Tiga Buah Piring

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab 2 Tiga Buah Piring

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS Al Baqarah [2] : 286).

"Tunggu!" ulang Alisha.

"Bodoh! Mana mungkin dia menoleh," ucap Alisha lirih.

Alisha berbalik badan dan kembali duduk di tempat duduknya menanti dosennya datang. Sementara itu Adam justru merasa mendengar suara seseorang sedang menyuruhnya berhenti namun ketika ia menoleh tak menemukan siapapun. Adam menggosok gosok lehernya dengan sebelah tangan sembari merutuki dirinya sendiri.

"Argh... sepertinya aku berhalusinasi," gumam Adam.

Adam berjalan cepat menuju ruangan dosen untuk menemui dosen pembimbingnya. Ia mengeluarkan sebuah proposal lalu menyodorkan kepada dosen pembimbingnya.

Toktoktok

"Siang Pak," sapa Adam.

"Siang Dam, duduklah."

Dosen tersebut meraih proposal yang disodorkan Adam lalu membacanya dengan teliti.

Setelah hampir tiga puluh menit berdiskusi dan mencapai kesepakatan Adam pun pamit pulang.

"Terimakasih banyak atas waktunya Pak, saya permisi dulu. Assalamu'alaikum," ucap Adam sembari beranjak dari tempat duduknya.

Adam berjalan dengan langkah kaki cepat menuju ke area parkir. Ia mengenakan jaket dan helm lalu mengendarai motornya keluar kampus. Ia lantas menuju ke tempat kerjanya yakni sebuah bengkel milik Yusuf. Suasana bengekel amat ramai saat itu, bengkel yang biasanya tutup jam tiga sore hari ini tutup jam lima karena banyaknya pelanggan yang datang.

Pukul lima kurang sepuluh menit Adam suda menyelesaikan pekerjaannya. Ia pun bergegas untuk bersiap pulang.

Dua puluh menit perjalanan waktu yang Adam butuhkan untuk menuju rumahnya. Bukan-bukan, lebih tepatnya rumah pamannya karena saat ini ia dan ibunya tinggal di rumah pamannya.

"Assalamu'alaikum," ucap Adam yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Walaikum salam," sahut sang ibu yang sedang menyiapkan makanan di atas meja.

"Baru pulang nak?" sapa sang ibu sembari mengusap lembut kepala Adam yang saat itu sedang menunduk mencium punggung tangannya.

"Iya Bu, tadi dari kampus Adam langsung ke bengkel. Kebetulan bengkel rame jadi baru bisa tutup jam lima," jelas Adam.

Sang ibu mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda jika mengerti.

"Begitu rupanya, segeralah mandi nak sebentar lagi buka puasa."

"Baik Bu," ucap Adam berlalu pergi.

Suara beduk adzan mulai terdengar, para penghuni rumah pun satu persatu mengisi kursi di ruang makan tak terkecuali Adam yang saat ini sudah terlihat segar. Sang paman memimpin do'a sebelum berbuka puasa lalu mempersilahkan seluruh anggota keluarga untuk berbuka puasa. Mereka makan dengan khidmad, hingga sebuah suara memecah keheningan.

"Adam, Abang boleh minta tolong tidak?" ucap Fahri yang membuat seluruh mata tertuju padanya.

"Boleh, minta tolong apa Bang?" tanya Adam sembari meletakkan sendoknya.

"Begini Dam, di klinik Abang petugas kebersihannya minta resign karena mau pulang kampung. Nah, Abang minta tolong kamu buat gantiin ya?" jelas Fahri.

Adam menoleh ke arah sang ibu mencoba meminta persetujuan dari sang ibu. Perempuan paruh baya dengan jilbab warna navy itu memandang sang putra dengan teduh lalu menganggukkan kepala pelan yang di sambut senyuman tipis oleh Adam.

"Boleh, tak apa. Tapi aku hanya bisa membantu ketika aku sudah pulang dari bengkel dan hari minggu saja. Bagaimana menurut Abang?" ucap Adam meminta persetujuan.

"Tak apa Dam, aku setuju," jawab Fahri.

"Bagus deh, kamu harus rajin Dam. Apa-apa sekarang mahal. Bayar listrik naik, PDAM naik, harga sembako naik belum lagi harga kebutuhan lainnya yang juga ikut naik," sindir wanita yang akrab dipanggil Mila itu.

"Iya Bi, Adam mengerti. Maaf jika Adam belum bisa membantu bibi," tukas Adam.

Sejujurnya hati Adam kesal mendengar sindiran sang bibi namun demi menghormati pamannya Adam menyimpannya di dalam hati dan terpaksa mengalah.

"Bu, mbokya jangan gitu to ngomongnya, kasihan Adam," tegur Ilham kepada sang istri.

"Bapak ki piye to? Wong ibu itu kan hanya memberitahu saja biar Adam itu tahu diri terus semangat kerjanya dan segera lulus kuliah gitu loh," sanggah Mila yang tak mau kalah.

"Tidak apa-apa Paman, Bibi benar harusnya Adam lebih giat lagi supaya cepat lulus dan segera punya pekerjaan yang layak."

"Nah benar itu! Kapan kamu akan lulus? supaya kamu segera bekerja," cecar Mila.

"Iya Bi, saya usahakan secepatnya."

"Adam, perkataan bibimu jangan diambil hati ya." Ilham mencoba memberi pengertian Adam. Adam hanya menjawabnya dengan anggukan kepala sembari tersenyum.

"Baiklah ayo kita sholat magrib berjama'ah." Ilham mengajak seluruh anggota keluarganya untuk sholat berjama'ah.

***

Alisha langsung pulang begitu kelas terakhir berakhir. Seperti biasa ia dijemput oleh sopir yang dipekerjakan khusus mengantar dan menjemput Alisha.

Alisha segera turun dari mobil begitu mobil yang ia tumpangi berhenti tepat di depan rumah. Alisha masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan sang ibu. Ia tersenyum melihat sosok yang ia cari sedang menyiapkan makanan di atas meja makan. Dengan langkah cepat ia menghampiri sang ibu lalu menyapanya.

"Tumben Mama sudah pulang?" sapa Alisha kepada sang ibu.

"Sengaja sih, Mama pengen denger cerita putri Mama yang baru masuk kuliah."

Alisha tersenyum menanggapi ucapan sang ibu. "Alisha ganti baju dulu sebentar ya Ma," seru Alisha seraya berlari menaiki anak tangga.

Alisha meletakkan tas di sofa lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan dan kembali berlari menuruni anak tangga hendak membantu ibunya.

"Sini ma biar Alisha saja yang bantuin," ucap Alisha menawarkan bantun.

Alisha mengambil tiga piring lalu ia letakkan di atas meja. Satu piring ia letakkan di tempat biasa ia duduk, satu lagi untuk sang ibu dan yang terakhir ia letakkan di tempat sang kakak.

"Loh! kenapa piringnya tiga nak?" tanya Maria heran.

"Ishh, Mama ini bagaimana sih. Kan satu untuk Alisha, satu lagi buat mama dan yang satu itu buat Mas Bayu. Jadi pas kan Ma?" ucap Alisha menjelaskan.

Maria tersenyum tipis sembari mengangguk kecil melihat tiga buah piring yang tertata di atas meja tersebut. Hatinya nelangsa, ia tidak bisa membayangkan bagaimana respon Alisha jika ia menegurnya. Ia yakin putrinya itu akan murung dan kembali bersedih jika mengingat tentang kakaknya. Maria memilih diam meski dirinya pun sebenarnya sedih.

"Ma, ayo makan."

"Ma, ayo makan," ulang Alisha yang membuat sang ibu tersadar.

"Ah i-iya Sayang ada apa?" ucap Maria gelagapan.

"Mama kenapa diam saja? Mama sedih ya?" tanya Alisha sembari mengamati wajah sang ibu.

Maria menggelengkan kepalanya perlahan, ia menarik garis bibirnya hingga menunjukkan sebuah senyuman tipis.

"Tidak apa-apa Sayang, Mama hanya sedang teringat pekerjaan saja tadi," elak sang ibu.

Bersambung....

Wohaaaa...
Gimana menurut kalian?
Kira-kira mama sedih kenapa ya guys?
Dan Bayu dimana?

Yukkk komen!!!

Jangan lupa Follow dan juga klik gambar bintangnya dan masukin novel ini ke dalam reading list kalian yak...

Terimakasi...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro