[2.2] Jarvis, The Best Gramps Ever [SHORT STORY]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pembual!"

Suara itu terdengar di sebuah sekolah dasar dimana beberapa anak tampak menertawakan seseorang disana. Peter Stark hanya bisa meremas pakaian yang ia kenakan, tertunduk saat ia tidak bisa menjawab apapun. Flash berada di sekolah yang sama dengannya, dan ia masih mengejeknya sebagai pembual karena mengatakan jika ia adalah anak dari Tony Stark sejak 2 tahun yang lalu.

Karena itu juga banyak anak-anak yang juga tidak percaya dengan omongannya ikut mengejeknya dan menertawakannya. Jarvis tidak menungguinya saat jam sekolah, Peter yang memintanya agar ia bisa terlihat seperti anak-anak lainnya. Namun ini adalah waktunya pulang, itu artinya ia hanya butuh menunggu sebentar Jarvis, dan ia akan pulang.

Ia tidak perlu mendengar perkataan dari mereka lagi.

"Dimana ayahmu Tony Stark, Peter? Oh tunggu dulu, ia bukan ayahmu. Tentu saja ia tidak akan membantumu!"

Matanya sudah tampak berair dan ia hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Ia baru saja akan meninggalkan tempat itu dan menutup telinganya.

"Kalian pengecut, hanya bisa main keroyokan saja. Menjauhlah, kalian bocah nakal!" Suara itu bahkan terdengar dari seorang anak yang hanya lebih tua sekitar 2 tahun darinya. Ia ingat tentang anak itu, Wade Wilson yang berada di kelas sebelahnya. 

Ia terkenal badung dan suka berbicara kata-kata yang tidak seharusnya dikatakan oleh anak-anak seperti mereka. Yah, walaupun ia terkadang mendengar ayahnya hampir mengatakan itu sebelum Jarvis menghentikannya dan mengatakan padanya untuk tidak mengulangi apa yang disebut oleh ayahnya.

"Kau tidak apa-apa baby boy?" Peter merengut mendengar panggilan dari Wade. Ia bukan bayi, ia sudah besar bahkan ia sudah bisa pergi ke kamar mandi sendiri walau masih diawasi oleh Jarvis. Ia juga sudah tidak makan berantakan dan tidak disuapi oleh ayahnya atau Jarvis lagi.

"Aku bukan bayi."

"Benar juga, wajahmu yang imut itu lebih lucu daripada bayi," ia tersenyum dan tampak mengacak rambut Peter yang mengembungkan pipinya dan membereskan rambutnya yang berantakan.

"Lihat saja Wade, akan kuadukan pada ayahku!" Sepertinya Wade sudah memukul keras kepala Flash hingga benjol dan beberapa anak lainnya tampak menangis sambil berlari meninggalkan Peter dan Wade.

"Laporkan saja Malfoy!" Wade mengacungkan jari tengahnya kearah mereka yang sudah berlari menjauh itu, "oh, jangan mengulangi apa yang kulakukan tadi. Itu tidak baik untukmu babyboy. Dan sebenarnya sedikit aneh untuk anak seusiaku, tetapi kurasa antara authornya yang lupa akan usiaku disini, atau ia yang terlalu malas untuk membuatku bersikap manis seperti anak-anak lainnya."

...

Lupakan.

"Dengan siapa kau bicara?"

"Nah, lupakan saja, kau tidak perlu tahu," Wade tampak tertawa dan mengibaskan tangannya.

"Uh, terima kasih sudah membantuku," Peter tahu apa yang dilakukan oleh Wade itu tidak baik, namun ia melakukannya untuk membantu Peter agar anak-anak itu tidak mengganggunya lagi. Ia menarik pelan ujung pakaian Wade dan menunduk ragu, "namaku Peter--"

"Stark," Wade tampak mengatakan dengan ragu. Peter tampak sedikit kaget karena tidak ada yang percaya jika nama belakangnya adalah Stark bahkan guru sekalipun, "sebelum kau mengatakannya, tentu aku percaya jika nama belakangmu disini adalah Stark. Author yang membuat timeline ini agar kau menjadi anak dari Tony Stark walau nama aslimu adalah--"

Oke, Wade. Stop.

Peter hanya memiringkan kepalanya namun tersenyum bingung. Sesuatu yang salah, karena itu membuat Wade merasa sesuatu yang seharusnya tidak ia rasakan saat berusia 7 tahun. Oh ayolah Wade, apakah kau sudah jatuh cinta pada si kecil Peter? Tetapi kalian bahkan belum besar.

"Aw Shut up!" Wade tampak menghentikan narasi itu dan menutupi wajah merahnya. Ia merasa sedikit demam sekarang meski ia tidak tahu apa penyebabnya, "uhuh, aku tidak mau hanya dapat ucapan terima kasih saja. Ngomong-ngomong namaku Wade, Wade Wilson!"

"Salam kenal Wade, apa kau ingin sesuatu? Aku bisa meminta tolong pada Mr. Jarvis atau daddy membelikannya untukmu."

"Hmmm," ia bergumam dan tampak mengisyaratkan Peter untuk mendekat, "biar aku membisikkannya saja."

Peter sebagai anak kecil normal dan polos hanya memiringkan kepalanya dan tampak mendekat. Jarvis sendiri baru saja keluar dari mobil untuk menjemput Peter saat melihat anak itu sedang bersama dengan 'teman'nya dan mengira mereka sedang bermain.

Tentu itu sebelum Jarvis melihat bagaimana Wade mengecup pipi Peter begitu saja saat wajah mereka berdekatan dan segera tersenyum lebar penuh kemenangan.

"Itu sudah cukup~ kuterima ucapan terima kasihmu," Wade tampak mengangguk dan berbalik, meninggalkan Peter yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dan Jarvis yang mematung melihat semua itu. Ia menghela napas, tahu jika akan banyak yang harus ia jelaskan pada Tony.

Karena ia tahu Friday merekam semua itu.

.
.

Seperti yang ia duga, Jarvis mendapatkan ratusan pertanyaan yang bahkan tidak bisa ia jawab selain siapa Wade Wilson. Tentu setelah insiden itu, mengetahui bagaimana protektifnya Tony Stark membuatnya segera mencari informasi tentang Wade dan meyakinkan Tony jika semuanya akan baik-baik saja.

Lagipula yang Wade lakukan saat itu adalah membantu Peter yang dibully lagi oleh anak-anak lainnya. 

Dan sekarang, ia memperhatikan bagaimana Peter lebih sering menghabiskan waktu dengan Wade ketimbang anak lainnya. Itu juga sebuah keuntungan, karena saat Jarvis tidak bisa menjemput tepat waktu, Peter akan bersama dengan Wade yang menunggunya hingga Jarvis menjemput.

Meski ia tidak tahu kenapa Wade tidak pernah mau untuk diantarkan oleh mereka.

'Sepertinya hari ini Mr. Wilson akan menunggui tuan muda lagi,' Jarvis melihat jam tangannya, ia terlambat 30 menit karena pekerjaan yang harus ia selesaikan. Dan sekarang ia sudah memarkirkan mobil di depan sekolah untuk mencari sosok Peter dan juga Wade.

"Hei, lepaskan Peter!"

"Diamlah bocah bodoh!"

Suara itu membuatnya menjadi waspada. Ia bisa mendengar suara Wade yang tampak mencoba untuk meneriakkan sesuatu dan juga seseorang yang berteriak keras disana. 

"WADE!"

Suara Peter membuatnya semakin yakin sesuatu terjadi, dan saat ia menoleh kearah sumber suara, seseorang yang tidak ia kenal tampak berusaha untuk menarik tangan Peter. Dan bagaiman Wade tertendang menjauh, dan Peter masih mencoba untuk menarik tangannya agar bebas dari pria itu.

"Jangan berisik atau aku akan--" 

CLICK

Jarvis tidak butuh menunggu lama saat sebuah pistol ia tempelkan di punggung salah satu pria disana. Tentu ia tidak akan membiarkan Peter melihatnya, dan ia hanya berdiri di belakang pria itu.

"Apakah ada yang kau inginkan tuan?" Jarvis memelintir tangan pria itu dengan kuat membuatnya kesakitan dan melepaskan tangan Peter yang segera berlari kearah Wade. Karena ia tahu saat ini Jarvis bukan pilihan yang tepat.

Beberapa orang tampak keluar dari mobil hitam itu, dan Jarvis hampir menghabiskan sebagian orang itu sebelum sebagian tampak berlari dari sana. Usia tidak pernah ia masalahkan, setidaknya ia masih bisa menahan separuh dari mereka sebelum seseorang baru saja akan menembaknya saat dari belakang Happy segera memukulnya hingga pingsan.

"Kau tidak apa Mr. Jarvis?"

"Ah," Jarvis menghela napas dan memegangi dadanya, "kurasa aku terlalu tua untuk mengandalkan fisikku."

"Setelah kau mengalahkan sebagian dari mereka?" Happy tampak menatap dengan tatapan 'yang benar saja' dan Jarvis hanya mendengus pelan dan memperbaiki jasnya. Peter dan Wade menoleh kearah Jarvis dan juga semua orang yang pingsan diantara mereka sebelum Peter mendekati Jarvis dan memeluk kakinya erat.

"Kau tidak apa J?"

"Ya, bagaimana denganmu tuan muda?" Peter hanya mengangguk dan menenggelamkan wajahnya pada kaki Jarvis. Tubuh kecil itu gemetar dan Jarvis mengangkatnya pelan, "apakah kau takut tuan muda? Maaf lama datang untukmu..."

"Tidak. Aku takut kau terluka J," air matanya sudah menggenang, dan Jarvis hanya terdiam sebelum tersenyum dan memeluk sambil mensupport kepala Peter dengan sebelah tangannya.

"Aku baik-baik saja tuan muda. Terima kasih sudah menghawatirkanku..."

Peter hanya mengangguk dan memeluk erat leher Jarvis. Pria tua itu menatap Wade yang tampak terdiam dan seolah masih kaget dengan apa yang dialami.

"Mr. Wilson," Wade tersentak sedikit dan menatap Jarvis yang berjongkok, "terima kasih sudah melindungi tuan muda."

...

"Tentu, apapun untuk baby boy!"

.
.

Tony tampak terdiam, ia harus pergi ke Afghanistan. Namun, sekali lagi ia mendapatkan informasi jika Peter hendak diculik oleh seseorang. Jarvis dan Happy sudah menangani hal itu, namun Tony tetap saja tidak tenang dengan itu. Menghela napas, ia tampak menaruh handphonenya di atas meja.

"Sir," Jarvis baru saja tiba setelah pembicaraan mereka di handphone itu, "anda memanggil?"

"Apakah kau mendapat informasi tentang siapa yang berusaha menculik Peter?"

"Mereka menolak untuk memberitahu. Namun, saya mengenal bahasa yang sempat mereka gunakan," Jarvis tampak menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apapun, "Afghanistan. Itu yang berani saya katakan sebelum mengansumsikan semuanya."

...

"Saya harap anda memikirkan lagi kepergian anda Sir."

"Kalau mereka memang mengincarku, maka aku akan menuruti mereka asalkan mereka tidak menyentuh Peter," Tony menghela napas dan tampak melepaskan google miliknya, "akan kulakukan apapun untuk menyelamatkannya."

"Saya akan melindungi tuan muda selama anda pergi. Anda tidak perlu khawatir Sir," Tony menatap Jarvis sebelum tersenyum tanpa ragu.

"Aku bukan hanya khawatir pada Peter kau tahu?"

.
.

Sudah beberapa hari Tony pergi ke Afghanistan untuk urusan bisnis dan Jarvis selalu bersama dengan Peter. Meski tidak secara langsung, ia bahkan menunggui Peter di sekolah dan memperhatikan pergerakan yang aneh sedikit saja agar ia bisa mencoba untuk bertindak cepat.

Hari itu, ia baru saja menyelesaikan laundry yang ia kerjakan saat pesan di handphonenya berbunyi dan ia meletakkan cucian di tangannya sebelum mengambil handphonenya. Memperhatikan pesan dari tuan mudanya, senyumannya tidak bisa ia sembunyikan. Ia bahkan melupakan hari ulang tahunnya besok.

Dengan segera ia mengetikkan balasannya, tentu dengan respon tentang usia dan juga saran Tony untuk berhenti. Ia tahu dan mengerti jika Tony tidak bermaksud memberhentikannya. Ia dan juga ayahnya cukup mirip satu sama lain, dan Jarvis sudah terlalu lama menghadapi Howard untuk melihat sikap candaan ataupun seriusnya.

Peter menanyakan hadiah yang ia inginkan, yang sebenarnya tidak ada. Karena ia hanya ingin penerus nama Stark itu baik-baik saja dan ia bisa melihatnya tumbuh besar menjadi pemuda yang hebat.

Edwin Jarvis
Bagaimana jika membantuku membuat kue?

Tentu saja ia hanya bisa meminta itu. Dan ia sudah tahu Peter akan menyetujui itu. Tidak menunggu waktu lama untuknya mendengar suara langkah kecil dan juga teriakan melengking tinggi khas anak kecil yang mengarah padanya.

"J!"

Jarvis mencoba menangkap anak itu dan tertawa saat Peter melompat ke gendongannya.

"Ahaha, kau akan membuat pinggangku encok tuan muda," itu benar, namun ia tidak begitu saja menyalahkan Peter yang tampak menganggap candaan itu sebagai hal yang serius saat wajahnya berubah kaget dan matanya berair.

"Ma-maafkan aku!"

"Aku hanya bercanda tuan muda. Bagaimana kalau kita mulai menyiapkan kuenya?"

"Ya! Aku ingin cokelat dan juga krim vanila yang baaaanyak!"

.
.

"Tuan muda, tetap disini," Peter tidak pernah mendengar Jarvis berbicara dengan nada serius seperti itu. Nada serius yang membuatnya takut saat ini, ketika suara tembakan tiba-tiba menghancurkan semua jendela yang ada di dekat mereka. Ia bahkan tidak sadar saat Jarvis menggendongnya dan sekarang mereka berada di sisi depan lemari kamarnya.

"Tetapi... tetapi bagaimana denganmu?!"

"Aku akan memeriksa keadaan. Aku akan kembali secepatnya, tetaplah disini tuan muda," Peter tampak menatap Jarvis sambil mencengkram kemeja putih Jarvis dan menggigit bibir bawahnya. Jarvis menatap Peter, tersenyum padanya.

"Tenang saja tuan muda, saya hanya ingin memastikan kue kita baik-baik saja. Saya tidak ingin kado dari anda sampai rusak bukan?" Jarvis mengecup dahi Peter dan tampak mendapatkan anggukan dari anak itu.

"Berhati-hatilah J..."

"Tentu tuan," ia tersenyum dan menutup lemari itu, tampak mengambil salah satu pistol di laci kamar Peter--Tony yang menyarankan agar jika terjadi hal seperti ini, ia sudah memiliki senjata.

"Baiklah..."

.
.

Untuk saat ini orang-orang itu sudah tertembak semua. Darah berceceran kemana-mana dan suasana disana tampak sangat sepi. Jarvis mencoba meminta Friday untuk menghubungi Tony namun selalu gagal. Tetapi, setidaknya untuk sekarang Peter dalam keadaan aman. Ia sudah menghubungi Pepper dan Rhodey meski tersambung dengan kotak suara, dan segera berjalan menuju ke kamar tempat Peter berada dengan langkah tertatih.

Darah menetes berasal dari tubuhnya, kemeja putih yang sering ia kenakan sekarang tampak terkena noda darah di beberapa sisi tubuhnya.

"Kurasa akan susah untuk membersihkannya nanti," ia tampak tertawa pelan, meski saat ini napasnya bahkan sudah tidak karuan. Kesadarannya semakin menipis, dan ia tetap mencoba untuk menuju ke kamar Peter yang ada di dekat sana.

"Mr. Jarvis, seseorang mencoba untuk merentas program saya."

"Masih ada?" Ia tampak menoleh kearah jendela dan menemukan beberapa orang tampak mencoba menerobos masuk. Masih terlalu berbahaya untuk Peter keluar dari lemari itu, namun ia tahu anak itu sangat takut akan kegelapan. Sampai di kamar itu, ia tampak membenturkan punggungnya pada dinding dan mengatur napasnya.

Sangat riskan untuk berbicara saat ini, ia tidak tahu apakah nanti akan ada seseorang yang sudah masuk dan mendengar atau tidak.

Dan saat tubuhnya merosot begitu saja, ia mengeluarkan handphonenya yang sekarang bahkan sudah dipenuhi noda merah darah.

Edwin Jarvis
Tuan muda

Edwin Jarvis
Jangan keluar dari sana.

Ia tidak perlu menunggu waktu lama untuk Peter menjawab. Tentu ia tahu. Ia tahu jika yang ditanya oleh Peter adalah keadaan dirinya saat ini yang tentu saja sama sekali tidak baik. Namun, ia memutuskan untuk tidak mengatakan apapun tentang itu.

Ia harus memastikan anak itu tidak takut, dan ia mengetuk lemari tersembunyi yang dibuat oleh Tony untuk keadaan darurat. Ia bisa mendengar suara tawa lega dari Peter dan ia menghela napas ikut lega. Setidaknya Peter tidak akan takut, untuk sementara.

Ia tertawa pelan saat mendengar permintaan dari Peter yang memintanya bernyanyi lagu tidurnya. Ia menghela napas, tampak menerawang pada langit-langit saat itu sebelum tersenyum lelah.

'Untuk sekali ini...'

"You are my sunshine..."

"My only sunshine..."

"You make me happy,"

"When sky are grey..."

.
.

Ia bisa mendengar suaa dengkuran pelan dari Peter yang menandakan ia sedang tidur. Jarvis menghela napas, darah semakin menggenangi bagian bawah tubuhnya.

"Fri, bagaimana dengan penyusup itu?"

"Saya berusaha untuk menahan mereka, namun sepertinya mereka mengetahui semua kode keamanan yang saya miliki Mr. Jarvis..."

"Obadiah," ia tampak berdecak, sudah menduga jika memang rekan dari Howard yang melakukan semua itu. Bukan tanpa bukti, semua rencana penculikan Peter selalu hampir terjadi saat Obadiah memberikan banyak tugas padanya. Ia hanya berharap Tony baik-baik saja. Ia hanya berharap Peter baik-baik saja.

Dan ia bisa memastikan salah satunya aman.

Dan ia hanya tersenyum, mengetikkan sesuatu di handphonenya selama beberapa saat sebelum tangannya terjatuh, membuat handphone itu tergeletak meninggalkan satu pesan yang tidak sempat ia kirimkan.

Edwin Jarvis
Suatu kehormatan bisa bersama dan melayani anda hingga sekarang.

Ia tidak memiliki kekuatan bahkan untuk mengangkat tangannya, seolah semua darahnya terkuras habis.

'Ini waktunya?'

Jarvis terdiam, ia tampak menatap kearah depan dengan pandangan kosong. Matanya menerawang seolah melihat sesuatu yang tidak ada disana sebelum tersenyum.

"Akhirnya... aku melihatmu, Tina."

.
.

"Mr. Jarvis?"

Peter tampak terbangun saat suara gaduh terdengar dari balik pintu lemari. Ia berbisik beberapa kali memanggil nama pria yang sudah ia anggap sebagai kakeknya sendiri itu namun tidak ada jawaban apapun. Ia segera mengambil handphone di dekat sana dan mengirimkan pesan sambil membuka sedikit pintu lemari hingga ia bisa mengintip sedikit.

Ia bisa melihat Jarvis yang tampak dibawa oleh mereka, bahkan Jarvis tidak melawan seperti biasa ataupun mengatakan apapun. Hanya diam, dan matanya tertutup.

"Cari anak itu."

Orang-orang itu tampak tidak mengatakan namanya, namun Peter tahu jika mereka mencoba untuk mencari mereka. Dan sekali lagi, kali ini ia mencoba untuk mengirimkan pesan pada ayahnya, kembali gagal.

Ia berharap bisa mengenal salah satu dari mereka. Pamannya Rhodey, Bibinya Pepper, ia ingin ayahnya dan keluarganya. Tetapi tidak ada siapapun dan itu membuatnya takut. Dan isakan pelan terdengar meluncur dari mulutnya hingga membuatnya menutup mulut.

"Aku mendengar sesuatu..."

Seseorang dari mereka tampak berbalik dan berjalan mencoba untuk mencari tahu suaranya tadi. Ia menutup matanya, ketakutan, sebelum tangannya yang gemetar tampak mencoba memencet huruf didepannya.

Peter Stark
Ada seseorang yang datang.

Peter Stark
Daddy...?

Peter Stark
Aku takut...

To Be Continue

(NOTE : Tina Jarvis. Mendiang istri Edwin Jarvis yang meninggal karena tertembak saat misi.)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro