1-5 | Help Me!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hai! Mau ngasih tau, kenapa sih di setiap chapter ada keterangan tempat dan waktunya?

Karena Avenir alur awalnya emang cepet banget. Jadi aku minta kalian perhatiin keterangan waktunya biar ga bingung waktu mencerna alurnya.

Selamat menikmati Avenir! Xoxo

*****

The other dimension, unknown date and time.

Dylan menjadikan kedua lengannya sebagai bantal, ia berbaring di atas rumput taman Kota Moorevale yang sepi. Tentu saja rumput yang ia tiduri juga tidak memiliki warna. Pandangannya tertuju pada langit-langit kota Moorevale. Matahari siang ini sungguh terik, tetapi pemuda itu sama sekali tidak merasa silau.

Satu-satunya hal yang membuatnya silau adalah cahaya putih kebiruan yang menari-nari di sekitar tubuhnya. Lama kelamaan ia menjadi terbiasa.

Dylan memikirkan ribuan cara untuk keluar dari dunia dalam portal, tetapi selalu gagal. Pemuda itu sudah mencoba untuk kembali ke laboratorium dan keluar melalui portal yang dibuat sang ayah. Nihil, portal tersebut tidak terhubung lagi dengan dunianya.

"Jeez, what should I do?"

Selama berada di tempat ini, tenaga pemuda itu berangsur-angsur pulih. Padahal, sebelumnya ia merasa sangat lemas. Dylan mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi dan melihat Partikel 201X menari-nari di sana.

"Partikel bodoh. Mengapa kau suka sekali menempel padaku seperti Venom?" Ia kembali bermonolog.

Karena kesal, Dylan mengibas-ngibaskan tangannya. Sayangnya, benda kecil bercahaya itu enggan meninggalkan tubuhnya.

"Partikel bodoh! Karena kau aku terjebak di dalam sini!" Ia geram.

Dylan mendesah kasar, merasa bodoh karena berani melawan partikel paling berbahaya di dunia nyata. Yeah, dunianya, bukan tempat antah berantah di mana ia terjebak sekarang. Pemuda itu menyerah, kembali menatap kosong ke arah langit. Perlahan, kesadarannya menurun. Tanpa sadar, kedua netranya terpejam.

*****

Dylan membuka kedua netra perlahan, merasakan ada sesuatu yang dingin terjatuh mengenai hidungnya.

"What the hell?" gumamnya. Terkejut, dengan cepat ia bangun dan menegakkan tubuh, kemudian menoleh ke sekitar.

Salju. Dylan melihat salju yang sedang turun di mana-mana! Pemuda itu terkejut setengah mati. Ia yakin hanya tertidur sekitar dua jam, mengapa salju sudah turun?

"No way. Ini masih bulan Juli. Tidak ada salju yang turun di bulan Juli!"

Dylan berdiri dan berkeliling di taman kota yang seluruhnya sudah ditutupi salju. Danau di pinggir taman pun membeku. Tubuhnya menggigil, ia mengusap-usap kedua lengannya.

"Aku harus mencari sesuatu untuk menghangatkan diri," putusnya.

Tiba-tiba, cahaya putih kebiruan berpendar di sekitar tubuhnya. Tentu saja hal itu membuat Dylan terkejut. Di luar dugaan, Partikel 201X memberikan kehangatan untuknya.

"Partikel ini ...." Ia menjeda kalimatnya. "Partikel ini menuruti keinginanku. But, how? And why?"

Dylan kembali melanjutkan perjalanan menuju pinggiran kota, tempat di mana ia menetap. Terkadang ia berhenti di suatu tempat untuk duduk. Hal nekat lain yang dilakukannya adalah membobol supermarket atau bakery. Tidak ada alasan khusus, ia hanya ingin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya di dunia nyata.

Pemuda itu terus melangkah sambil mengunyah roti bagel yang ia curi. Salju sudah berhenti turun, hingga saat ini Dylan tetap tidak merasa kedinginan.

Di satu persimpangan, ia berhenti. Pemuda itu menatap bangunan di depannya dengan binar cerah di kedua netranya. Kurva lengkung terulas di wajahnya.

"I'm home!" ucapnya dengan gembira.

*****

Moorevale, USA.
18 Agustus, 2019.

Chloe berdiri di tempat itu lagi, sebuah ruangan yang sangat besar dengan gerbang futuristik di dalamnya. Tempat itu masih monokrom, begitu pula dengan tubuhnya. Chloe berkeliling untuk mencari jalan keluar. Nihil, yang ia temui hanyalah jalan buntu. Setelah mengedarkan pandangan, Chloe akhirnya menyadari bahwa gedung di mana dirinya berada adalah laboratorium.

Pada akhirnya ia menyerah dan kembali ke posisi semula. Gadis itu menatap kosong ke arah gerbang futuristik di hadapannya.

"Apakah aku bisa keluar dari sini jika masuk ke dalam portal?"

Chloe meneguk salivanya. Ia benar-benar tidak tahu ada apa di balik gerbang itu. Setelah berpikir ribuan kali, ia memutuskan untuk tidak masuk ke dalam sana dan mati konyol, melainkan mencoba menggedor-gedor semua pintu yang ada di laboratorium itu.

"Halo? Ada orang di sana?" Ia berteriak sambil terus menggedor-gedor pintu.

Tidak ada yang menjawab panggilannya, ia menyerah ketika kedua tangannya terasa sakit. Bagaimana tidak? Gadis itu mencoba mendobrak pintu yang terbuat dari besi.

"Stupid laboratory!" Ia menggerutu, kemudian menendang pintu tersebut.

Gadis itu kembali ke tempat semula, kemudian berjalan ke arah portal tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk keluar melaluinya.

"It's okay, Chloe. Kau tidak akan mati hari ini. Itu cuma portal." Ia bermonolog untuk meyakinkan diri sendiri.

Secara perlahan, gadis itu masuk ke dalam. Ia melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu, kemudian mencondongkan tubuhnya melewati perbatasan portal. Ia memejamkan kedua netranya. Jujur saja, ia tidak sanggup untuk melihat apa yang ada di sisi lain gerbang tersebut.

Setelah seluruh tubuhnya sudah melewati perbatasan, ia membuka matanya.

"What the hell?" Ia terkejut.

Ia melihat laboratorium itu lagi. Seluruhnya berwarna hitam dan putih, persis seperti di salah satu sisinya, tidak ada sesuatu yang berubah. Tempat itu bagaikan cermin.

Chloe tertawa putus asa. "Nice. Kau terjebak di sini selamanya, Chloe Wilder!"

Chloe kembali ke sisi lain portal, tempat di mana ia berasal. Ketika sampai di tempat semula, gadis itu merasakan jantungnya seakan terlepas. Sekitar lima meter di hadapannya, berdirilah sosok pemuda yang pernah ia lihat di televisi.

Lagi-lagi, Chloe melihat pemuda tampan itu. Berbeda dengan pertemuannya yang terakhir, kini ia dapat melihat sosoknya dengan jelas.

"Help me," ucap pemuda itu parau.

"What?" Chloe mengernyit.

"Help me!" Pemuda itu berbicara sedikit keras.

"What I'm supposed to do? Aku pun terjebak di dalam sini!"

Pemuda itu menujukan telapak tangannya pada Chloe, persis seperti seseorang yang hendak melakukan high five. Secara perlahan, ia mengulurkan tangannya pada Chloe, tetapi berhenti di satu titik.

Chloe memberanikan diri untuk mendekat. Secara perlahan, ia melakukan hal yang sama. Sebelum permukaan telapak tangan mereka bertemu, Chloe merasakan ada tembok transparan yang menghalangi mereka.

"Please, help me," ucap pemuda itu lagi.

Chloe membuka kedua netranya. Kini, gadis berambut merah itu sedang menatap langit-langit kamar. Ia mengembuskan napas berat, kemudian duduk tegak di atas ranjang.

"Pemuda itu lagi," gumamnya, "pemuda yang tewas saat ledakan itu."

Sudah sebulan sejak ledakan Vortex Laboratory, tetapi kecelakaan itu masih menghantuinya. Ia mengambil ponsel di atas nakas dan meredupkan brightness benda pipih itu. Waktu menunjukan pukul satu dini hari, ia membuka Google Chrome dan mengetik sesuatu di kolom pencarian.

"Pemuda ... yang ... tewas ... akibat ... ledakan ... laboratorium." Ia bermonolog sambil mengetik, kemudian menekan tombol search.

Ia membuka portal berita terbaru yang ditulis sekitar satu bulan lalu, kemudian menggeser layarnya ke atas hingga ia menemukan potret pemuda yang baru saja hadir di mimpinya. Akhirnya, Chloe ingat nama pemuda itu.

Ia menghela napas dan mengusap wajahnya. "Dylan Grayson, untuk apa kau datang ke mimpiku dan meminta tolong? Kau sudah tewas sebulan yang lalu."

Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro