25: Begging To Stay

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

| UNEDITED |

"Jil." Marcus memanggil Jilly yang sedang melamun di beanbag ruang tamu. Entah sudah berapa lama Jilly melamun, tapi setiap kali Marcus memperhatikannya, dia selalu saja melamun dan itu membuatnya khawatir.

"Hmm?" Jawabnya masih dengan menatap tidak jelas. Marcus menghela napas berat melihat sahabatnya yang seperti itu. Dia datang ke Chicago bukan untuk melihat Jilly melamun karena seorang pria. Dia berharap untuk bisa bersenang-senang selama dirinya berada di Chicago. Dan ini sudah dua hari setelah malam itu. Jilly belum juga keluar dari apartemen. Sedangkan dirinya hanya keluar apartemen jika dia pergi ke gym.

"Makan di luar mau?" Marcus menawarkan. "Kita makan di resto favourite yang ada di Downtown gimana? Gue yang nyetir." Marcus terus memberi saran. Dia hanya ingin membuat Jilly untuk berjalan di luar apartemen. Dia sudah bosan mendengar ponsel yang dibiarkan berdering begitu saja. Dan Jilly pun terus menolak pekerjaan yang datang, walaupun sudah di iming-imingkan bayaran mahal. Anehnya, sampai sekarang Kook belum juga menyadari kondisi Jilly saat ini.

"Milkshake?" Marcus mengangguk dengan cepat mendengar Jilly merespon dirinya. Lalu bibirnya tersenyum lebar saat melihat Jilly bangun dari beanbag. Itu artinya dia setuju dengan tawarannya.

Setelah Jilly bersiap-siap, dia menyerahkan kunci mobilnya kepada Marcus. Tentu saja dia tidak membiarkan Marcus mengendarai mobil kesayangannya Aston Martin Vanquish, dia membiarkan Marcus mengendarai mobil SUV Range Rover miliknya.

"Gue kira lo akan membiarkan gue akhirnya mengendarai Vanquish." Marcus berkomentar saat mereka sampai di garasi bawah tanah.

"Ya, gak mungkin gue membiarkan itu." Balas Jilly.

Mereka memasuki mobil dan Marcus langsung mengendarai mobil ke restoran favourite mereka. Dia sudah tahu dimana tempatnya, itu sebabnya dia bilang favourite. Karena mereka sering makan disana setiap ada kesempatan.

-

Tempat ini bisa dikatakan bukan seperti restoran biasanya. Ini adalah percampuran antara kafe dan juga resto. Tapi harganya seperti restoran bintang lima, jadi jarang sekali untuk melihat remaja-remaja ataupun orang tua yang membawa anaknya.

Mereka mendapat tempat duduk dibelakang bar kafe yang berada ditengah resto. Untunglah mereka bisa mendapatkan tempat yang lebih tersembunyi, karena Jilly sedang tidak mau untuk diperhatikan dengan orang-orang.

"Satu Party Milkshake dan Burger." Marcus langsung memasankan untuk mereka berdua sesaat setelah pelayan wanita mendatangi meja mereka. Melihat Jilly yang seperti tidak tertarik untuk datang ke sini, tapi dia tetap datang membuat Marcus harus sedikit lebih memperhatikannya.

"Ada lagi tambahan pesanannya?" Tanya pelayan wanita tersebut.

"Itu saja." Jawab Marcus. Untuk masalah minumannya, mereka sudah dapat air putih yang bisa di refill.

"Oke." Setelah itu pelayan wanita tersebut pergi meninggalkan meja mereka.

Marcus kembali menatap Jilly yang sekarang seperti gumpalan bola diatas kursi. Kaki yang ia taikkan ke atas kursi dan lutut yang ia peluk. Ditambah Jilly juga hanya menggunakan hoodie berukuran besar dan rok pendek yang tidak terlihat karena tertutup dengan hoodie tersebut.

"Jilly, lo keliatan kayak gembel tau gak?" Marcus menyeletuk. Bahkan itupun tidak dihiraukan oleh Jilly. Dia tetap saja berdiam diri dikursinya sampai pesanan mereka datang.

Party Milkshake, minuman blended yang sangat ramai dengan hiasannya. Milkshake-nya sendirinya hanya milkshake klasik rasa vanila. Tapi hiasannya mulai dari permen lolli, kembang gula, dan cereal. Entah kenapa itu selalu mengundang perhatian, terutama anak kecil.

Mereka menghabiskan makanan mereka dan setelah itu mereka kembali ke apartemen Jilly.

Walaupun setelah satu gelas Party Milkshake, mood Jilly belum juga berubah. Masah saja sedih dan juga pendiam. Marcus sudah kehabisan cara untuk membuat Jilly kembali seperti Jilly yang ia kenal.

"Tungguin gue di lobi, oke?" Marcus memesan. Jilly meminta untuk diturunkan didepan, karena dia malas masuk ke tempat parkir. Jadi, mau tidak mau Marcus menurunkannya didepan bangunan apartemen.

Tanpa menjawab, Jilly keluar dari mobil dan dengan malas berjalan memasuki bangunan apartemen. Dia awalnya tidak mempedulikan sekitar lobi, tapi dengan seketika dia berhenti ditempat.

"Apa yang dia lakukan disini?" Jilly menolehkan kepalanya kepada penjaga yang sedang berjaga saat ini. Dia bertanya dengan nada suara yang berat dan juga menatapnya dengan tidak bersahabat. "Apa kamu tidak mendengar perintah saya?!"

"Maaf, Ma'am. Saya sudah mencoba untuk menyuruhnya pergi, tapi dia kukuh untuk tinggal dan menunggu anda, Ma'am." Penjaga tersebut menjelaskan dengan kepala yang ditundukkan. Dia tidak berani untuk menatap Jilly saat dia sedang marah. Itu sama saja misi bunuh diri.

"Saya tidak peduli. Saya mau dia pergi dari bangunan ini. Kamu mengerti?" Penjaga tersebut menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Dia langsung bergerak dan menghampiri pria yang mungkin sudah tidak sadarkan diri di sofa tunggu lobi.

"Pak." Penjaga tersebut mencoba untuk membangunkan pria yang berlumuran darah dan juga sudah terlihat babak belur itu. Dia merasa berat hati untuk membangunkannya. Tapi, perintah adalah perintah dan dia harus menjalankannya.

"Jilly." Pria tersebut mencoba untuk membuka matanya dan berusaha untuk membangunkan dirinya.

"Pulanglah, Cayne. Pergi ke rumah sakit ataupun ke rumah Lincoln, disini bukan tempat lo." Jilly berkata dengan tegas. Dia bahkan tidak melihat kearahnya, karena dia tidak bisa membawa dirinya untuk menatap Cayne.

Tapi Cayne tetap kukuh dan mencoba untuk berjalan kepada Jilly dikondisi seperti dia sekarang, babak belur dan juga berlumuran darah. Bahkan darah yang masih segar terus berkeluaran dari lengannya. Dengan berjalan pincang, Cayne akhirnya berhadapan dengan Jilly.

"Tunggu, lo siapa?" Marcus tiba-tiba muncul di lobi. "Oh, Cayne." Setelah dia melihatnya dengan seksama, dia bisa tahu siapa orang tersebut.

"Lo terlihat seperti sedang sekarat." Marcus menyeletuk. Cayne meringis kesakitan saat mencoba untuk memindahkan kakinya.

Cayne mencoba untuk menyentuh tangan Jilly. Tangannya bergerak dengan sangat perlahan. "Jangan suruh gue untuk pergi, Jilly. Gue butuh lo."

"Panggilin taxi, Marcus. Suruh dia pulang." Jilly menyuruhnya. Tapi Marcus tidak yakin kalau dia harus melakukan itu dengan kondisi Cayne yang seperti ini.

"Jilly, gue rasa dia butuh untuk diobatin." Marcus menjawab Jilly. Dia meneguk air liurnya dengan tegang, melihat antara Jilly dan juga Cayne.

"Ya, makanya lo cariin dia taxi sekarang juga atau lo anter dia pulang, terserah lo aja mau yang mana."

Bugh!

Suara tersebut membuat keduanya melihat ke suara tersebut. Mereka melihat Cayne yang terjatuh ke lantai di lututnya. Marcus terlihat khawatir dengan kondisi Cayne saat ini. Dia memang tidak menyukai Cayne karena telah menyakiti sahabatnya, tapi dia juga tidak bisa melihat seseorang sekarang dihadapannya.

"Gue mohon, Jilly. Gue butuh lo, maafin gue." Cayne terisak, menahan rasa sakit disekujur tubuhnya dan juga sakit didalam hatinya. "Maafin gue, Jilly. Please." Cayne meraup kaki Jilly dan terus memohon.

Dirinya tidak peduli dengan kondisinya sendiri. Yang ia pedulikan adalah Jilly untuk memaafkannya. Dia akan terus meminta dan memohon sampai Jilly memaafkannya. Dia tidak bisa kehilangan Jilly lagi, dia membutuhnya wanitanya kembali.

"Jilly, ayolah. Kita bawa dia keatas dan obatin dia. Lo gak mau kan dia mati ditangan lo." Marcus terus membujuk Jilly. Melihat seorang pria yang meminta maaf di lututnya dan juga dalam kondisi yang babak belur. Dia tidak tahu apa lagi yang akan membuat Jilly untuk memaafkannya.

Jilly mengeluarkan napas yang sesak dan sejenak menutup matanya. Lalu akhirnya, dia mengambil lengan atas Cayne.

"Bangun." Jilly menyuruhnya sambil memegangi lengannya. Melihat tubuh Cayne yang juga ikut melemas dalam hitungan waktu, Jilly menatap Marcus dan dia langsung tahu apa yang harus dia lakukan. Marcus mengambi lengan Cayne yang satunya lagi, lalu mereka mengangkatnya untuk berdiri sebisanya. Dan membawanya menaiki lift untuk sampai ke apartemen Jilly.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro