5 : TETAPLAH JADI WANITAKU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Setelah mengucapkan beberapa kalimat yang sejujurnya sangat pedas untuk didengarkan, Rama segera memacu kendaraannya meninggalkan taman kota. Hatinya benar-benar kacau dan bahkan sakit hati dengan apa yang dikatakan Sinta. Dia melajukan mobilnya dengan amarah yang nyaris meledak. Tapi ketika sampai pada sebuah perempatan yang kebetulan sedang menyala lampu merah, tiba-tiba kesadarannya seperti muncul.

Sejujurnya, diapun sangat menyesali ucapan kasarnya pada Sinta. Tapi, hei .... Bukankah Sinta punya alasan mengapa dia ngotot putus ? Dan seketika ingatannya kembali pada wajah Sinta yang tadi menatapnya dengan penuh luka, saat dia mengatakan bahwa gadis itu memang tak pantas untuk dipertahankan.

Maka tanpa berpikir dua kali, Rama kembali memutar kendali mobilnya menuju ke taman kota. Dia berniat kembali menemui Sinta, dia akan meminta maaf karena telah berkata kasar, dan akan meminta agar gadisnya itu tetap berada di sisinya, apapun yang terjadi.

Sesampainya di taman kota, Rama segera turun dari mobilnya. Pandangannya celingukan mencari keberadaan Sinta. Dan sejenak kemudian, Rama tersenyum lega meski hatinya masih kacau, karena di sebuah kursi taman, terlihat Sinta duduk termenung. Tatapan matanya kosong.

Maka sekonyong – konyong Rama mendekati Sinta dengan hati yang ikut teriris karena Sinta kelihatan demikian mengenaskan.

"Sin ...", Rama memanggil Sinta dengan suara lirih dan nada bergetar.

Sinta spontan menoleh ketika didengarnya suara memanggil namanya. Dan gadis itu demikian shock demi dilihatnya Rama kembali berada di sini.

"Ram ?", tak sadar Sinta bergumam lirih.

"Ya, ini aku", Rama menjawab lirih.

Lalu dengan langkahnya yang lebar dia segera menghampiri Sinta, kemudian dengan hati yang sama sakitnya dengan Sinta, diraihnya perempuan itu ke dalam pelukannya. Didekapnya erat, seolah tak ingin lagi melepasnya.

Sinta yang seiyanya gamang, seketika menangis dalam dekapan Rama. Keduanya menangis.

"Maafkan aku, Sinta ! Maafkan kata kasarku tadi, aku menyesal", kata Rama lirih.

Dalam dekapannya, Sinta menggeleng.

"Kamu benar, Rama. Aku memang tak pantas dipertahankan", jawab Sinta lirih dan terbata

Rama menggeleng.

Direnggangkannya pelukannya, diraupnya kedua sisi wajah Sinta yang sembab.

"Kamu perempuan terbaik yang pernah kutemui. Jadi apapun, aku akan tetap mempertahankanmu"

Sinta terkesiap.

"Tapi, Ram ..."

Rama menggeleng tegas.

"Tidak ada kata tapi dalam hubungan kita, Sinta. Apapun yang terjadi, aku tak akan meninggalkan kamu, asal kamu janji .... Kamu nggak akan ninggalin aku"

Sinta gamang. Hatinya bimbang.

"Tak semudah yang kita inginkan, Ram"

"Memang, tapi berjanjilah bahwa kamu akan selalu ada di sisiku"

Sinta menatap jauh ke kedalaman mata Rama. Dan selalu saja Sinta tak pernah menemukan kebohongan di sana, membuatnya semakin merasa kotor. Karena pada akhirnya dia yang berbohong, dia yang menyembunyikan sesuatu.

"Apa aku pantas ?", Sinta bertanya lirih.

"Ya, kamu selalu pantas untukku", bisik Rama mengangguk mantab.

Sinta menggeleng sendu.

'Apakah kamu akan tetap mencintai aku jika tahu yang sebenarnya ?', Sinta ingin mengungkapkan apa yang terbetik di hatinya, tapi mulutnya seperti terkunci. Hingga tak satupun kata terucap.

"Kamu tak mau lagi berada di sisiku ?"

Sinta menggeleng.

"Aku terlalu mencintaimu, Ram. Hingga aku tak sanggup jika hidup tanpamu. Tapi akan ada banyak hal sulit yang kita temui di kemudian hari", Sinta mengurai lirih.

Rama menggeleng.

"Aku hanya butuh kata bahwa kamu mencintai aku, dan aku akan mampu menghadapi badai sebesar apapun", kata Rama lirih.

Sinta masih menatapnya ragu, tapi kemudian mengangguk.

"Tetaplah ada untukku, Sinta", Rama kembali membawa Sinta ke dalam pelukannya yang ketat dan posesif, membuat Sinta semakin merasa tak pantas untuk lelaki sebaik Rama.

Hingga dia hanya sanggup mengangguk, meski hatinya gamang.

Tapi di ujung taman yang lain, seorang lelaki yang tadi hendak melangkah mendekati Sinta, spontan mengurungkan niatnya ketika dilihatnya Sinta kembali bersama lelakinya.

Dia semakin geram dan marah sendirian.

_oOo_

Rafael PoV

Ini entah sore yang ke berapa, aku lupa. Karena semenjak senin pagi yang Sinta tak masuk kantor itu, aku selalu keliling kota untuk mencoba menemukannya. Konyol memang, tapi aku tak merasa lega sebelum menemukannya.

Hingga sore ini, ketika aku iseng ke taman kota. Turun dari mobil yang kupatkir di bawah pohon, aku mencari udara segar.

Tak peduli dengan pakaianku yang masih menggunakan baju kerja tadi pagi, tak peduli dengan diriku yang belum pulang ke rumah meski untuk mandi, aku nekad ke taman kota. Siapa tahu ada Sinta disini.

Kuedarkan pandanganku.

Beberapa pasangan muda mudi yang melintas dengan mesra membuat hatiku sedikit tercubit. Aku hanya bisa tersenyum miris.

Tapi langkah lebar seorang laki-laki mampu membuatku berdebar. Dia ? Bukankah itu .... Rama, ya, dia adalah Rama kekasih Sinta. Lalu mau kemana dia dengan langkah tergesanya itu ? Maka dengan hati penasaran, aku mengikuti langkahnya meski dengan jarak yang agak jauh..

Tapi yang kini tersuguh di depan mataku sungguh telah membuat jantungku berdebar melebihi kapasitas normalnya. Karena disana, di sisi taman kota ini kudapati Rama menemui seorang perempuan.

Perempuan ?

Tapi yang tak kalah mendebarkan adalah saat aku menyadari bahwa perempuan itu adalah sosok yang kucari seminggu ini. Ya, Rama memang menemui Sinta. Lalu aku mencari tempat yntuk bisa memantau mereka tanpa mereka tahu.

Kulihat keduanya berbincang. Rama dengan ekspresi riangnya, dan Sinta dengan kemurungannya. Tapi beberapa saat kemudian, keduanya terlihat bersitegang, bahkan Rama bergegas meninggalkan Sinta dalam tangisnya yang tertahan.

Sialan !!!

Mengapa aku justru merasakan sakit, seolah aku tahu apa yang dirasakan Sinta ? Kulihat Rama menjauh, dan aku harus mendekatinya, mengajaknya berbicara ke mana saja seminggu ini menghilang, dan mengapa dia meninggalkan aku di villa malam itu.

Eits, tunggu !

Apa iya Sinta mau menemui aku, apalagi ini di tempat umum ? Mengingat kelakuanku, aku ragu dia sudi menemui aku.

Tapi ....

Tidak !!! Apapun yang terjadi aku harus menemuinya sebagai konsekuensi kelakuanku. Aku harus meminta maaf, harus berusaha meluruskan mengapa aku nekad melakukan hal itu, tentu karena aku .... aku sangat menginginkan dirinya.

Menjadi milikku !

Untukku !

Hanya untukku !

Aku bergegas dengan langkah lebar hendak mengikuti langkah Sinta yang berjalan pelang meninggalkan tempatnya semula. Aku merasa ada sesuatu yang membuatnya semakin terguncang.

Sialan, Rama !

Beraninya dia membuat perempuan impianku ini bersedih. Pada jarak beberapa meter di depan, aku nyaris mendapatkannya, ketika seorang laki-laki yang tiba-tiba mendekat ke arah Sinta. Yang entah bagaimana, laki-laki itu kulihat meraih Sinta ke dalam dekapannya. Kulihat keduanya tergugu, dalam guncangan emosi.

Dan ...

Sungguh, aku merasa sakit melihat mereka berpelukan. Aku marah karena ternyata Rama kembali pada Sinta. Aku benci karena Sinta sepertinya tak menolak kehadiran Rama. Aku muak melihat merka punya cinta yang tangguh.

Aku cemburu ... karena aku merasa bahwa seharusnya aku yang memeluk Sinta.

Meski aku sadar, kecemburuanku salah dan tidak pada tempatnya.

Tapi persetan !!

Karena nyatanya aku tak sanggup menepis hasratku untuk memiliki Sinta !

Dan Rama ? Apapun kondisinya, aku harus membuat mereka terpisah. Harus !!!

Kesal, aku meninggalkan pasangan yang sedang kasmaran itu.

Dalam hati aku berkata, 'Nikmatilah kebersamaan kalian, karena mau tidak mau, Sinta akan menjadi milikku"

Aku tersenyum smirk.

_oOo_

Sinta PoV

Aku tak tahu mengapa aku mengangguk ketika Rama kembali hadir dalam kehidupanku, sore tadi. Setelah perdebatan karena aku menginginkan perpisahan, dia meninggalkan aku. Dengan rasa marah yang tak pernah aku lihat sebelumnya.

Aku terpuruk oleh keputusanku sendiri. Karena sejujurnya, aku nyaris tak mampu menghadapi hari tanpa kehadirannya yang selalu penuh cinta.

Tapi ketika aku ingat dengan keadaanku sekarang, aku semakin gamang. Ya, setelah Rama kembali memintaku untuk tetap berada di sisinya, yang kusanggupi dalam keadaan bimbang, dia membawaku makan malam.

Sungguh, perdebatan kami membuatku lapar sebenarnya. Semua menguras pikiranku. Di warung lesehan mewah langganan kami, Rama membawaku.

Sepanjang acara makan, dia tak hentinya menatapku, seolah mengorek isi kepalaku hingga menginginkan putus. Selama perjalanan pulang ke tempat Anis, kami terkurung dalam suasana diam. Bahkan ketika akhirnya kami sampai, Rama dan mematikan mesin mobilnya.

Aku hendak turun, ketika dia mencekal lenganku, menahan langkahku.

"Kenapa, Ram ?"

"Cukup sekali ini kita berdebat tentang perpisahan, Sinta. Aku tak mau lagi mendengar kamu minta putus, karena aku tak akan mengabulkannya", kata Rama sambil menatap manik mataku, tajam.

Dan sebagai jawabannya, aku hanya tersenyum.

"Kita tak bisa memaksakan takdir kan ?", akhirnya aku mengungkapkan kegamanganku.

"Selama kamu mencintai aku, dan aku mencintai kamu, kita akan mengubah takdir", jawab Rama tegas meski suaranya lirih.

Aku hanya tersenyum.

"Selamat malam, Ram", ucapku.

Dan lelakiku ini, Rama, selalu melakukan hal paling manis jika hendak berpisah denganku. Diusapnya pipiku dengan punggung tangannya yang lembut.

"Sinta ... ", panggilnya lembut.

Aku menatapnya dalam tanya yang tak kuungkap.

"Tetaplah menjadi wanitaku", Rama meminta dengan tatapan lembutnya.

Dan sungguh, ini bukan seperti uforia kebahagiaan seperti yang seharusnya dirasakan seorang perempuan ketika ditembak lelaki impiannya. Karena ini bahkan menjelma menjadi godam duri yang menghantam ragaku.

Aku kembali tersenyum.

"Terima kasih sudah mengantar aku ke sini, Ram"

Dia mengangguk.

"Senin nanti aku akan menjemputmu berangkat kerja. Di sini apa ke apartemenmu ?"

Aku terdiam.

"Ke apartemen saja"

Rama mengangguk dan tersenyum.

"Selamat malam, Sinta"

"Selamat malam, Ram"

Aku turun dari mobilnya dan berjalan menuju teras tempat kost Anis. Berhenti untuk melepas kepulangan Rama. Ketika mobilnya beranjak menjauh dari depan rumah Anis ini, kulihat dia masih melambaikan tangannya dengan senyum paling manis dan memabukkan yang selalu diberikannya untukku.

'Tuhan, pantaskah aku jadi wanitanya ?'

_ oOo_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#cinta