21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fan Art

a/n: Mohon untuk membaca author note sampai selesai. Thx.

a/n/n: Drop emotikon hewan laut di inline ini.

Pepatah kuno mengatakan bahwa mencapai tujuan diibaratkan seperti sebuah perahu kecil yang berombang-ambing di samudera lepas. Meskipun tidak tahu kapan akan menemukan tepian, dia tetap bergerak terseret ombak.

Jika perahu itu kuat oleh serangan ombak dan badai, maka kelak ia akan menemukan tepian, entahlah memakan waktu berapa lama. Namun jika perahu itu berguling, ia akan menjadi bagian dari samudera selamanya, yang tidak akan lagi memiliki kesempatan menaklukan permukaan air.

***AQUA World***

Malam masih menghampiri kota Waterfloatt, atau mungkin Kota Apung, karena aku lebih suka menyebutnya begitu. Papan angin yang kami pijak tengah dikendalikan ombak dini hari, membuatku harus menjaga keseimbangan.

Ath dan Dillon masih belum saling melepas pandangan satu sama lain. Dillon yang menatap Ath dengan tatapan tajam dan Ath yang tersenyum menatapnya dengan pandangan meremehkan. Sementara aku, tidak tahu harus melakukan apa setelah keheningan berlangsung sejak aku secara tidak sadar menyerukan pembelaan terhadap Ath.

Dillon memilih berbicara dengan Ath alih-alih denganku. Kupikir dia akan tergerak untuk mendorongku ke air dan tidak akan pernah mendengarkan penjelasanku lagi. 

"Apa sebenarnya tujuanmu kemari?" Dillon bertanya dengan nada mengintimidasi.

Aku yang berada tepat di tengah-tengah di antara mereka, tidak tahu apakah aku harus bersembunyi di salah satu di antara mereka, pergi dari sana secara diam-diam atau menceburkan diri ke dalam air saja. Karena kebodohan itulah, aku hanya diam menjadi patung.

"Aku kemari bukan untuk mengganggu ketenangan hidup kalian," balas Ath dengan nada santainya, seolah tidak terganggu sama sekali dengan tatapan dan nada mengintimidasi dari Dillon.

"Ketenangan hidup bumi ini sudah terganggu dengan adanya kehadiran kalian!" hardik Dillon.

Respons-ku? Tetap menjadi patung yang baru akan bergerak sampai waktunya tiba.

Ath tampaknya mulai terpancing oleh kata-kata Dillon, sebab kini dia melemparkan senyuman jengkel, "Lalu? Kau mau apa? Memberitahu semua manusia itu, kalau aku makhluk air?"

Kerutan di kening Dillon semakin dalam, "Aku ingin kau pergi dari kota Apung. Menghilanglah, dan akan kuanggap kau sebagai manusia yang mati tenggelam. Identitas aslimu tidak akan pernah diketahui seorang pun di kota Apung."

"Dan mengapa aku harus melakukan itu?" tanya Ath terdengar menantang.

"Karena kau bisa saja berakhir menandai semua warga di kota Apung." Dillon tiba-tiba menoleh ke arahku, membuatku tersentak. "Kau yang menandai anak ini, kan?"

Ath ikut menoleh ke arahku, "Aku tidak sengaja menandainya saat dia nyaris tenggelam."

Aku dipenuhi oleh tanda tanya besar oleh pembicaraan mereka berdua, tetapi aku diam saja.

"Nyaris tenggelam? Oh? Jadi sekarang kau ingin melakukan pembelaan bahwa kau menandainya saat sedang menyelamatkannya? Begitu?" tanya Dillon tidak senang. 

"Memang itu yang terjadi. Tanya saja kepadanya," ucap Ath sambil menunjukku dengan dagunya. "Iya kan, Skye?" 

Sementara Dillon menatap ke arahku untuk menunggu jawabanku, aku bisa melihat sorot matanya yang memperlihatkan tatapan cemas sekaligus bingung. Mungkin saja dia tidak ingin mendengar jawaban bernada pembelaan seperti yang kulakukan sebelumnya. 

"Ath memang menyelamatkanku, tapi ..." 

Raut wajah Ath terlihat bingung, sedangkan Dillon tampaknya bersiap-siap mengeluarkan senyuman lebar karena kata-kata yang kuucapkan terdengar seperti akan menyudutkan Ath kapan saja. 

"Tapi apa?" tanya Dillon. 

"Memangnya, bagaimana cara makhluk air menandai manusia?" tanyaku yang membuat dua pemuda di depanku terdiam. 

"Itu tidak penting," jawab Ath yang membuatku mengerutkan kening lagi. "Intinya aku hanya membantumu saat kau hampir tenggelam."

"Menandai itu ..." Dillon menatap ke Ath dengan sinis. "Bisa dalam berbagai macam bentuk. Hanya bersentuhan juga sudah bisa menandai." 

Aku mulai berpikir dengan momen saat kami bersentuhan, dan aku menemukan kepingan hilang itu. Itu adalah saat Ath menarikku ke atas sampan. Sepertinya hanya itu. 

"Aku bukan makhluk jahat, oke?" Ath masih teguh untuk membela dirinya, sekalipun Dillon sudah tidak lagi mengatakan apapun yang terdengar menyalahkannya. 

"Mungkin memang benar kau menyelamatkan Skye, tapi bagaimana aku tahu kalau kau memang benar-benar menandainya dengan tidak sengaja?" tanya Dillon, kembali mencurigainya. 

"Hm? Kau meminta bukti?"

Dillon mengangguk, "Kalau kau bisa membuktikannya, aku akan menunggu." 

"Bagaimana ya? Ini sama seperti kejadian beberapa malam yang lalu, saat kau meminta Skye menjadi umpan. Lalu saat dia nyaris mati tenggelam, kau mengaku tidak sengaja, karena tidak tahu kalau ternyata Skye lebih menarik daripada dirimu. Tidak sengaja-ku kurang lebih hampir sama seperti itu." 

Dillon tampak terdiam selama beberapa saat, ditatapnya aku dengan pandangan bersalah, lalu kembali lagi untuk melanjutkan introgasinya dengan Ath. 

"Itu juga yang ingin kutanyakan padamu. Mengapa Skye bisa lebih menarik perhatian mereka? Padahal, aku ditandai oleh--"

"Sedang apa kalian di sini malam-malam?" Suara Nael terdengar di kegelapan. Cahaya yang lumayan terang menyorot ke arah kami saat kami sedang mencari-cari sumber suara. 

Semakin banyak orang yang berdebat, maka akan semakin banyak masalah. Aku tahu itu. 

"Ada misi dari tim pemburu yang lain?" tanya Zuo yang terdengar menyindir Dillon. 

"Sebaiknya kau tidak melibatkan Skye atau Ath. Mereka belum tentu bisa bertahan di air selama kau," timpal Yyil. 

Tentu saja Yyil salah besar. Ath bisa melakukannya, pastinya lebih baik daripada Dillon, karena dia adalah makhluknya. 

"Orang baru yang mencurigakan perlu diintrogasi, sama seperti Skye kemarin," jawab Dillon dengan santainya. 

"Oh? Jadi kemarin kau mencurigai Skye, begitu?" tanya Nael dengan nada tidak terima. "Memangnya Skye melakukan apa?" 

"Ath juga bukan seseorang yang harus dicurigai. Mungkin kau hanya belum mempelajari tentang genetika manusia dan terlalu lama di tempat seperti ini. Warna mata biru itu juga bisa dimiliki manusia, itu hal yang biasa. Kita sama-sama generasi muda, jangan terlalu kuno-lah," timpal Zuo panjang-lebar. 

Aku sedikit merasa bersimpati dengan Dillon karena saat ini kami hanyalah orang asing yang menumpang di kota orang lain. Namun karena Dillon melakukan kesalahan yang membuatku terlibat dalam bahaya, mereka menjadi sinis kepadanya. Belum lagi Ath yang saat ini tampaknya senang karena keberadaan mereka ada untuk membelanya. 

"Tenang, Tetuah Kota Apung adalah seseorang yang jenius. Selama masa hidupnya, dia sudah pernah mengajari kami semua yang kau katakan," balas Dillon. "Buktinya, saat semua kota di bumi sudah menjadi karang, hanya kota ini satu-satunya yang masih mengapung dan bertahan."

Kata-kata Dillon berhasil membuat Zuo terbungkam. Aku sudah tidak kuat mendengar mereka saling melempar kata-kata sinis dan menyudutkan. Mereka yang saling menyudutkan, malah aku yang tersudutkan oleh setiap kata-kata mereka. Mungkin ini pengaruh faktor umur, mengingat hanya akulah yang masih berusia lima belas tahun, sementara mereka rata-rata sudah berusia di atas delapan belas tahun. 

Kecuali untuk umur Ath, karena aku memang tidak mengetahuinya. 

"Jadi, apa yang kalian katakan sebelumnya?" 

"Tidak ada, hanya berbincang sedikit," jawab Ath dan Dillon nyaris bersamaan. 

Selanjutnya, keduanya saling membuang muka, jengkel dengan segala kebetulan yang bisa terjadi. 

"Kalau Skye? Kenapa di sini?" tanya Yyil. 

"Tadi mau ngobrol dengan Ath, lalu ..." 

Aku menjeda sebentar. Tadi aku memanggil Ath dengan nama Ath atau dengan embel-embel "Kak"? Aku lupa. Kalau di sekolah, biasanya memang harus menggunakan embel "Kak" kalau itu kakak kelas. Sepertinya aku tidak memanggilnya dengan sebutan "Kak", padahal aku sudah bilang kalau Ath adalah kakak kelasku. Ah, ya sudahlah. 

"Lalu Dillon datang. Ya, begitu," sambungku. 

"Aku tidak terlalu setuju kalau kau terus mencurigai orang baru. Maksudku, mencurigai orang baru itu wajar, karena kau belum mengetahui yang sebenarnya, tetapi kalau mencurigai mereka sebagai makhluk air, itu sudah tidak wajar. Bukankah kau yang bilang sendiri, kalau makhluk air akan mati jika berlama-lama di daratan? Sama seperti manusia juga berlama-lama di air?" ucap Yyil panjang lebar. 

Aku sendiri tidak menduga bahwa Yyil seberani itu dengan Dillon. Padahal berkat Dillon-lah kami masih bisa bertahan di Kota Apung. 

Baru kali ini aku melihat Dillon melemparkan senyum, "Aku mencurigainya sebagai orang baru. Mengenai spesies apa dia sebenarnya, aku juga sudah langsung tahu, begitu melihatnya."

Selanjutnya, keadaan di sana menjadi hening. Dillon pun mengambil langkah untuk menjauh setelah menatapku selama beberapa saat. 

"Skye, aku ingin berbicara denganmu besok pagi," katanya sebelum dia membawa penerangnya menjauh dari kami. Sebelum benar-benar pergi sepenuhnya, dia berbalik lagi, "Oh iya. Hati-hati ya, kalian semua. Ini sudah larut. Makhluk air bisa muncul kapan saja." 

Memang, bahkan sudah ada satu yang berdiri di samping kami. Dillon tahu itu.

Kepergian Dillon menandakan beberapa kabar baik. Dia telah mengetahui siapa Ath sebenarnya, dan dia berani meninggalkan Ath bersama kami. Bukankah itu artinya Dillon mempercayai Ath? Bukankah itu berarti bahwa mempercayai Ath bukanlah sesuatu yang salah? 

Sebenarnya dari hatiku yang paling dalam, aku tahu bahwa itu salah. Aku hanya berusaha menolak kenyataan itu dan aku hanya mengharapkan ada sesuatu yang membuatnya menjadi tidak salah.

Setelah memastikan bahwa Dillon memang sudah sepenuhnya pergi dari tempat kami berdiri, Yyil mendekatiku dan menatap ke arah kegelapan--tempat terakhir dimana Dillon terlihat--dengan tatapan tidak suka. 

"Skye, aku akan menemanimu besok," kata Yyil sambil menepuk bahuku. "Kalau kau tidak mau, kita bisa pergi dari sini malam ini. Aku agak tidak suka dengan Dillon."

Aku menatap ke arah Nael dan Zuo. Mereka hanya melemparkan tatapan bahwa mereka setuju dengan perkataan Yyil. Kulirik ke arah Ath. Kupikir dia akan melemparkan senyuman penuh kemenangan, tetapi nyatanya yang kulihat adalah tatapan datar yang dilemparkannya ke tempat terakhir Dillon berada bersama penerangnya. 

"Tidak apa-apa, Ath juga ikut kita," hibur Yyil entah kepadaku atau kepada Ath sendiri. 

"Terima kasih," balas Ath sambil tersenyum tipis. 

"Uhm ... Mungkin aku akan berbicara dengannya dulu," ucapku. 

Yyil menghela napasnya, "Jangan terlalu bersimpati dengannya, Skye. Ingat, dia pernah membuatmu hampir mati tenggelam dan menjadi santapan makhluk air." 

Ath hanya menaikkan sebelah alisnya saat mendengar itu. Oh, aku ingat persis dengan perkataan Ath yang mengatakan bahwa dia pemakan daging, tetapi laut masih mempunyai banyak ikan. Dan makhluk air juga mengosumsi makanan yang sama dengan manusia karnivor. 

Mendadak, itu membuatku berpikir kritis yang konyol. Apa jangan-jangan mereka mempunyai bakat renang karena memakan ikan? Jadi semua kemampuan ikan tersalurkan kepada si pemakan? 

"Kupikir yang Dillon lakukan itu wajar. Kau tahu? Maksudku mencurigai orang baru," ucapku seadanya. Aku juga curiga dengan para pendaki, saat awal aku datang di pegunungan itu. "Aku akan berbicara dengannya."

"Ya, memang benar sikapnya wajar, tapi sikapmu terhadapnya tidak wajar. Aku sih, tidak akan mau lagi berbicara dengan orang yang hampir mempertemukanku dengan maut," sahut Zuo. 

Kata-kata yang mereka lontarkan sebenarnya terdengar masuk akal. Namun entah mengapa aku juga tidak mengerti dengan hal yang sebenarnya tengah mengepungiku. Aku tidak tahu harus mempercayai siapa. Dan juga, aku tidak tahu harus memihak kepada siapa. Pada Ath, Dillon, atau Nael dan yang lainnya. 

"Pokoknya, Skye. Kalau besok kau merasa dia tidak berubah, kita akan meninggalkan Kota Apung. Aku tidak peduli kalau kita harus terombang-ambing di lautan," kata Yyil sambil bersidekap tangan. 

"Uh, ya ... semoga semuanya berjalan baik," jawabku singkat.  

*

Pagi ini, ada hal lebih aneh yang telah terjadi. Saat aku bangun dari tidurku, tidak ada siapa pun di tenda. Padahal saat aku keluar dari tenda dan mencari keberadaan matahari, benda langit itu bahkan baru tampak sedikit dari ujung air. Tentu saja aku kebingungan mengapa bisa hanya aku sendiri yang ditinggal di sana. 

Saat aku keluar dari tenda, kulihat banyak kerumunan yang mengepungi ujung kanan, atau bisa kusebut sebagai tempat pertama kali kami datang. Sepertinya semuanya memang berkumpul di sana, sebab aku juga tidak menemukan seorang pun tengah bermeditasi di tengah-tengah kota. 

Segera kuhampiri kerumunan itu. Aku diam saja saat melihat wajah mereka yang mengerut heran dan bingung. Kucoba melewati kerumunan orang-orang semampuku. 

"Dasar anak kota tidak tahu diuntung!" umpat salah satu warga yang membuatku tersentak mendengarnya. 

Tanpa ada penyebutan nama, aku langsung tahu bahwa kalimat itu dirujuk kepada salah satu dari kami, para pendatang. Satu-satunya yang bisa kupikirkan adalah bahwa mereka mengetahui sesuatu yang buruk tentang kami. Dillon mungkin sudah melapor.

Kemarin malam, aku cemas memikirkan bahwa Dillon akan melapor tentang Ath yang merupakan makhluk air. Namun umpatan itu tidak menjelaskan apapun. Entah apa yang terjadi pagi ini. 

Apakah Dillon melapor kepada warga tentang kekurangajaran kami kemarin malam?

"Biar kau tahu ya, anak-anak kota manja yang tak tahu etika, kami diam saja saat kalian melihat kami makan dengan jijik seolah kami sedang memakan kotoran. Tinggal di kota resmi di era maju apanya? Menghargai perbedaan sedikit pun, kalian tidak!" 

Sebulir keringat turun melewati pelipisku. Ini jelas bukan kabar yang baik. Tampaknya kami akan segera diusir dalam waktu dekat. Sepertinya aku harus segera memastikan bahwa Nael, Yyil, Zuo dan Ath sudah ada di sana, agar kami bisa pergi secepatnya dari kemurkaan warga. 

Aku tidak mendengar suara siapapun di depan sana, pemikiranku hanyalah bahwa mereka sudah naik di atas sampan tipe U. Masalahnya, mengapa mereka tidak membangunkanku sejak awal?

"Tenang dulu, semuanya." 

Suara Dillon akhirnya memecah keributan yang ada. Keheningan pun tercipta dalam waktu singkat. Aku sedikit terkesan dengan Dillon yang mampu menenangkan amarah kerumunan ini dalam sekali suara, tetapi aku juga kecewa karena pemikiran bahwa Dillon mungkin adalah biang pelaku yang mengumumkan bahwa kami telah berbuat sesuatu yang buruk.

"Bagaimana kami bisa tenang? Mereka menuduhmu tanpa berpikir! Lagipula buat apa lagi kau menerima manusia kurang ajar ini sebagai tamu?" 

Kata-kata itu mendapat dukungan yang banyak dari orang sekitar. Sedangkan aku hanya berharap bahwa tidak ada yang menyadari keberadaanku di sini, atau mereka akan membagi dua kubu untuk mengumpat orang-orang di depan sana dan juga aku. 

"Kami sempat beradu pendapat semalam, jadi wajar saja mereka mencurigaiku," kata Dillon dengan tegas. "Sudahlah, kami bisa menyelesaikan ini tanpa kerumunan yang ramai. Kembalilah melakukan aktivitas seperti biasa. Bisa-bisa kota ini miring sebelah karena kalian semua berkumpul di satu ujung." 

Pelan-pelan, kerumunan itu pun membubarkan diri. Memang memakan waktu, tetapi pada akhirnya mereka benar-benar bubar mengikuti instruksi Dillon. Di saat benar-benar bubar itulah, aku melihat mereka semua di sana. Ada Yyil, Zuo, Nael, Dillon, Bryon dan juga Ath.

Mereka berenam hanya diam, sampai akhirnya aku datang menghampiri. 

"A-ada apa?" tanyaku. 

Tidak ada yang terlihat berminat untuk menjawab pertanyaanku. Ath memisahkan diri dari mereka, lalu mengibas-ngibaskan tangannya kepadaku, memintaku mendekatinya. 

Dikarenakan rasa penasaranku yang terlalu memuncak, pada akhirnya aku benar-benar mendekatinya. "Ada apa ini?" tanyaku, mengulang pertanyaan.

"Sampan kalian hilang." 

Perkataan Ath sebenarnya sudah mampu mewakili semua pertanyaan yang ada di kepalaku. Kualihkan kepalaku untuk sekadar melihat tempat terakhir kami mengikat sampan. Dan yang benar saja. Sampan itu telah hilang. 

Maksudku, sampan-sampan itu ... 

Sampan tipe A atau pun tipe U. Keduanya hilang tanpa jejak. 

"Si--siapa yang melakukan itu?" tanyaku lirih. 

Ath hanya mengendikkan bahu, memberitahu bahwa dia tidak mengetahuinya. Kutatap mata biru itu lama-lama, hanya untuk memastikan bahwa mungkin Ath mengetahui sesuatu yang lain. Namun, aku tidak bisa menemukan kebohongan di lensa biru yang jernih itu. 

"Jadi, mereka menuduh Dillon yang melakukannya?" tanyaku. 

"Uh, ya, kira-kira begitu. Alasannya karena Dillon adalah salah satu orang yang berjaga kemarin malam," kata Ath dengan begitu santainya. 

Sepertinya dia senang sekali melihat Dillon terkena masalah. 

"Dengar, ya. Dillon memang berpatroli di sini kemarin malam, tapi aku bisa menjamin kalau bukan Dillon yang melakukannya. Aku sudah lama mengenal Dillon, dia tidak mungkin melakukan itu," ucap Bryon sambil melangkah maju, membuat Dillon berdiri di belakangnya. 

Bulu-bulu tipis di dagu Bryon mulai tumbuh lagi. Karena itu, pemandangan saat ini seperti memperlihatkan sosok Ayah yang sedang membela putranya. Padahal kenyataannya mereka berdua seumuran. 

Bryon bersuara lagi, "Dan juga, Dillon tidak punya alasan untuk menahan kalian di sini. Maksudku, kalian tidak benar-benar menguntungkan atau merugikan kota ini. Tuduhan kalian benar-benar tidak masuk di akal." 

"Bisa saja Dillon sakit hati dengan kata-kata kami kemarin malam dan berniat mengusir kami hari ini. Lalu dengan sengajanya menghilangkan sampan kami agar kami mati sekalian di tangan para makhluk air," ucap Zuo yang tampaknya sangat emosi. 

Yyil melakukan hal yang sama seperti saat melihat pesawat jatuh beberapa hari silam. Hanya menangis, tetapi kali ini Yyil menangis frustrasi. Nael hanya diam, tampak sedang berpikir. 

"Aku tidak berniat mengusir kalian," sahut Dillon sambil menghela napas. "Kalau aku memang berniat melakukannya, aku pasti melakukannya sejak awal." 

Kantong matanya terlihat jelas dan tampak jelas juga kalau dia sangat lelah. Mendadak, aku kembali bersimpati dengannya. Apalagi saat mengingat bahwa dia belum tidur kemarin malam karena berpatroli di kota. 

Aku pasti sudah gila, karena lebih bersimpati kepadanya daripada memikirkan sampan kami yang hilang. Satu-satunya alat transportasi yang kami miliki, hilang. 

Zuo bertanya lagi, "Jadi? Kau mau menuduh siapa? Makhluk air?"

Tatapanku refleks menatap ke arah Ath. Kebetulan juga, dia sedang menoleh ke arahku. Selanjutnya, dia menggelengkan kepalanya, seolah tahu bahwa aku sedang mencurigainya. Gestur mulutnya juga mengatakan "bukan aku" untuk meyakinkanku. 

"Mungkin memang mereka yang melakukannya." 

Tepat saat Dillon berkata begitu, Zuo langsung saja maju untuk menyerang Dillon. Untungnya Nael dan Bryon sangat sigap, sehingga langsung menahan Zuo sebelum dia sempat menyentuh Dillon. 

"Tenangkan dirimu. Jangan membuat keramaian lagi," sahut Nael. 

Zuo membuang napasnya dengan kasar, "Tanpa sampan itu, kita akan mati di sini, Nael. Kita akan mati di sini!"

"Kita tidak akan mati di sini!" Nael menepuk bahu Zuo agak keras. "Kalau orang lain bisa bertahan dalam situasi yang sama dengan kita, mengapa kita tidak bisa?" 

"Tapi kita akan mati di sini! Perjalanan jauh yang kita lakukan sejak air naik--semuanya, akan berakhir sampai di sini!" seru Zuo yang membuat Yyil menangis makin histeris. 

Nael menatap ke arahku, lalu menatap ke arah Zuo lagi. "Kau tidak malu mengatakan begitu di depan Skye? Dia lebih belia daripada kita dan dia sudah menghadapi perjalanan yang lebih jauh daripada kita, tapi dia tidak menangis." 

"Mentalnya sudah dilatih untuk bertahan. Jangan menyamakan anak pertahanan hidup dengan kita!" 

Kali ini Yyil yang berseru, entah mengapa kali ini membuat matakuku ikut merasa kepanasan. Aku ingin menangis rasanya. Nyatanya aku hanyalah anak kecil biasa yang tidak bernyali dan tidak memiliki apapun selain diriku sendiri.

"Aku akan berusaha membantu kalian mencari sampan itu," kata Dillon. 

"Jangan mengatakan hal bodoh seperti itu. Kau sendiri juga tidak tahu apakah sampan itu ditenggelamkan atau dihanyutkan." Ath yang sedaritadi diam dan tidak berkomentar, akhirnya membuka suara. "Ya,kecuali kalau kau memang tahu apa yang terjadi dengan sampan itu."

"Ath." Aku memelototinya dan menyikut sikunya. 

"Apa? Aku sedang membantu mengubah cara pikirnya, karena tampaknya dia hanya berpikir untuk berenang dan mencari sampan itu. Itu hal yang tidak berguna, tahu. Buang-buang waktu dan tenaga," bisik Ath tanpa merasa bersalah. 

"Kalau hanyut, sampan itu akan mengikuti arus. Kemungkinan besar sampan itu akan sampai di pegunungan tempat kita memaku tambang. Kalau tenggelam ... aku akan menyelam nanti siang," tutup Dillon sebelum akhirnya dia menguap dan memejamkan matanya. "Aku akan tidur dulu untuk hari ini."

"Kuharap kalian tidak melakukan hal bodoh," kata Bryon. "Ayo Dill, kita ke tenda obat dulu." 

Dillon hanya menurut saja, dan melangkah mengikuti kemana Bryon membawanya. 

"Zuo, barang-barang apa saja yang kau tinggalkan di sampan?" tanya Nael. 

"Ransel, alat-alat penyelam, kotak keselamatan dari pesawat dan kotak pil kenyang sudah kuangkat. Alat pendeteksi pemancarnya kutinggalkan karena terlalu berat. Aku menyesal tidak mengangkat alat itu," ucap Zuo. 

Yyil yang tampak sudah sedikit tenang akhirnya juga bersuara. Sambil menyeka air matanya yang masih menetes sesekali, dia mencoba menghibur diri. 

"Kita pasti menemukan sampan itu. Dillon benar, kalau tidak tenggelam, berarti di pegunungan."  

Nael tertawa kecil, "Mengapa kau tidak mengandalkan logikamu sedaritadi?" 

"Aku panik," ucap Yyil. "Sekarang, setelah kupikir-pikir lagi, kita pasti menemukan sampan kita."

"Setelah menemukannya, aku tidak mau tahu, kita langsung pergi," kata Zuo. 

"Terserahlah. Sekarang kalian siapkan dulu alat-alat menyelam untuk Dillon. Dia mungkin memang pandai berenang, tapi tekanan di bawah sana sangat dalam," ucap Nael.

Mereka bertiga pun akhirnya tidak lagi semurka tadi, saat awal-awal aku terbangun dan melihat mereka berkumpul di sini. 

Pada akhirnya perbincanganku dan Dillon yang sudah kami janjikan sebelumnya dibatalkan karena masalah mendadak ini. 

"Bisakah kau mengatakan kepada mereka kalau aku juga akan membantu Dillon?" tanya Ath. 

"Mengapa?" tanyaku heran. 

"Hari ini aku akan ke Pasifik. Aku butuh alasan agar tidak dicurigai," ucapnya yang kembali membuatku mematung. Di sana, aku kembali teringat bahwa Ath tidak seharusnya berada di sini. 

***TBC***

1 April 2019, Senin.

[A/N]

Halo, semuanya! Akhirnya setelah empat bulan, aku update cerita Aqua World. 

Tadinya aku ingin nulis 2000 kata saja, tapi malah bablas sampai 3000 kata. Jadi, semoga kalian senang deh.

BTW selain kesibukan merevisi Sky Academy, aku juga sibuk mempersiapkan data untuk skripsiku. Itu alasan mengapa aku sangat ngaret update untuk semua cerita on-goingku.

JADI, aku punya pengumuman penting yang tidak bisa kujelaskan secara langsung di sini, jadi aku akan menjelaskannya di bawah, mumpung karena hari ini tanggal 1 April.

.

.

===ZONA APRIL FOOL===

Karena aku tidak bisa ngeprank kalian dengan cara terkejut lainnya, maka aku akan memainkan kata-kata dengan kalian. Mohon untuk disimak baik-baik agar tidak ada kesalahpahaman di antara kita. 

1. Sampai di list nomor 5, aku akan berbohong

2. Chapter ini bukan chapter terakhir yang kutayangkan di Wattpad. 

3. Alasan mengapa ini bukan chapter terakhir adalah karena belum ada penerbit yang meminang Aqua World. 

4. Aqua World belum akan  diterbitkan dalam versi cetak. 

5. Ini tidak serius!

===Zona April Fool Selesai===

.

.

.

.

Hehe, apakah kalian mengerti maksudku? Hehe. 

Eh, serius nih, aku nanya. Kalian ngeh nggak?

Kalau kalian tidak mengerti, aku akan bocorkan apa yang sebenarnya ingin kusampaikan. 

.

.

.

.

JEJEJEJEJENG!!!! 

.

.

.

.

.

Jadi, 

.

.

.

.

.

Sebenarnya,

.

.

.

.

.

Aku hanya berbohong di list nomor 1. HEHEHEHEHEHHE. Aku bohong saat bilang kalau aku akan berbohong. HEHEHEHE. 

Jadi biar kalian tidak salah paham, mongo naik ke atas buat baca ulang list kebohonganku. Wkwkwkwk. 

You've been fooled! Happy April Fool! 

I love you all! (Bukan tipuan).

See you in the next chap!

Cindyana / Prythalize

Akh lupa ninggalin jejak.
👀560k
⭐75.2k

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro