delapan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oliv melangkah masuk ke kediaman kakak keduanya, Leonardo Barata, dan tanpa basa-basi langsung duduk di sebelah dua ponakan kembarnya yang berusia tujuh tahun - sebentar lagi delapan, yang sedang menonton televisi.

"Halo, Aunty Liv," sapa si kembar saat melihat Oliv, lalu memberikan pelukan singkat pada tante mereka.

"Hai, Jackie, Jilly. Nggak sekolah?"

"Libur Mid-term, Aunty."

"Oh..."

"Eh, ada Oliv," sapa Nina yang baru saja datang menghampiri mereka sambil membawa segelas susu, dan Oliv tersenyum lebar melihat kakak iparnya itu.

"Halo, Kak Nina."

"Jack, Jill, pause dulu. Sarapan."

Kedua anak kembarnya menoleh kepada ibu mereka dan mengangguk pelan.

"Iya, Mi."

Jack menekan tombol pause di remote, dan membiarkan televisi menyala sementara dia dan kembarannya berjalan menuju ruang makan.

"Kamu udah sarapan?" tanya Nina, dan Oliv mengangguk.

"Udah tadi di rumah."

"Oh."

Nina mengambil tempat di sebelah Oliv dan menyingkirkan remote tv ke atas meja.

"Mau ngobrol di tempat lain? Kita nggak boleh ganti saluran soalnya."

"Hah?"

Nina meringis pelan.

"Udah perjanjian dengan si kembar. Mereka boleh nonton dua film di pagi hari selama libur, tapi harus tetap bergerak jika ada yang harus dilakukan, seperti sekarang ini. Waktunya sarapan ya harus sarapan dulu baru boleh lanjut nonton. Waktunya mandi, ya mandi. Tapi konsekuensinya, televisi nggak boleh sampai berganti saluran. Sebelum dua film itu habis, TV milik mereka."

"Neal belum hobi nonton ya, Kak?"

"Belum. Nggak dibiasain juga sih. Masih diusahakan fokus ke main bareng sama dia aja. Toh itu bisa gantian. Si kembar juga kalau lagi nggak nonton dan nggak belajar, suka ngajakin adiknya main bareng."

Oliv menatap Nina dengan pandangan takjub.

"Seriusan? Wah, aku yakin sifat itu bukan nurun dari Bang Leon. Bang Leon mah, dari dulu mana mau nemenin aku main. Yang ada aku dicekoki bola sama dia."

Nina tertawa.

"Actually, Jack dan Jill mirip banget sama Leon. Diam, lempeng kayak papan cuci. Jill mendingan sih, masih bisa cerewet. Kalau Jack, udah mukanya dingin, datar, kalau ngomong tajam banget. Kemarin dia bikin anak kelas enam nangis karena ucapannya yang nyelekit. Untung sama aku nggak sekasar itu. Kalau berani sama aku, kucabein mulutnya biar makin pedas."

Oliv ikut tertawa.

"Jack itu perpaduan yang bagus dari Kak Nina dan Bang Leon ya. Diam, tapi kalau bicara nyelekit. Persis kalian berdua."

"Sial. Dasar adik ipar kampret."

Oliv semakin terbahak.

***

"Aku nggak percaya yang begituan sih," ucap Nina setelah mendengar curhatan adik iparnya itu.

Oliv yang sudah tidak tahu mau bercerita pada siapa, memilih untuk mengeluarkan uneg-unegnya pada sang kakak ipar.

"Tapi buktinya-"

"Satu hal yang aku tangkap setelah masuk ke keluarga Barata ya," potong Nina, matanya menatap Oliv serius, "kalian bukannya terkena kutukan atau apalah itu, tapi kalian keras kepala."

"Hah?"

"Dan pintar menilai orang."

"Hah??"

"That's why, orang pertama yang kalian, para Barata, cintai, selalu orang yang tepat untuk membina hubungan lanjut."

"Hah???"

"Anggap aja kalian beruntung."

Oliv baru membuka mulutnya lagi, namun Nina melotot padanya.

"Stop ngomong hah, Liv."

Oliv nyengir, lalu menggeser duduknya lebih dekat dengan Nina.

"Jadi menurut kak Nina, aku belum tentu terpaksa berakhir dengan manusia bucin itu?"

Nina menggeleng tegas.

Walaupun dalam hatinya Nina meragukan asumsinya sendiri, namun dia tidak mau Oliv mengemis cinta dari pria bodoh yang sama sekali tidak peka bernama Hansen Putra.

"Tentu saja belum tentu. Apalagi dia nggak ada rasa sama kamu. Jangan mau, Liv."

Oliv diam, sementara kakak iparnya melanjutkan kata-katanya.

"Terserah orang mau ngomong apa, tapi saran kakak, jangan pernah bersama seorang pria saat cinta kamu lebih besar darinya. Cinta dalam hubungan itu seperti timbangan. Harus seimbang. Kalau nggak, timpang. Tinggal tunggu waktu, kalian akan bubar dengan sendirinya."

Lalu Nina menatap Oliv penuh selidik.

"Kakak penasaran. Selama kamu suka sama Theo, beberapa tahun yang lalu, kamu pernah kepikiran Hansen?"

Oliv mengernyitkan dahinya, mengangguk, lalu menggeleng pelan.

"Aku nggak pernah bener-bener bisa menghilangkan Hansen dari pikiran aku. Tadinya kuanggap itu karena kami masih bersahabat, dan hangout bareng. Erm, seharusnya ya emang karena itu sih."

"Berarti keberadaan pria lain cukup membantu dong," gumam Nina, tampak ikut berpikir. Lalu senyum mengembang di wajahnya.

"Aku ada ide."

Melihat senyum di wajah Nina, perasaan Oliv mendadak tidak nyaman.

***

Oliv sedang bermain dengan Neal saat ponselnya mendadak berdering, dan nama Luna, mantan manager yang dulu disediakan oleh agensinya untuk mengurusnya, muncul di layar.

Dulu, saat Oliv masih berada di bawah agensi model, dari pihak agensi mengelompokkan beberapa model untuk ditangani satu manager. Dulu Luna mengurusnya beserta empat teman modelnya yang lain. Namun setelah dia memutuskan keluar dari agensinya untuk merantau ke US, hubungan kerjanya dengan Luna otomatis berakhir juga.

"Halo, Luna?"

Suara Luna yang ceria menyambut telinganya.

"Halo, Olivia. Apa kabar?"

"Baik. Lo apa kabar? Masih ngurusin Susan, Meli, dan yang lain?"

"Masih," jawab Luna dengan nada ceria. "Tapi gue kangen ngurus lo. Lo kan yang paling gampang diurus. Habis lo cabut, gue dapet tambahan satu model dan anaknya agak rempong, jadi gitu deh."

Oliv tertawa, lalu sambil melangkah keluar dari kamar Neal, dia lanjut mengobrol dengan mantan managernya di halaman belakang rumah sang kakak.

"Jadi lo sekarang belum kerja lagi? Masih lanjut modelling kan?"

"Masih dong. Gue masih ambil libur dulu. Capek kerja mulu."

"Masih minat main film, nggak?"

"Erm, entahlah. Tergantung. Kenapa?"

"Ada film adaptasi novel lagi open casting. Kali aja lo tertarik."

"Novel apa?"

"Romance, tapi thriller gitu. Ada action juga. Tentang cowok yang dikejar pembunuh bayaran karena jadi simpanan bini taipan, lalu cewek yang berada di tempat yang salah di waktu yang salah, terlibat dalam masalah si cowok."

Oliv mengangguk samar, sedikit tertarik dengan jalan ceritanya.

"Kenapa lo nawarin gue?"

"Pas gue denger dia open casting, gue cuma kepikiran lo. Gue yakin lo pasti tertarik, dan lo juga bukan orang yang jaim banget. Soalnya di film ini pemeran ceweknya musti siap kotor-kotoran."

Oliv tergelak.

"Pantesan lo nggak nawarin anak asuh lo."

Luna ikut tergelak. Anak asuhnya yang adalah para model itu memang high maintenance. Oliv saja sempat stress saat pemotretan bersama mereka di pantai. Takut panas-lah, takut hitam-lah, takut kotor kena pasir-lah. Akhirnya yang seharusnya tiga jam bisa kelar, jadi satu hari.

"So? Lo tertarik?"

"Kapan casting-nya?"

"Tiga hari lagi."

"Oke. Ngomong-ngomong, apa judul novelnya? Gue mau baca dulu. Kalau tertarik, gue dateng."

***

Begitu mendapat judulnya, yang Oliv lakukan pertama kali adalah membeli ebook-nya, lalu malam itu juga, dia mulai membaca.

Oliv jatuh cinta.

Perempuan dalam cerita itu mirip dengan sang kakak ipar idolanya. Serampangan, cenderung kasar, namun perhatian. Dan yang pasti, bukan perempuan lemah.

Plot ceritanya sederhana, tentang pria simpanan istri muda seorang taipan yang dikejar oleh pembunuh bayaran suruhan sang taipan, tidak sengaja melibatkan perempuan asing yang muncul di tempat dan waktu yang salah, serta satu pria kenalannya saat sekolah dulu, yang ternyata adalah putra sang taipan. Selama pelarian, ketiganya berubah. Dan hubungan mereka yang tadinya nyaris tidak saling kenal, menjadi sangat dekat. Lalu mereka menemukan apa yang mereka cari selama ini.

Walaupun Oliv agak cringey saat tahu kalau kisah romantisnya berjalan ke dua jalur. Perempuan dalam kisah itu akan berhubungan romantis dengan dua pria yang berada dalam pelarian bersamanya, walaupun pada akhirnya hubungan mereka menggantung, sebagai tiga sahabat - itu kalau menurut novelnya.

Oliv sudah membayangkan reaksi penonton yang pasti langsung menghujat tokoh wanita macam ini, dan berharap penulis skenario cukup berbaik hati untuk tidak menuliskan adegan romantisnya secara berlebihan dan fokus pada actionnya.

Oliv mengunci iPad-nya dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang, sambil menghela nafas.

Mungkin ikut casting saat ini adalah pilihan tepat, batinnya. Kalau beruntung, gue akan kepilih, dan pikiran gue bisa beralih fokus.

Gila, mikirin Hansen terus emang bener-bener nggak sehat. Gue harus cari pikiran lain yang bisa menghasilkan duit, bukan malah rasa sakit.

***

Oliv tidak terkejut saat mendapati banyak artis muda yang datang casting untuk peran ini.

Terlepas dari kisahnya yang cukup kontroversial terutama untuk budaya timur yang dianut - ehm - oleh negara tercinta ini, penulis novel ini sangat terkenal dan memiliki banyak penggemar. Penulis skenario dan sutradaranya pun berkualitas. Film ini, Oliv sudah mencari tahu tentang ini semua dari artikel di internet, sudah sangat ditunggu-tunggu oleh semua penggemar novelnya.

Oliv pernah ikut casting sebelumnya, satu kali, dan berakhir sebagai pemeran salah satu penghuni dapur bersama ketiga sahabatnya. Peran utama lebih tepatnya, dan menjadi pasangan Theo Harsyah. Benar-benar kebetulan yang indah.

Oliv menunggu bersama yang lain, tidak ikut dalam obrolan basa basi, dan memilih untuk menyumbat salah satu telinganya dengan earphone. Oliv membiarkan suara lembut Suhyun AKMU mengalun, menenangkannya.

Oliv hanya melepas earphonenya saat panitia memberikan pengarahan dan membagi kertas berisi tulisan yang harus mereka perankan di depan penilai. Dia membaca tulisan tersebut dan menghela nafas pelan.

Total yang diujikan ada tiga. Tes dialog, tes kamera, dan tes gerakan. Oliv tidak mengkhawatirkan tes kamera karena dia sudah terbiasa dengan benda itu, lalu untuk tes gerakan seharusnya tidak masalah. Dia memang sudah lama tidak pernah berlatih karate dengan sang abang, namun dia rutin yoga dan zumba. Seharusnya dia cukup lentur.

Oke, ini nggak terlalu sulit. Gue pasti bisa.

Lalu dia kembali memasang salah satu earphone-nya dan mulai menghafal.

***

Oliv menerima kotak makan yang disodorkan oleh panitia sambil berterima kasih, lalu mulai makan siang. Oliv cukup menyukai menunya. Nasi merah, ayam goreng yang sudah disuwir, kacang panjang, telur dadar, dan tempe orek.

Oliv tidak terlalu khawatir dengan apa yang dia makan, karena dia rutin olahraga. Kalau sedang sibuk, dia hanya akan lari di treadmill di rumahnya selama setengah jam. Kalau sedang senggang, dia suka memanggil pelatih yoga, pelatih zumba, atau Personal Trainer-nya untuk ke rumah dan latihan seharian. Atau dia akan berenang seperti ikan sampai ibunya mengomel dan menyuruhnya berhenti. Dia hanya mulai menjaga makannya kalau dalam satu minggu ke depan ada pemotretan, bukan supaya kurus, tapi supaya warna kulitnya lebih cerah.

Setelah makan siang dan mencuci mulut, Oliv kembali duduk bersama yang lain di ruang tunggu, sementara panitia sudah berdiri di depan ruang casting dengan selembar kertas di tangannya.

"Selamat siang. Kami akan mengumumkan peserta yang lolos untuk tahap seleksi berikutnya. Untuk yang lolos silakan masuk ke ruang casting."

Panitia membacakan beberapa nama, dan mata Oliv membulat saat mendengar namanya disebut.

***

Dari dua puluh orang yang mendaftar, hanya tiga perempuan yang terpilih, dan mereka bertiga saat ini berdiri dengan tegang di hadapan para juri.

Oliv menyadari, di sebelah mereka, berdiri beberapa pria yang tampaknya sama seperti mereka, peserta audisi peran dalam film ini.

Salah satu diantara juri tersebut berdiri, Oliv mengenalinya sebagai Beatrix Cahaya, sutradara film ini, dan dia berbicara dengan suaranya yang jernih namun lantang.

"Selamat untuk kalian yang terpilih. Kami akan mengadakan tes akhir untuk kalian, yaitu tes dialog dan kamera dengan pasangan kalian." lalu dia menunduk dan membaca dari kertasnya.

"Untuk pasangan pertama, Nicholas Pratama, Hansen Putra, dan Olivia Barata."

Oliv membelalak, dan secara otomatis menoleh, lalu matanya bertemu dengan Hansen yang melihatnya, sama terkejutnya.

Tbc

Kalau sampe kalian tahu plot cerita apa yang aku pake jadi filmnya, artinya... Kita nonton film yang sama 🤔

Sorry lama nggak nongol. Sorry karena ini nggak panjang. Sorry kalau ada typo. Sorry karena kayaknya banyak yang nggak aku italic atau gitu2lah.

Aku lagi sibuk parah. Mau akhir tahun, kejar target demi libur natal dan tahun baru yang tenang~~

Ini aja pas lagi ada ide dan senggang dikit langsung ngebut.

Semoga suka.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro