Chord 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Attention © Fukuyama12

.
.
.

Perkataan Sophia kala itu tidak memusingkanku. Ia mendekatiku keesokan harinya tanpa memedulikan fakta bahwa kami sedang bertengkar kemarinnya. Tidak ada pernyataan maaf, baik dariku maupun Sophia, karena kita sadar jika mendiamkan diri satu sama lain hanya akan membuat hubungan menjadi semakin renggang.

Sudah beberapa hari terlewati. Dan aku senang Sophia tidak lagi membahas hal itu, meskipun tatapannya pada Sage tidak berubah. Ia seakan masih menentang hubunganku dengan Sage, tetapi dia bukan orangtuaku yang bisa seenaknya mengatur jalan hidupku, jadi aku biasa saja.

When somebody loved me
Everything was beautiful
Every hour spent together
Lives within my heart

And when she was sad
I was there to dry her tears
And when she was happy so was I
When she loved me

Aku menarik napas panjang. Ah, suara menenangkan ini. Aku memejamkan mataku agar dapat menikmati lagu yang sedang dimainkan. Beban dipundakku seakan terangkat begitu saja. Aku duduk tegap, lalu bersandar pada punggung besar di belakangku. Aku melihat beberapa orang yang melintas menoleh ke arah Sage, tetapi bukan itu yang aku pikirkan.

Jika dia memang roh, kenapa punggung di belakangku terasa sangat hangat?

Suara nyanyian terhenti. Aku tidak perlu meminta Sage untuk menyanyikan lagu lain. Ini sudah cukup untuk menenangkanku. Sisanya, aku hanya perlu menikmati aroma teh lemon dan menyesapnya perlahan.

"Hey, Blue," panggil Sage. Aku bergumam untuk membalasnya karena bibirku yang berada pada ujung gelas. "Apa yang kau pikirkan jika salah satu dari kita sebenarnya bukan makluk hidup?"

Ah, topik ini lagi. Aku pikir aku akan kesal jika Sage membicarakan topik ini, tetapi aku tidak merasakan apa pun. Aku hanya diam saja sembari memikirkan kalimat apa yang cocok untuk menjawabnya. Tampaknya Sage juga mengerti, ia tidak mengulangi pertanyaannya. Dan aku senang dengan hal itu.

Mungkin saja aku sebenarnya sedang lari dari kenyataan. Jika memang mitos itu benar dan Sage adalah salah satu dari mereka, maka aku mungkin tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tidak tahu apa aku akan berlari meninggalkannya, menangis dan meraung-raung seperti seorang gadis yang patah hati, atau menerima kenyataan dengan lapang dada dan merelakannya begitu saja.

Jika memang begitu, seharusnya aku tidak mencintainya sejak awal. Aku tidak tahu kenapa mataku selalu menemukannya di tengah keramaian meskipun ia punya hawa keberadaan yang sangat tipis. Lalu biasanya, tanpa sadar mataku mulai mengikutinya dan jantungku akan memompa darah dengan kecepatan yang tidak seperti biasanya.

Apa aku mencintainya karena wajahnya? Atau kedua matanya yang unik? Atau mulutnya yang manis dan membuatku memerah? Atau suara merdunya yang seakan-akan membuat burung ikut bernyanyi dengannya? Atau karena sosoknya yang misterius seolah-olah ia bukan dari dimensi yang sama? Aku tidak tahu. Semuanya terlalu membingungkan.

Ah, aku benci mitos terkenal itu.

.
.
.

Next ➡️➡️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro