30. Give Yourself Up

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

| UNEDITED |

Cayne cukup lama berdiri di sana dengan kaku sambil otaknya terus berusaha untuk berpikir. Bagaimana dia tahu kalau untuk masuk ke dalam ring harus menyebutkan password? Mati saja sudah dirinya.

“Cayne.” Mendengar namanya dipanggil, dia langsung menengok dan melihat Lincoln sedang berjalan kearahnya. Cayne mengerutkan dahinya dengan bingung melihat keberadaan Lincoln di sini. Apa yang sedang ia lakukan di sini?

Saat Lincoln berdiri disampingnya, dia mengalungkan tangannya ke bahu Cayne. Lalu Cayne merasakan bahunya diremas oleh Lincoln dan dia tahu apa maksudnya itu. Dia harus berlaku mengikuti alur.

“Sam, udah lama gue gak ngeliat lo jaga. Apa Buffy ada didalam?” Lincoln dengan santai bercakap dengan penjaga yang namanya Sam itu. Sepertinya mereka sudah saling mengenal satu sama lain, Cayne berpikir mungkin caranya Lincoln akan berhasil.

“Lo udah ada janji sama dia?” Sam bertanya kepada Lincoln.

“Udah. Lo belum pernah ketemu sama adik gue, kan? Kenalin, namanya Cayne.” Lincoln tersenyum ramah sambil menunjuk ke arah Cayne. Sam yang tampak tidak tertarik hanya menganggukkan kepalanya sekali. Merasakan suasana menjadi kaku, Lincoln tetap mencoba tersenyum.

“Gue boleh masuk, kan?” Tanya Lincoln.
Tanpa menjawab lagi, Sam membukakan pintu untuk mereka masuk. Mereka langsung disambut dengan bau keringat bercampur darah. Lincoln yang menghirup dalam-dalam hampir saja muntah mencium baunya yang sangat tajam.

“Lo kalo gak ada urusan penting uh gak usah ke sini. Ini adalah sarana pribadi yang hanya bisa dimasuki dengan orang tertentu aja, lo ngerti?” Lincoln berkata kepada adiknya. Tangannya yang masih merangkul Cayne memberikan remasan peringatan, lalu Lincoln melepas tangannya.

“Apapun urusan lo di sini, urus dengan cepat. Karena tuh Sam gak akan segan-segan ngusir kita keluar dari sini saat dia tahu kalau gue bohong.” Cayne memutar bola matanya jengah. Dia seharusnya lebih tahu kalau Lincoln berbohong untuk masuk ke sini.

Thirty minutes on the clock.” Seorang pria berteriak dengan keras.

“Itu Buffy, kalo lo mau tau.” Lincoln menunjuk kepada orang yang baru saja berteriak. Mata Lincoln terus bergerak sampai akhirnya berhenti di ring tinju. Terdapat dua orang di dalam ring tinju yang sedang bertinju. “Dan itu cewek lo.” Lincoln berucap dengan tidak pasti. Bahkan diirnya tidak tahu kalau Jilly akan berada di sana.

Cayne langsung menolehkan kepalanya dengan cepat ke arah yang ditunjuk oleh LIncoln. Matanya terbuka sempurna melihat keadaan Jilly dari jauh. Saat itu juga Cayne meninggalakn Lincoln dan berlari menuju ring.

Oh Goodness.” Cayne berkata dengan tidak percaya. Di dalam ring tinju saat ini ada Jilly dan juga seorang pria yang tentu saja bukan tandingan Jilly. Dia bisa melihat sendiri Kalau pria tersebuat adalah seorang petinju profesional.

“Jilly.” Cayne memanggil namanya dari bawah ring, tapi dia tidak menghiraukannya. Pentinju tersebut melangkah maju seperti predator kepada Jilly, namun Jilly tampak tidak sama sekali takut. Saat sang petinju melemparkan tinjuan ke depan, Jilly melirik ke arah Cayne. Alhasil, bogeman pun jatuh ke wajah Jilly yang sudah berantakan itu. Orang yang baru datang pun bisa melihat kalau itu bukan tinjuan pertama yang di dapat oleh Jilly.

“Hey, hentikan permainannya!” Cayne berteriak kepada Buffy, sambil dia menunjuk ke arah ring tinju.

“Sorry, man. Waktu masih ada dua puluh lima menit lagi dan gak ada yang berhenti sampai waktu habis, request-an dari Jilly sendiri.” Buffy mengangkat tangannya seperti berseru dan matanya kembali melihat ke permainan yang berada di dalam ring tinju saat ini.

Cayne sudah bisa melihat kalau Jilly mulai kehilangan konsentrasi dan juga tenaga. Dia sudah kelelahan, tapi dia tidak bisa berhenti, dia tidak mau berhenti.

Cayne meringis saat melihat si petinju melemparkan tinjuan yang sangat keras. Rasanya Cayne bisa mendengar tulang yang meretak. Dia harus melihat ke arah lain untuk beberapa detik, karena dia tidak bisa melihat Jilly seperti itu. Tapi dia harus bisa mengajak JIlly untuk menyudahi permainan ini. Bagi Jilly, ini semua hanya untuk permainan semata, tapi bagi sang petinju, ini adalah sebuah kompetisi.

“Jilly, sudah selesaikan permainan ini.” Cayne lagi-lagi membujuk Jilly. Tapi sekarang, Jilly mau melihatnya walau hanya untuk sesaat. Itu artinya dia mendengarkan Cayne, walau hanya untuk didiamkan lagi. Jilly kembali berdiri dengan kondisi wajah yang sudah parah, darah yang keluar dari semua sudut wajahnya.

Untuk beberapa saat Cayne menonton, melihat cara Jilly melawan sang petinju. Jilly adalah petarung hebat, tapi tetap saja dia bukan seorang petinju. Melihat Jilly yang teru menerus diberi hantaman oleh sang petinju, Cayne sudah tidak tahan untuk memasuki ring. Tanpa berpikir panjang, Cayne menaiki ring tinju dan menarik Jilly menjauh dari sang petinju. Di saat dia menarik Jilly, suara ricuh terdengar dari baris penonton.

“Gue mohon sama lo kali ini, sudahkan permainan ini. Menyerah sama diri lo sendiri, Jilly. Lihat diri lo sekarang, tubuh lo sudah menyerah.” Cayne menangkup wajah Jilly meskipun berlumur dengan darah, mata yang sudah sulit untuk dibuka. “Kita keluar dari sini ya, Sayang?” Cayne membujuknya, lalu ia mendekatkan wajahnya ke Jilly dan menempelkan bibirnya dengan halus ke bibir Jilly. Saat itu juga pertahanan Jilly runtuh, dia akhirnya mau menyerah akan dirinya sendiri.

Kaki Jilly melemas dan tidak bisa menopang dirinya sendiri, untung saja Cayne masih memeganginya. Perlahan Cayne ikut menurunkan tubuhnya dan menaruh tubuh Jilly di bawah masih dengan tangannya yang melingkar dilehernya.

“Cayne, apa Julliane baik-baik saja?” Lincoln menyampari Cayne dengan panik.

“Dia gak papa. Lo cepetan siapin mobil gue dan bawa ke depan pintu masuk.” Cayne menyuruh Lincoln dan memberikan kunci ke mobilnya tanpa menatap Lincoln. Tatapannya masih berfokus kepada Jilly. Hatinya merasa seperti diremas sampai dia susah untuk bernapas.

“Kita pulang sekarang, ya.” Cayne memberitahu Jilly dengan lembut. Kemudian dia mulai membenarkan posisi tubuh Jilly dengan benar ditangannya, lalu dia mengangkat tubuh Jilly kepelukannya. Saat Jilly sudah berada dipelukan Cayne, dengan tangannya yang lemah dia juga ikut memeluk tubuh Cayne dengan erat. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa takut.

“Lo akan baik-baik aja, Jilly. Jangan takut, ada gue disini.” Cayne membisikkan ke telinga Jilly agar hanya dirinya saja yang mendengar.

Sang petinju yang melawan Jilly membantu membuka jagaan ring tinju untuk membuat jalan bagi Cayne agar ia bisa lewat. Suasana ruangan menjadi sepi, beberapa orang yang menonton hanya bisa terdiam melihat kejadian didepan mereka. Mereka berada di sana bukan untuk menyoraki salah satu diantara mereka. Mereka di sana untuk saling mendukung satu sama lain. Dan mereka juga bukan penonton, melainkan orang yang sudah booking untuk latihan/pertarungan.

Cayne bisa merasakan ada orang yang mengikutinya berjalan keluar. Dia mau melihat ke belakang, tapi terlalu sulit untuknya melakukan itu. Jadi, siapapun orang yang dibelakangnya, dia tidak terlalu mempedulikannya. Karena saat ini yang ia khawatirkan adalah kondisi Jilly.

Mobil Cayne berhenti tepat saat Cayne membawa Jilly keluar dari sasana tinju. Lincoln keluar dari mobil, lalu ia langsung membuka pintu belakang mobil dan membiarkan Cayne menaruh Jilly di kursi belakang. “Lo temenin Julliane aja. Biar gue yang nyetir.” Lincoln berkata saat melihat adiknya hanya menaruh Jilly seorang dirinya di kursi belakang.

“Mobil lo?”

“Tenang aja, biar anak buah gue yang ambil nanti.” Lincoln menenangkan Cayne. Dia tidak mau melihat Cayne malah tidak terkendali membawa mobilnya dan malah berakhir bencana. Cayne akhirnya mengangguk dan ikut masuk untuk menemani Jilly di kursi belakang.

“Lincoln, ini tasnya Jilly. Semua barang-barangnya udah ada didalam.” Buffy memberikan tas selempang milik Jilly kepada Lincoln. Lincoln pun menerimanya dan berterima kasih. “Tolong lo kasih tau Jilly untuk jangan terlalu keras sama dirinya sendiri.”

Tapi apa boleh buat, mereka tidak bisa berkata apa-apa kepadanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro