1-8 | Homecoming [Part 1]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"He dump you? So dump him back!"

Berakhirnya status Chloe sebagai tahanan rumah bertepatan dengan hari di mana Homecoming diadakan. Sore ini, pertandingan final tim basket Moorevale High melawan musuh bebuyutannya, Wittenberg High, akan segera dimulai. Gadis berambut merah itu duduk di bangku cadangan gym, menemani Kelsey yang sedang melakukan pemanasan dengan seragam cheerleader lengkap berwarna putih-biru dan rambut yang dikuncir menjadi satu.

"Aku tidak pernah tahu pertandingan basket SMA bisa dihadiri penonton sebanyak ini." Chloe memecah keheningan sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru gymnasium.

Ruangan indoor tersebut dipenuhi lautan manusia. Tim basket Moorevale High, termasuk Sam, berkerumun dan melakukan pemanasan tidak jauh dari lokasi cheerleader berkumpul, sedangkan tim lawan berada di seberang lapangan, berdiri mengelilingi pelatih mereka. Di bangku tribun, banyak penonton yang duduk maupun berkeliaran, saling mengobrol satu sama lain, menunggu pertandingan sore ini dimulai.

"Tentu saja, ini homecoming game! Beberapa orang tua murid dari pemain basket bahkan datang untuk menonton. Jangan lupakan kekasih mereka yang bersekolah di SMA lain," jawab Kelsey sambil meregangkan kedua tangannya di atas kepala, masih melakukan pemanasan.

Chloe mendesah pelan. "Why is everyone so obsessed with Homecoming?"

"Because it's romantic," jawab Kelsey sambil mengubah gerakan pemanasannya. Ia berkacak pinggang sambil memutar pergelangan kaki kanannya searah jarum jam. "Bukankah kau akan pergi dengan seseorang?"

"Well ... dia mengabaikanku seminggu ini."

Kelsey menghentikan gerakan pemanasannya, menoleh ke arah sepupunya. "What?"

"Kerabatnya baru saja meninggal, mungkin ia—"

"Oh, hell no." Kelsey memutus kalimat Chloe. "He dump you? So dump him back!"

"Hei! Dia tidak sejahat itu, sudah kubilang ia sedang berduka!" bela Chloe.

"Justru karena ia sedang berduka, seharusnya ia tetap menghubungimu, 'kan? Menceritakan keluh kesahnya padamu?" oceh Kelsey.

Chloe memejamkan kedua netra dan mendesah pelan. Tidak, Kelsey tidak paham apa yang Dylan dan dirinya telah lalui, tentu saja sepupunya itu berkomentar seenaknya.

Kelsey berjalan menghampiri Chloe yang sedang duduk, kemudian berkacak pinggang. "Lihatlah, banyak pemuda-pemuda tampan di ruangan ini. Siapa yang ingin kau ajak malam ini? Aku bisa membuat mereka mau pergi denganmu."

"Kelsey ...." Chloe mendengkus kesal.

"Tunjukkan pada pemuda itu kalau kau sudah move on!" Kelsey meletakkan kedua tangan di pipi sepupunya, kemudian mengarahkan paksa wajah Chloe ke arah kerumunan atlet basket yang sedang berkumpul. "See? So many hot guys. Lihatlah semua tiruan Troy Bolton ini!"

Karena terpaksa, Chloe mengedarkan pandangan pada satu per satu pemain basket yang sedang melakukan pemanasan. Beberapa dari mereka datang bersama seorang gadis, yang sudah dipastikan adalah sang kekasih. Salah satunya adalah Sam, ia berdiri di sana dan mengobrol bersama Abby. Di samping mereka, berdirilah seorang pemuda yang bertanggung jawab atas kacaunya perasaan Chloe seminggu ini, lengkap dengan hoodie abu-abu dan Converse Chuck Taylor Low kesayangannya.

"It's him, right? Yang memakai hoodie abu-abu?" Kelsey memicingkan mata, memfokuskan pandangannya pada Dylan. "Dylan Grayson, pasangan Homecoming-mu?"

Chloe melepas cengkeraman tangan Kelsey dari pipinya. "Ah, sudahlah, lupakan saja."

"He's right there!" ucap Kelsey berapi-api, "kau harus mendatanginya dan meminta penjelasan!"

"Bagaimana jika ia merasa risi dengan kehadiranku?" Chloe menekuk wajahnya.

"So he's a jerk and go find someone else!" tegas Kelsey.

Coach Harrington meniup peluit, pertanda bahwa pertandingan final akan segera dimulai. Pemain dari kedua tim bersiap untuk menempati posisi di tengah lapangan. Abby memberikan ciuman penyemangat untuk Sam sebelum kembali ke bangku tribun. Berbeda dengan Dylan, ia tidak melangkah bersama gadis itu untuk mencari tempat duduk, melainkan pergi ke arah pintu keluar gym.

"Wait, dia tidak menonton pertandingan sore ini?" tanya Kelsey.

"I-I don't know."

Kelsey mendorong tubuh sepupunya menuju pintu keluar. "Cepat susul dia!"

"Oke, oke, berhenti mendorongku!" keluh Chloe.

Chloe berlari kecil menuju pintu keluar gym, diikuti oleh Kelsey. Sesampainya di luar, mereka kehilangan sosok Dylan. Keduanya berjalan hingga persimpangan koridor, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadiran pemuda berambut cokelat itu di sana.

"Where is he going?" ucap Chloe, sedikit linglung.

"Mungkin ke toilet?" jawab Kelsey.

"Secepat itu?" Chloe bertanya balik. Atau ... ia pergi ke dunia portal? Tapi untuk apa?

"Mungkin dia pulang untuk menghindarimu? Kalau begitu, setelah pertandingan ini, kau pergi ke pesta dansa bersamaku!" putus Kelsey.

Chloe menoleh cepat ke arah Kelsey. "Wait, what? Lalu, bagaimana dengan pasangan Homecoming-mu?"

"Kita bisa pergi bertiga, 'kan?"

Chloe memutar bola matanya malas. Mendengarnya saja sudah membuat gadis itu tidak berselera untuk pergi ke pesta dansa sekolah. Kelsey pasti lebih terfokus pada pasangannya, ia akan mengabaikan Chloe sepanjang malam, membuatnya terlihat seperti gadis single yang menyedihkan.

"No, thanks, aku akan pulang saja," ucap Chloe seadanya.

"Are you sure?"

"Yeah, mungkin aku akan mampir dulu ke rumah Dylan dan—"

"Hell no!" protes Kelsey, "dia membuangmu, mengapa kau bersikeras untuk mendatanginya?"

"But you don't understand—"

"Chloe, Sweetheart, ulangi kata-kataku!" perintah Kelsey, "aku tidak akan mengunjungi Dylan dan aku tidak akan pergi bersamanya ke Homecoming."

Chloe mendengkus kasar. "Aku tidak akan mengunjungi Dylan dan aku tidak akan pergi bersamanya ke Homecoming."

Senyuman lebar terukir di wajah cantik Kelsey, merasa bangga dengan sepupu kecilnya. Gadis berambut merah dengan buntut kuda itu mengusap pucuk kepala Chloe lembut. "Good girl!"

*****

"Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah Dylan dan aku akan pergi bersamanya ke Homecoming." Chloe bermonolog.

Langit Kota Moorevale mulai menggelap. Limosin mewah yang dikendarai Chloe berhenti tempat di kediaman Dylan. Sang supir membukakan pintu untuk gadis itu. Dengan sangat hati-hati, Chloe keluar dari dalam kendaraan, menjaga agar heels setinggi lima sentimeter yang ia kenakan tidak membuatnya terjatuh dan berhasil mempermalukan diri sendiri.

Gadis itu tidak menyaksikan pertandingan final hingga selesai dan pulang terlebih dahulu untuk menghindari Kelsey. Selama jeda beberapa jam, ia memanfaatkan waktu untuk bersiap-siap. Meskipun hanya memoles makeup tipis-tipis dan mengenakan gaun lama, Chloe yakin Dylan masih tertarik untuk pergi ke Homecoming bersamanya.

Gadis itu mengingat percakapan yang dilakukannya dengan Dylan sehari sebelum tiba di Portland. Ya, saat malam Homecoming tiba, Chloe tetap harus menepati janjinya untuk menjemput pemuda itu, 'kan?

Chloe sampai tepat di depan pintu rumah Dylan. Ia menarik napas dalam-dalam, menetralkan debaran jantungnya. "Okay, Chloe, you got this," bisiknya. Ia menekan bel.

Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya dengan rambut cokelat sebahu membukakan pintu untuknya. Mendadak, kepala wanita itu dipenuhi dengan tanda tanya besar.

"Hello, Mrs. Grayson. I'm Chloe." Chloe memperkenalkan diri dan berbicara cukup cepat, berusaha menutupi rasa gugupnya.

"Hello ...." Nancy melirik lawan bicaranya dari ujung kepala hingga ujung kaki, terpesona dengan penampilan cantik Chloe malam ini.

"Ah, aku ... temannya Dylan dan ingin bertemu dengannya. Malam ini ... Homecoming diadakan dan kami berjanji untuk datang bersama-sama," jawab Chloe jujur, sedikit gugup.

"Teman?" tanya Nancy, dahinya berkerut.

"Y-yeah, teman," jawab Chloe seadanya. Ya, gadis itu belum menjadi pacarnya, 'kan?

Nancy membelalak. Mendengarnya, wanita paruh baya itu turut panik, mengingat Dylan tidak berkata apa pun mengenai malam Homecoming. Setelah menonton pertandingan final, pemuda itu masuk ke dalam kamar dalam keheningan dan tidak ada tanda-tanda akan mempersiapkan diri.

Nancy membawa Chloe untuk menunggu di ruang tamu, kemudian dirinya bergegas mendatangi sang anak di kamarnya.

"Dylan!" Nancy mengetuk pintu kamar berkali-kali.

"Come in!" teriak Dylan dari dalam kamar.

Nancy membuka pintu, hendak mengomeli putra semata wayangnya. Namun, wanita itu mengurungkannya ketika melihat Dylan berdiri di depan sebuah cermin besar, bersusah payah mengenakan dasi berwarna hitam. Pemuda berambut cokelat itu tampak rapi dengan suit abu-abu, dilengkapi dengan kemeja motif yang senada.

"Seorang gadis bernama Chloe datang dan berkata bahwa kalian akan pergi ke Homecoming bersama-sama. Apa itu benar?" tanya Nancy untuk memastikan.

Panik, Dylan memutar tubuhnya menghadap sang ibu. "Wait, what? Dia datang menjemputku?"

Nancy mengernyit, sedikit kebingungan. "Mom melihat limo di depan rumah dan seseorang menekan bel pintu, jadi, yeah, kurasa ia memang sengaja menjemputmu."

"Oh, no no no!" Pemuda dengan iris cokelat itu berjalan menuju jendela kamar untuk mengintip. Di depan rumahnya, ia melihat kendaraan mewah tersebut "Dang! Dia tidak bercanda! Padahal aku sudah berniat pulang lebih awal untuk menjemputnya!"

"Oh, jadi itu alasanmu tidak menonton pertandingan finalnya Sam hingga selesai?" tanya Nancy.

"Yeah. Aku sekalian mampir ke suatu tempat untuk membeli sesuatu." Dylan berjalan menuju ranjang, kemudian mengambil boks akrilik berbentuk heksagonal berukuran 20 x 20 sentimeter yang dibalut pita berwarna merah muda. "Menurut Mom, apa ia akan menyukainya?"

Nancy mengulas senyum ketika melihat isi dari boks akrilik yang ada di tangan Dylan, kemudian mengangguk pelan. "You have a good taste. It's beautiful."

Dylan mengembuskan napas lega. "Thank God!"

Nancy bantu merapikan suit yang dipakai putranya. "Mom kira kau melupakannya. Maksudku ... bisa bayangkan bagaimana perasaan Chloe jika kau lupa bahwa malam ini Homecoming diadakan? Syukurlah kau juga berinisiatif untuk membelikannya hadiah."

Dylan terdiam. Jika saja bukan dirinya yang mengajak Chloe ke Homecoming, pemuda berambut cokelat itu akan benar-benar melupakannya. Beberapa jam lalu, ia sama sekali tidak memiliki mood untuk pergi ke pesta dansa. Namun, ia tidak ingin menjadi pemuda berengsek yang menyakiti hati seorang gadis. Mau bagaimanapun, Chloe tidak melakukan dosa apa-apa. Dirinyalah yang harus berani menghadapi gadis itu dan berdamai dengan rasa sakitnya.

Atensi Nancy tertuju pada celana bahan yang dikenakan Dylan, panjangnya tidak sesuai dengan tubuh putranya yang kian meninggi.

"Astaga! Kau benar-benar akan memakai celana ini? Ukurannya sudah tidak pas lagi di tubuhmu!" seru Nancy.

Dylan mendesah pelan. "Yeah. Tapi ... hanya ini celana formal yang kupunya."

"Mengapa kau tidak mengatakannya pada Mom? Kita bisa berbelanja terlebih dahulu jika aku tahu kau akan pergi ke Homecoming!"

"I have a lot on my mind." Dylan mendesah pelan. Tentu saja, bahkan pada awalnya, ia memang tidak berniat untuk pergi.

"Suit yang kau gunakan masih satu model dengan milik Sean. Mungkin aku bisa menjahit sedikit beberapa bagiannya agar ukurannya pas di tubuhmu. How about it?" tanya Nancy.

"Yeah, it helps a lot!" Dylan mengangguk antusias beberapa kali. "Bisakah Mom melakukannya dengan cepat?"

"Tentu saja. Aku akan mengambil meteran dan peralatan jahitku. Setelah Mom mengukur ukuran tubuhmu, segera temui Chloe di bawah!" Nancy mengecup kening putranya cepat sebelum bergegas pergi keluar kamar.

Dylan menatap punggung sang ibu yang menghilang di koridor lantai dua. Mendadak, debaran jantungnya menjadi tidak beraturan. Setelah mengulur waktu selama seminggu penuh, kini tiba saatnya untuk menghadapi Chloe, memperbaiki hubungan mereka yang sempat memburuk. Rasa rindunya pada gadis itu lebih besar dibandingkan dengan rasa sakitnya. Ya, Sean telah tiada. Namun, ia masih memiliki Chloe di sampingnya, 'kan?

"Okay, Dylan, you can do this." Pemuda itu bermonolog, meyakinkan hatinya sebelum menemui Chloe.

Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

11 April 2021,
Nat

*****

Kira-kira apa ya isi boks akrilik yang dibeli Dylan? Ayo, tebak-tebakan dulu sebelum aku spill minggu depan!😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro