27: Hurt Is Right

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

| UNEDITED |

Saat Jilly bilang dia ada pekerjaan, yang ia maksud adalah mengecek ruang CCTV. Karena salah satu staff-nya berkata kalau sistemnya bermasalah dan dia harus segera memeriksanya. Hal seperti itu merupakan hal penting. Dengan berapa yang penghuni bayar untuk unit apartrmennya, semua hal Jilly perhatikan secara detail.

Sampai di lantai bawah, Jilly melihat Kook memasuki apartemen. Dia mengerutkan dahinya dengan bingung. Apa yang dia lakukan di sini? Berpikir lagi, Jilly tidak mengundangnya untuk datang.

"Sini lo gue mau ngomong." Kook melambaikan tangannya, menyuruh Jilly untuk datang kepadanya.

"Lo ngapain disini? Mau nginep? Kamar gue penuh. Numpang aja sana di apartemen pacar lo itu." Balas Jilly dengan ketus. "Udah, gue ada kerjaan." Jilly melengos dan bersiap untuk pergi. Tapi dia merasakan tanggannya yang dipegang oleh Kook dan membuatnya menetap.

"Dimana dia?" Kook bertanya dengan wajah serius. Jilly tahu siapa yang ditanyakan oleh Kook.

"Sama Marcus." Dengan begitu, Kook langsung pergi tanpa berkata apa-apa lagi dan dilihat dari waut wajahnya, dia tidak terlihat senang. Tapi Jilly tidak menahannya, dia malah membiarkannya pergi begitu saja.

Sedangkan Jilly melanjutkan perjalanannya menuju ruang CCTV.

Di dalam lift, Kook sudah menahan amarahnya. Bisa-bisanya Cayne melakukan ini kepada adiknya. Dan dia tidak habis pikir dengan Katie yang tidak tahu caranya untuk berbalas budi.

Saat lift berhenti dan sampai di lantai tujuannya, Kook berjalan dengan cepat hampir seperti berlari. Dia sudah tidak tahan untuk meluncurkan tangannya ke wajah tampan Cayne itu.

Tanpa mengetuk pintu lagi, Kook langsung saja mendorong pintu apartemen Jilly dengan tidak santai. Dia tidak akan diam saja mengetahui adiknya disakiti oleh pria yang tidak berperasaan.

"Dimana lo Cayne!!" Teriak Kook dari ruang tamu. Dia tidak melihat seorangpun berada di pandangan matanya.

Mata Marcus terbelalak mendengar suara Kook dari luar ruang teater. Ruangan tersebut memang kedap suara, tapi dia masih bisa mendengar suara dari luar ruangan dengan sedikit tidak jelas. Marcus panik ketika dia mengetahui Kook berada di dalam apartemen.

Marcus melirik Cayne yang masih memejamkan matanya, tapi mulutnya terus meracau.

Setelah cukup lama dia menatapnya, Marcus memutuskan untuk bangun dari sofa dan berjalan keluar. Dia tidak tahu apa yang harus dia harapkan di luar sana menghadapi Kook, tapi dia akan menghadapinya.

Menutup pintu dibelakangnya, dia masih memunggungi pintu, tidak berani untuk bergerak. Tapi mungkin suara pintu tersebut mengeluarkan suara yang besar dan itu mendapatkan perhatian Kook. Marcus tidak percaya kalau dirinyalah yang harus menghadapi Kook untuk pria bajingan seperti Cayne.

"Marcus, biarkan gue masuk." Kook berkata dengan nada suara tajam dan juga tatapan yang bisa membunuh seseorang.

"Tenanglah, Kook. Lo mau ngapain ke sini? Kalo adik lo tau dia pasti marah." Marcus berkata, dia mencoba untuk menenangkan Kook yang siap untuk menghajar Cayne atau siapapun yang berdiri menghalanginya, termasuk dirinya.

Kook tertawa garing yang membuat sekujur tubuh merinding. "Jilly maksud lo? Gue ketemu dia dibawah tadi dan dia membiarkan gue pergi, lo liat sekarang gue disini." Dia tersenyum sinis kepada Marcus.

Marcus tentu saja terkejut dan matanya terbelalak. Jilly membiarkannya saja pergi? Apa dia mau melihat kekasihnya dibunuh ditangan Kakaknya sendiri? Marcus tidak habis pikir saat ini.

"Dia lagi gak sadarkan diri. Lo bisa balik lagi kalo dia udah sadar." Marcus mencoba berkata.

"Kenapa dia? Sekarat?" Marcus menganggukkan kepalanya. Dia bahkan tidak mau memberi pemanis dalam jawabannya. Lalu Kook mendengus dan berpikir Cayne pantas mendapatkannya.

"Gue mau masuk dan lo jangan halangin gue." Kook mengancamnya, menunjuk wajah Marcus dengan tatapan serius. Sudah begitu, Marcus berpindah dari depan pintu dan membiarkannya lewat. Tidak ada gunanya menghalangi dia juga.

"Lo pikir dengan dateng dalam keadaan seperti ini akan membuat adik gue jadi kasihan sama lo?" Kook bersuara dengan nada sinis. Dia bahkan merasa muak dengan tingkah Cayne saat ini.

Terkejut mendemgar suara Kook, Cayne dengan mata yang membulat sempurna perlahan membalikkan badannya sambil menahan rasa sakit.

"She's good in bed, huh?" Kook bertanya dengan angkuh, tapi nada bicaranya terdengar kesal. Di satu sisi dia kesal karena Cayne meniduri wanita yang sedang ia dekati, hal lainnya adalah karena dia telah menyakiti adiknya sekali lagi. Tapi Kook paling marah dengan apa yang telah Cayne lakukan kepada adiknya. Dia masa bodo dengan Katie, dia hanya seorang wanita lain dalam hidupnya selain Ibu dan Adiknya.

"Lo harus pergi dari sini sekarang dan gue gak mau dengar alasan apapun. Gue ngelarang lo buat ngedeketin adik gue lagi. Lo bisa pergi ke apartemen Katie, minta bantuan dia. Tapi jangan lo harap gue akan ngebiarin lo ngedeketin Jilly lagi. Lo dengar itu, Cayne? Gue dengar Gael sangat mencintai Jilly. Gue harusnya ngasih restu ke dia, bukan lo."

"Pergi lo dari sini sekarang juga!" Kook mengarahkan tangannya ke pintu teater. Memberitahu kalau dia harus pergi dan Kook tidak akan mentolerir tindakan selanjutnya dari Cayne.

"Marcus! Bawa nih orang pergi dari sini sekarang juga." Kook berteriak memanggil Marcus. "Dan lo pastiin dia benar-benar pergi dari sini atau lo yang gue larang untuk datang ke sini lagi." Dia menyuruh Marcus, tapi pada akhirnya malah Marcus yang kena getahnya juga.

Tanpa bersuara, hanya menganggukkan kepala, Marcus berjalan mendekati Cayne.

"Gue gak akan pergi dari sini Kook. Gue cinta sama adik lo! Gue gak akan ngebiarin pria lain memilikinya selain gue. Gue gak peduli kalau lo gak ngerestuin gue, keputusan ada ditangan Jilly, bukan lo." Cayne melawan, membela dirinya. Karena dia juga tidak akan tinggal diam saja saat dirinya dibuang begitu saja.

Kook mengangkat alisnya dengan tidak impresif.

"Lo pergi sekarang atau perlu gue panggil Katie buat lo? Gue liat lo rasanya gak bisa jalan sendiri, lo butuh bantuan. Ya?" Dengan begitu Kook mengambil ponselnya dari dalam kantong celana dan langsung saja memanggil nomer Katie. Sedangkan Cayne hanya memperhatikannya saja. Dia berpikir kalau Kook hanya menggertak saja. Tapi dia menjadi mati kutu mendengar pembicaraan Kook kepada orang dibalik panggilan tersebut.

"Lo naik ke apartemen Jilly sekarang, gak usah banyak alasan. Gue tunggu sekarang juga!" Kook berbicara dengan sedikit membentak. Kali ini dia sedang tidak peduli dengan bagaimana cara berbicaranya. Wanita itu memang tidak tahu diri dan itu membuatnya murka.

"Apa yang sudah lo lakukan? Gue bilang gue gak bakal pergi dari sini dan gue gak butuh bantuan siapapun termasuk Katie."

"Dan lo tau gue gak pernah main-main sama perkataan gue." Kook membalasnya tidak lebih kejam dari Cayne. Lalu Cayne mencoba untuk bangun dari sofa. Dia hampir saja jatuh saat akan berdiri kalau saja bukan karena bantuan Marcus.

"Kook?" Suara wanita yang sangat familiar dengan dua dari ketiga pria tersebut terdengar. "Kamu di dalam?" Pintu teater terdorong perlahan. Tubuh Cayne masih terhalang oleh Kook, jadi Katie belum melihat siapa saja yang ada didalam ruang teater.

"Kamu ada apa manggil aku ke sini? Kamu perlu bantuan sesuatu?" Saat wanita tersebut mendekati Kook, Kook langsung menggeser tubuhnya. Satu, karena dia tidak sudi untuk berdekatan dengannya. Dan dua, dia juga ingin menunjukkan Cayne.

"Ya Tuhan, Cayne!" Wanita tersebut berteriak dengan terkejut dan dengan otomatis kakinya membawa dirinya mendekat ke Cayne. Melihat itu, Marcus dengan santainya melepaskan Cayne sampai dia ambruk.

Katie berusaha untuk menangkap tubuh Cayne, tapi gagal. Tubuh Cayne sudah jatuh terlebih dahulu ke lantai. Katie mendongak dan menatap tajam seolah menghakimi kelaluan Marcus. Tapi Marcus hanya tersenyum miring antara puas dan juga mengerti.

Yang tidak diketahui wanita itu adalah saat dari tadi dia masuk dirinya sudah diperhatikan oleh Kook. Ada rasa kecewa, marah, dan juga tidak peduli disaat yang bersamaan. Kook sudah menebak jauh sebelum Katie datang, kejadian ini pasti akan terjadi.

Secepat Katie berusaha untuk menyentuh tangan Cayne untuk membantunya, secepat itu juga Cayne menarik tangannya sampai mengeluarkan suara ringisan. Dan saat yang kedua kalinya Katie berusaha untuk menyentuh Cayne lagi, tangannya terhenti diudara.

"Sakit melihat dia seperti itu?" Suara dingin Kook membuat Katie langsung terdiam.

Pendapat kalian sangat berarti. Jadi, jangan sungkan untuk memberikan pendapat kalian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro