia apel mulai dari sekarang."

Nadia mengacak rambut sahabatnya sayang. "Baguslah kalo lo masih punya otak."

"Oy! Lo lama-lama ngeselin, ya! Ngajak ribut mulu!"

Nadia dan Melati pun saling bercanda sampai Dewa dan Dira lewat di depan mereka. Melati menatap iri pada keakraban Dewa dan pacarnya. Andai ia yang berada di posisi gadis itu, ia pasti akan sangat senang.

Melati menunduk, meremas kedua tangannya untuk menyalurkan kekecewaan. Padahal apel hari ini spesial, tapi sepertinya isi artikel itu memang hanya sebuah legenda. Alih-alih Dewa balik menyukainya, cowok itu malah jadian dengan cewek lain. Ia jadi menyesal sudah membaca artikel itu.

Nadia menepuk pundak Melati saat menyadari kemurungan gadis itu. "Lo kuat. Lo pasti bisa ngelewatin semua ini. Rajin-rajin aja berdoa sama Tuhan supaya mereka cepat putus."

Mau tidak mau Melati yang sedang murung pun tertawa. Ia menatap Nadia penuh terima kasih. "Lo bener, gue pastiin tiap abis ibadah gue bakal doain mereka cepet putus."

===== 🍎🍎🍎 =====

Akhirnya bab 3 up!

Kali ini aku mau ngerekomendasiin cerita punya emak HairunnisaYs, judulnya Dipaksa Menjadi Istri CEO. Dijamin kamu bakal ngakak setiap kali baca kepolosan tokoh utamanya. Dia dihamilin tapi gak nuntut si cowok buat bertanggung jawab. Malah si cowok yang maksa dia supaya dinikahin. Menarik, kan? Langsung aja mampir ke lapaknya, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro