5. Bahagia yang Sederhana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah berbincang lama dengan Naila, Arhan mengantarkan Naila pulang. Kebetulan, Naila tidak membawa kendaraan, karena rumahnya tidak begitu jauh. Arhan juga harus mengetahui rumah Naila, agar besok bisa mengantarkan Darel langsung.

Yah, Naila masih duduk di bangku SMA, tetapi dia mengambil sekolah paket. Ia ingin langsung mengajar di TK Mifsa Ceria milik bapaknya. Katanya, mengajar anak TK itu yang penting pengalaman, bukan pendidikan. Dia tahu, kalau masa depannya adalah mengajar di TK milik bapaknya, maka dari itu dia memilih langsung terjun di usianya yang masih sangat muda.

Fyi, saat ini, dilarang sekolah tatap muka. KBM mulai diberlakukan dengan sistem daring, termasuk anak kecil yang bersama ibu-ibu yang Arhan temui di warteg Bu Amal. Tapi, anak itu harus pergi ke rumah kakaknya di waktu sekolah, karena ibunya sibuk, tidak bisa membimbing anak bungsunya. Ibunya hanya bisa mengantar dan menjemputnya.

Kini Arhan dalam perjalanan menuju rumah sakit, suasana hatinya sedang cerah. Ia tidak perlu membeli makanan hari ini karena Bu Amal membungkuskannya makanan. Dan akhirnya, dia memiliki pemasukan setelah beberapa hari sebelumnya yang hanya ada pengeluaran. Walau tidak terlalu banyak, tapi Arhan sangat bersyukur.

Bersyukur itulah yang paling penting, karena dengan bersyukur, kita akan merasa cukup dengan segala nikmat yang kita dapatkan.

Arhan membuka pintu kamar rawat adiknya. "Assalamu'alaikum." Kedatangan Arhan disambut meriah oleh orang-orang di sana.

"Waalaikumsalam," jawab Caca, Darel, dan Kamila hampir bersamaan.

"Yeay, Kak Arhan pulang." Suara menggemaskan milik Darel membuat hati Arhan bertambah cerah.

"Kakak bawa apa?" tanya Kamila antusias.

Arhan mendekati ketiga orang yang berkumpul, dan melayang-layangkan bungkusan yang ia bawa ke depan wajah  mereka bergantian. Ia memamerkan bau makanan yang ia bawa.

"Ayam?" Darel bertanya polos yang diangguki Arhan dengan senyuman lebar. "Yeaayyy!" Ia terlihat sangat bersemangat. Begitu pula dengan Caca, ia tersenyum manis membuat Arhan gemas. Lain dengan Kamila yang terlihat biasa saja.

"Kamila kenapa? Kok kaya gak suka," tanya Arhan lembut pada Kamila.

"Aku bosen makan ayam, Kak. Enakan yang kaya kemaren. Apa namanya itu?"

"Tempe?" Kamila mengangguk.

"Tenang aja, di sini juga ada tempe, kok." Kamila langsung merubah raut wajahnya setelah mendengar perkataan Arhan. Dapat disimpulkan, Kamila berasal dari keluarga kaya raya, Arhan menjadi merasa bersalah telah membawa Kamila.

Acara makan besar yang sederhana terjadi. Ini pertama kalinya Arhan dan adik-adiknya makan ayam setelah kepergian orang tuanya. Walaupun belum lama, tapi sangat nikmat rasanya.

"Kakak punya kabar bagus," ujar Arhan setelah makanan di kertas berwarna coklat itu tandas.

"Apa, Kak?" ujar Darel penasaran.

"Arel besok mulai sekolah!"

"Yeaaayyy!" Lagi dan lagi, Darel terlihat sangat bahagia hari ini. Arhan sangat senang melihatnya.

"Kamila gimana?" tanya Kamila polos membuat Arhan tersadar.

Arhan terdiam sejenak dan kembali bersuara. "Kamila juga boleh ikut sekolah, kok."

"Yeaaayy!" Kamila dan Darel ber-tos kompak.

"Yah, besok Kak Caca gak ada yang jagain lagi deh," ujar Caca bercanda kepada kedua anak kecil yang sedang terlihat bahagia.

"Kak Caca ikut aja!" balas Darel tanpa berpikir. "Boleh kan, Kak?" tanyanya lagi kepada Arhan.

"Jangan dong, Kak Caca kan harus istirahat.

"Yahhhh, ya udah deh. Kak Caca istirahat yang bener, ya! Biar cepet sehat," ujar Darel terlihat sedikit kecewa tapi tetap menggemaskan bagi Arhan.

"Makanya, Darel sama Kamila do'ain Kak Caca biar cepet sembuh." Arhan berkata pelan.

"Semoga Kak Caca cepet sembuh Ya Allah." Darel langsung berdoa.

"Iya, Ya Allah. Biar Kak Caca bisa ikut kita sekolah," sambung Kamila menggemaskan.

"Biar bisa main juga sama kita," tambah Darel lagi.

"Iya, biar gak tiduran mulu." Kamila tak mau kalah.

Darel dan Kamila saling bersahut-sahutan mendoakan Caca. Mereka seperti sedang mengikuti lomba berdoa.

'Semoga kebahagiaan ini berlangsung lama,' batin Arhan ikut berdoa.

💔💔💔

Pagi ini, pukul tujuh tepat, Arhan mengantarkan Darel dan Kamila ke rumah Naila. Yah, sebenarnya hati Arhan merasa tidak tenang, karena ia belum memberitahu Naila tentang Kamila sebelumnya. Semoga saja Naila bisa mengerti.

Arhan memarkirkan motornya di halaman rumah Naila tujuh menit kemudian. Darel yang posisinya paling belakang turun terlebih dahulu dari motor Arhan, dilanjutkan Kamila yang duduk di depan Arhan.

Darel dan Kamila yang sudah berpakaian rapi--Kamila mengenakan pakaian Caca yang sudah kekecilan--lengkap dengan masker yang menutupi mulut mereka berjalan menuju pintu rumah sederhana itu dan diikuti Arhan.

Tok tok tok!

"Assalamualaikum." Arhan mengetuk pintu rumah itu, tak lama kemudian, terdengar jawaban dari dalam.

"Waalaikumsalam." Pintu terbuka setengah, menampilkan sosok wanita muda cantik yang juga berpenampilan rapi.

"Kak Naila," sapa Arhan sopan.

"Eh, Mas Arhan," balas Naila. "Ini yang ganteng Darel, kan?" tanya Naila beralih kepada Darel.

"Iya Kakak Cantik, kok Kakak tau, sih?"

"Bisa aja kamu. Kan Kakak Cantik ini tau dari Mas-mu yang ganteng," jawab Naila membuat Arhan tersipu. Untungnya mata Naila tertuju pada kedua anak kecil di depan Arhan.

"Kalo yang satu ini namanya siapa?" Sekarang Naila bertanya pada Kamila.

"Kamila, Kak." jawab Kamila.

"Ya udah, masuk yuk!" ajak Naila menyuruh masuk setelah hening beberapa saat. Darel dan Kamila tanpa malu langsung masuk.

"Maaf, Kak. Temennya Darel mau ikut belajar boleh?" tanya Arhan sungkan setelah Kamila dan Darel masuk ke dalam rumah Naila.

"Boleh, kok." Naila menjawab lembut. Arhan mengembuskan napasnya, lega mendengar jawaban Naila yang tampak tidak keberatan sama sekali.

"Terima kasih, Kak. Maaf tidak mengabarkan sebelumnya."

"Iya, gak papa, saya ngerti, kok."

"Oh iya, selesainya jam berapa, Kak? Biar saya jemput."

"Mas bisa jemput jam sepuluh, ya."

"Baik, Kak. Kalo gitu saya pamit dulu, ya. Titip Darel dan Kamila."

"Gak mau masuk dulu?"

"Gak usah, Kak. Makasih sekali lagi ya, Kak. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Arhan pergi meninggalkan rumah sederhana Naila dengan motornya. Ia akan kembali ke rutinitasnya, mencari pekerjaan. Kali ini, ia akan mencari pekerjaan dengan jarak yang lebih jauh menggunakan motornya. 'Semangat Arhan! Kamu pasti bisa!'

Arhan mengendarai motornya dengan pelan, ia melajukan motor sambil memperhatikan jalan. Sesekali ia berhenti ketika melihat toko, kantor, warung, atau apa pun yang menurutnya dapat menerima kerja.

Lebih dari lima tempat sudah Arhan kunjungi, semuanya menolak menerima karyawan. Tapi Arhan  tidak akan menyerah begitu saja. Baginya sekarang, menyerah hanya untuk orang yang lemah. Dia tidak akan berpikir untuk menyerah seperti saat mengetahui ibunya meninggal. Dia punya tanggung jawab, dia menanggung masa depan adik-adiknya tersayang. Dia bukan orang lemah!

Yang harus Arhan lakukan saat ini adalah usaha, terus berusaha. Karena hasil itu didapatkan dari usaha. Jika tidak ada usaha maka jangan mengharapkan hasil. Kalau belum berhasil maka tingkatkanlah usaha.

Intinya adalah berusaha terus dan lupakan kata menyerah.

*

*

*

*

*

Hai Hai Hai, gimana nih part ini? Suka gak? Semoga kalian suka yaa....

Bantu aku dong, vote, komen dan share cerita ini...

Bantu krisar yaa, biar ke depannya aku bisa lebih baik lagi...

Jangan lupa follow aku, yaa

Spam Next kuyy! Biar aku semangat...

Semoga kita salalu dalam keadaan sehat wal afiat lahir batin... Aamiin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro