Bab 36

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fase keempat yang berbentuk duel alias pertarungan langsung antar tim akan berlangsung lima hari lagi. Menurut penjelasan pihak panitia semalam, pertarungan itu berupa tanding satu lawan satu. Kami masih ada waktu untuk latihan dan istirahat, serta mengatur strategi yang matang.

Aku berharapnya seperti itu.

Chrys masih murung meskipun sudah berkurang. Dia sudah bisa tertawa hambar untuk menghargai usaha orang-orang yang menghiburnya. Dan saat kusebut "orang-orang", maksudnya adalah Chloe yang membuat lelucon dan pertunjukkan garing dengan avatar badutnya di ruang kumpul. Gadis itu bersikeras ingin membuat Chrys ceria lagi karena sudah muak dengan rasa bersalahnya.

Aku bukan tidak ingin mengembalikan anak itu seperti sedia kala, hanya saja aku belum tahu cara yang efektif. Kata-kata "itu bukan salahmu" dan nasihat panjang lainnya tidak cukup mempan untuk menembus batas kegalauannya. Mungkin anak itu memang butuh waktu sendiri untuk bisa menenangkan pikiran.

"Ayo, Clowny, juggling knives!" suruh Chloe. Badut mungil dengan topi tanduk berlonceng itu melemparkan pisau-pisau dan memutarnya di udara. Avatar memang bisa dikeluarkan di sini, hanya saja tidak ada alasan untuk melakukan hal tersebut, kecuali mungkin untuk Chloe. Gadis itu melanjutkan dengan lelucon garing.

Satu-satunya orang yang menghargainya hanyalah Mischa yang bertepuk tangan sambil tertawa. Aku terlalu jenuh dan ingin segera pergi ke mana pun asal jangan di sini, sedangkan Chrys—seperti yang kubilang sebelumnya—hanya tersenyum menghargai.

Aku berdiri, Chloe buru-buru menginterupsi. "Kau mau ke mana?" tanyanya penuh penghakiman.

"Cari angin," balasku tak acuh. Mungkin di luar aku bisa mencari inspirasi bagaimana membuat Chrys seperti semula dan mendapatkan info kelemahan lawan agar bisa memenangkan pertandingan ini.

Pintu otomatis tertutup di belakangku. Aku menyusuri lorong dan berhenti di depan lift, di mana jendela besar yang memperlihatkan bentang kota Dvat terpampang. Cahaya matahari pagi masuk dan menerangi seisi ruangan menjadi hangat. Aku menikmati setiap sapuan cahaya yang menyentuh kulit lenganku yang tidak tertutup jaket. Memang sudah seharusnya hari Minggu pagi itu dipakai untuk keluar rumah dan bercengkerama dengan alam.

Di lantai satu, suasana hotel ramai seperti biasa. Selain kami yang menginap, orang-orang biasa dapat memesan kamar di lantai dua dan tiga.

Aku mendapati Saka yang memakai pakaian kasual dengan kaus putih polos dan celana pendek berjalan dari arah taman belakang. Aku menyapanya sekaligus penasaran. Apa mereka akan segera pulang dalam waktu dekat atau akan menunggu sampai pertandingan selesai.

"Sampai pertandingan selesai," jawabnya. "Kami sudah mendapat jatah dispensasi selama satu bulan. Sayang kan, kalau pulang cepat-cepat dan tidak memanfaatkan sisanya untuk liburan? Lagi pula kami juga ingin menyaksikan pertandingan kalian. Berikan yang terbaik pada kami, Kawan!" Saka meninju bahuku pelan sebelum akhirnya pergi menaiki lift. Dia sudah tidak menyebutku "Kawan-Lawan" seperti yang biasa lakukan, menandakan rivalitas di antara kami sudah hilang.

Sekarang, hanya Altherra melawan Ascent. Tim yang sejauh ini kulihat akan menghalalkan segala cara untuk menang. Aku curiga kecelakaan yang menimpa Chrys juga karena ulah mereka. Namun, siapa? Pun, kalau aku tahu, hal tersebut tidak akan mengubah apa-apa. Tidak ada pelanggaran yang dilakukan. Paling-paling hanya nasihat agar tidak terulang lagi.

Aku berniat ke taman belakang, lantas berhenti ketika Chloe muncul dari lift. Dia buru-buru menghampiriku sambil berkata, "Akhirnya aku menemukanmu."

Alisku terangkat satu. "Kenapa?"

"Ada yang aneh dengan Clowny," timpalnya sambil mengeluarkan benda berbentuk ikosahedron hitam. "Lihat—"

Aku menggiringnya dulu ke salah satu bangku di sisi kiri agar tidak menghalangi orang yang lewat. Kami duduk bersisian dan gadis itu mengeluarkan avatarnya. Makhluk digital itu melompat keluar dari udara.

Aku memperhatikan masalahnya di mana, tetapi badut itu tampak baik-baik saja. Make up-nya masih menor dengan dua lingkaran merah di pipinya. Topi runcingnya masih dua tanduk dan loncengnya masih bisa berbunyi. Bajunya tetap kebesaran dengan ujung sepatu yang mengerucut. Warna kuning norak dan totol-totol merah putih mendominasi.

"Apa yang salah?"

"Ada glitch saat Clowny melakukan pertunjukan, tapi selanjutnya betul lagi."

Badut itu kemudian mengeluarkan pisau-pisaunya lagi dan melakukan juggling. Tidak ada kerusakan, mungkin itu hanya eror sesaat.

"Kau yakin ini bukan alasan agar aku menonton pertunjukkan konyolmu?" tuduhku. Aku benar-benar tidak ada waktu untuk itu dan Chloe sangat kurang kerjaan kalau sampai aku memang harus melihatnya.

"Untuk apa?" Dia memutar bola mata. "Tujuannya kan, bukan untuk menghiburmu," sindirnya. "Aku mau tanya pada Chrys, tapi dia sedang begitu dan Mischa tidak tahu apa-apa. Satu-satunya orang yang bisa menolong cuma kau."

"Chrys sudah baikan?" tanyaku mengalihkan topik.

"Ya, kurang lebih. Katanya perasaannya sudah mendingan dari yang kemarin, tapi dia masih mau menyendiri biar lebih baik." Chloe menggeleng keras, mulutnya merengut. "Jadi, Clowny bagaimana? Ada yang tidak beres, tidak?"

Hari masih pagi, aku ingin cari angin, tapi masalah sudah datang. Lagi pula, aku tidak bisa langsung menyimpulkan ada masalah apa.

"Kita harus memeriksanya dulu," kataku akhirnya. Aku mengulurkan tangan. "Berikan pin avatarmu."

Chloe mengembalikan Clowny ke wujud pin avatar, lantas menyerahkannya padaku.

"Butuh waktu untuk memindai isinya, jadi tidak akan langsung ketahuan hasilnya." Aku memberi tahu. "Paling nanti malam baru akan aku analisis."

"Lama amat," protes gadis itu.

Aku ingin memasukannya ke karung dan menenggelamkannya di kolam. Dasar tidak tahu terima kasih.

Aku tidak menghiraukannya dan kembali ke kamar. Chloe mengikutiku. Hanya kami berdua di dalam lift bersama keheningan sebelum akhirnya si Gadis Badut membuka suara.

"Kapan kau mau mentraktirku?" tagihnya. "Aku harap kau tidak lupa."

Aku yang berharap kau lupa. Bisa-bisanya dia masih ingat taruhan tak berguna itu.

"Kalau aku menolak?" Kulirik dia dari sudut mata. Aku ingin tahu ancaman apa yang akan dia berikan.

"Aku akan menerormu sampai lulus dan akan memanggilmu tukang ingkar janji." Tangannya bersedekap. "Lagi pula kau mau keluar, kan? Sekalian saja kita ke toko, ke kafe, atau ke manalah yang ada makanannya. Aku bosan makanan sini."

Aku mengerling. Mungkin sebaiknya kuturuti saja maunya sekali-kali. Lagi pula aku menggunakan uang saku dari sekolah, jarang sekali kami pakai juga.

"Oke," balasku mengiakan. "Aku akan mengurus pinmu dulu. Kau tunggulah di bawah."

Denting tanda telah di lantai lima berbunyi. Wajah melongo Chloe di pintu lift menghilang digantikan jendela kaca besar berpemandangan Kota Dvat. Aku keluar dan bergegas kembali ke kamar.

Salah satu pemandangan yang langka bila masuk ke kamar adalah Chrys yang sedang duduk di sofa sambil membaca ipapyria dengan serius. (Atau mungkin ini adalah satu-satunya pemandangan itu.) Tangannya memegang stylus dan mencoret-coret kertas elektronik di genggaman.

"Kau sedang apa?" tanyaku penasaran. Aku bersandar pada punggung sofa dan melihat apa yang sedang dia kerjakan.

Chrys gelagapan dan menunduk seperti orang yang tepergok mencuri sesuatu. "Aku sedang mengerjakan beberapa soal," jawabnya lirih.

Aku maklum. Mungkin dia merasa bersalah dan ingin memaksimalkan performa di pertandingan final. Namun, memaksakan diri terhadap apa yang tidak dia sukai bukanlah dirinya.

"Ayo, kita makan-makan di luar," ajakku. "Aku dan Chloe berencana jajan. Tapi, belum tahu di mana."

"Tidak, aku tidak ikut," tolaknya. "Aku akan menyelesaikan ini dulu." Dia menunjukkan soal-soal yang dia tekuri.

"Kau mau titip sesuatu?" Aku masih berusaha mengajaknya, tetapi lagi-lagi dia menolak dengan gelengan.

"Kau bisa ajak Mischa," katanya dengan mata sayu.

Aku mendesah. "Baiklah." Mengajak Mischa bukanlah pilihan yang buruk. Kutawari saja sekalian karena pakai dana sekolah.

Aku meninggalkan Chrys dan masuk ke kamar untuk mengurus pin avatar Chloe. Kubuka laptop hologram dan kusambungkan benda itu dengan kabel khusus. Aku lantas menjalankan program analisis yang pernah kubuat karena penasaran dengan kode sumber avatar, meskipun programnya tidak sempurna. Kalau begini, mungkin aku harus menyempurnakannya dalam waktu dekat.

Setelah selesai mempersiapkan proses analisis, kutinggalkan benda itu bekerja di nakas dan segera pergi.

"Aku berangkat dulu," laporku. "Kalau kau mau menyusul kirim pesan saja, nanti kami kabari tempatnya kalau sudah ketemu."

Chrys hanya mengangguk sebagai jawaban.

Mischa baru akan mengetuk pintu ketika aku membukanya lebar-lebar. Gadis itu terperanjat, begitu juga dengan aku.

"Oh, Mischa," aku bernapas lega. "Aku baru akan menemuimu. Kau mau ikut denganku dan Chloe jalan-jalan?"

Mishca menggeleng. "Chrys ada? Aku ingin bertemu. Dia membuatku khawatir."

Aku membuka jalan lebar-lebar. "Di sana," tunjukku. Lawan bicaraku langsung permisi menghampirinya. Aku membiarkan mereka berdua; yakin anak-anak itu tidak akan berperilaku macam-macam. Aku hanya berharap, Mischa dapat mengembalikan kewarasan Chrys yang garing itu.

Aku pergi dan memberi tahu Mischa bahwa pintu masih terbuka. (Semoga saja mereka segera pindah ke ruang kumpul.) Kulangkahkan kaki dengan cepat menuju tempat Chloe berada. Gadis itu sedang duduk di salah satu bangku lobi sambil bermain geniusphone ketika aku sampai.

Si Badut Konyol mendongak. "Lama, ih!" sentaknya. Dapat kulihat pantulan bola kristal langit-langit di mata cokelat madunya yang menyipit.

"Aku yang traktir. Diam dan jangan protes," timpalku.

Dia berdiri, lalu memalingkan wajah. "Terserah aku!" Gadis itu mendengus. Kaki berbalut stokingnya bergerak lebih dulu, tidak mau memperlambat diri barang sedetik pun.

Aku berjalan mengekori.

Hari Minggu, kegiatan semakin sibuk. Robot-robot humanoid pemangkas semak bekerja giat di taman-taman. Penyiram otomatis membasahi rumput dan tanah membawa aroma petrikor ke hidungku. Mobil-mobil hilir mudik keluar-masuk pekarangan hotel.

Sebelum sampai ke luar area hotel, Chloe memperlambat jalannya dan membuat dirinya sejajar denganku. Tanpa mau melihat ke arah mataku, dia bertanya malu-malu. "Jadi, kau ada saran tempat untuk kita cari makan-makan, tidak?"

Aku menghela napas. Kusandarkan punggung pada papan nama hotel. Aku terpaksa membuka ponsel dan mencari-cari tempat yang sekiranya bisa kami datangi.

"Kedai burger mau, tidak?" tanyaku sambil memperlihatkan preview tempat yang kumaksud. Tempatnya biasa saja dan tidak jauh dari sini.

Chloe menggeleng. "Aku sedang mengurangi junk food."

Keningku mengerut. Tumben.

"Ja-jangan salah." Pipinya memerah. "Di samping makanan berlemak, aku juga harus makan makanan sehat, kan," kilahnya sambil memalingkan wajah.

Aku tersenyum miring. "Biar kutebak. Berat badanmu mulai naik, ada lipatan-lipatan lemak di perutmu, dan celanamu sudah tidak muat lagi," ejekku.

Wajah Chloe seperti tomat matang, pipinya menggembung siap meledak kapan saja. "Kau tahu apa—ah, sudahlah! Ayo, kita cari makan!" serunya sambil berbalik ke arah kiri dari gerbang keluar hotel. Gadis itu berhenti sejenak sadar aku tidak mengikuti. "Ayo!"

Aku mengekorinya dan berjalan bersisian.

Chloe melihat ke kiri dan kanan jalan. Satu kali dia menatap lama sebuah kedai ayam goreng krispi, lalu menggeleng keras, di waktu lainnya dia memandang intens toko piza, tetapi bergegas mempercepat langkah.

"Kau tahu, masalahmu dengan Clowny mengingatkanku pada pin avatarku yang pernah berkelap-kelip." Aku memecah keheningan.

"Kapan?"

"Saat awal-awal kalibrasi," jawabku.

Si Gadis Badut berhenti dan berbalik cepat menghadapku. "Itu sudah lama sekali!" Matanya menyipit. "Kau tidak curiga ada apa-apa?"

"Tentu saja curiga," tegasku. "Tapi, semua perlombaan ini mengalihkan fokusku dan aku belum lihat keanehan apa pun lagi sampai hari ini."

"Yeah." Chloe kembali berjalan. "Semoga kau menemukan sesuatu yang berguna malam ini," lanjutnya kembali celingukan.

Kami kembali menyusuri jalan, ditemani gedung-gedung pencakar langit dan toko-toko makanan ataupun minimarket di kiri dan kanan. Sepertinya belum ada tempat yang menarik bagi gadis itu.

Aku dan Chloe berhenti di pertigaan jalan. Di depan kami sebuah taman yang penuh dengan aneka kios jajanan. Tipikal taman yang dipakai di hari libur untuk berekreasi, berdagang, dan bercengkerama. Orang-orang lalu-lalang dan anak-anak berlari riang di sana.

"Aku yakin di sana banyak macam-macam makanan!" ujar Chloe antusias. "Ayo, ke sana!"

Mau tidak mau, aku mengikutinya. Kami menyeberangi zebra cross dan masuk ke taman dengan pagar beton berwarna merah muda itu. Keramaian yang lebih terasa dibanding dilihat dari luar langsung menyeruak. Kios-kios berbagai warna berdiri memenuhi pinggir-pinggir jalan. Ada yang menumpuk dengan pengunjung, ada yang sampai harus mengantre. Taman semakin ramai dengan robot-robot pemungut sampah serupa tempat sampah berlengan yang berkeliling di antara orang dewasa dan anak-anak. Pun, dimeriahkan oleh pertunjukan dari musisi jalanan sampai badut sulap yang menghibur para bocah dengan balon hewan berbentuk kompleks dengan warna merah delima, hijau zamrud, kuning emas, biru safir, dan lainnya di salah satu sudut.

Chloe melihat-lihat stan yang sekiranya tidak terlalu ramai. Aku mengikutinya ke sana kemari seperti seorang pengasuh. Dia memesan makanan, aku membayarnya. Kami begitu terus sampai lebih dari satu jam.

"Kau akan tetap melar kalau jajananmu sebanyak itu," sindirku lelah. Bungkus makanan dan kantung kertas memenuhi kedua tangannya. Aku bahkan sampai tidak tahu apa saja yang dia beli.

"Sekali-sekali. Kapan lagi kau akan mentraktirku begini?" balasnya tak acuh.

Dasar tak tahu diri.

"Mumpung kita di sini, sekalian saja kita habiskan makanannya sambil menikmati pemandangan," sarannya.

"Kau tidak akan berbagi dengan Mischa dan Chrys?"

"Nanti kita beli pas pulang. Sekarang kita cari tempat yang nyaman dulu."

Akhirnya, setelah mencari tempat kosong di antara bangku-bangku taman yang penuh, rerumputan yang disesaki keluarga, dan pasangan-pasangan yang berduaan, kami menemukan tempat di salah satu sudut yang telah ditinggalkan oleh sekelompok orang. Pemandangannya cukup lumayan di mana kami bisa melihat pertunjukan cosplay dan masih bisa mendengar alunan musik dan lagu dari pengamen yang ada.

Kami duduk di bangku semen dengan bungkusan sebagai pembatas. Aku dan Chloe makan crepes yang sengaja dia beli dua karena salah satunya untukku, katanya.

Setelah satu gigitan, aku pun melontarkan pertanyaan, "Menurutmu, apa tujuan diadakannya olimpiade ini?" Kutatap makanan di tanganku seolah ia adalah pemicu penyakit gula.

Chloe mengangkat bahu. "Pamer teknologi?" terkanya. Sama seperti tebakan awalku saat semua ini dimulai.

"Tapi, aku tidak yakin," balasku, lalu menggigit crepes yang renyah itu lagi.

"Kenapa?"

"Pinku tidak pernah berkelap-kelip sebelumnya dan para avatar kita juga belum pernah sekalipun mengalami glitch."

"Mungkin itu kebetulan?" Chloe merespons dengan pipi menggembung.

"Atau ada kerusakan sistem? Bagaimana kalau data kita disadap?" tanyaku skeptis.

"Kau terlalu banyak menonton teori konspirasi, jadinya suka overthinking." Gadis itu menghabiskan crepes-nya dan lanjut makan takoyaki.

"Bagaimana kalau benar dan data-data kita dipakai untuk mengembangkan teknologi mereka yang sempat dihentikan beberapa tahun lalu?" Kuhabiskan crepes yang tersisa dan menyimpan pembungkusnya di saku jaket.

"Terlalu ribet," bantah Chloe. "Mending pakai tenaga orang dalam daripada mengundang orang luar untuk dicuri datanya seperti ini yang menghabiskan banyak biaya." Gadis itu mengeluarkan satu gelas jus buat berwarna merah dari kantong kertas di sela-sela makannya, lalu memberikannya padaku.

Aku menerimanya karena haus setelah makan crepes yang agak kering itu.

Chloe ada benarnya. Namun, aku masih tidak bisa mengenyahkan kemungkinan terburuk dari diadakannya pertandingan ini dan diretasnya pin avatar kami. Bagaimana kalau Ascent memang berusaha meretas dan memasukkan backdoor atau virus agar bisa menyusup ke sistem sekolah dan mencuri berbagai data yang ada? Hal terburuk mungkin virus yang ditanam akan masuk ke server basis data pusat saat sekolah melakukan sinkronisasi data. Lalu, perang informasi pun dimulai.

~~oOo~~

A/N

Seharusnya bab ini diterbitkan dua hari sebelumnya, tapi sayangnya aku gak enak badan dan baru bisa menyelesaikan semuanya hari ini ._.

...

Diterbitkan: 10/08/2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro