Berhenti, Bertahan, atau Istirahat?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mau di dunia literasi atau di dunia gambar, dan dunia-dunia lain. Pasti yang namanya jatuh bangun selalu menyertai, entah itu berakhir baik ataupun berakhir lebih buruk. Sudah menjadi bagian yang namanya perjalanan. Namun, terkadang manusia mengalami masa-masa yang sulit, masa di mana merasa bahwa perjuangan yang selama ini dilakukan sepenuh hati tidak menghasilkan apa pun.

Orang-orang sering berkata "Usaha tidak mengkhianati hasil!"

Itu betul, tetapi kemungkinan bahwa hasil mengkhianati usaha selalu saja besar. Menjadi salah satu penyebab kemerosotan semangat dan harapan. Menjadi batu sandungan untuk penulis, seniman, pengusaha, dan semua orang untuk meraih impian mereka. Memaksa mereka-mereka untuk bertekuk lutut dan pasrah menelan cita-citanya.

Tidak perlu jauh, saya sendiri yang dengan bangganya mencap diri sebagai "Penulis" merasakan hal yang sama. Beberapa bulan belakangan rasanya begitu sulit, sekadar merangkai satu kalimat pun sakit hatinya luar biasa. Pikiran-pikiran negatif datang, bahwa saya tak pantas menjadi seorang pengarang, saya itu gagal! Saya hancur! Tidak satu pun dari karya saya yang berhasil bertahan di tengah lautan literasi. Beberapa penulis yang sudah besar sering berpesan "Kamu kalau niat menulis, jangan cuma berharap baiknya saja. Literasi itu kejam. Promosi sana-sini, perkenalkan dirimu ke publik, buat karya yang baik, niat pun harus lebih baik." Namun, semua itu terdengar omong kosong. Saya sudah berniat yang baik, saya sudah buat karya yang setidaknya tidak membuat pembacanya tak bisa membedakan mana realita mana yang halusinasi, saya promosi, saya sudah lakukan semua yang mereka katakan. Lagi-lagi, gagal dan lebih buruknya lagi pikiran-pikiran buruk muncul.

"Kenapa saya harus berjuang dengan riset yang begitu melelahkan, sedangkan orang-orang lebih suka romantis murah sialan! Cerita-cerita dangkal yang bahkan tidak berlogika! Kisah-kisah pengusaha kaya yang cuman main perempuan tanpa kerja sebenarnya!"

"Saya merasa cerita ini lebih dari yang lain, kenapa orang-orang tidak menyadarinya dan berakhir di karya perusak mata dan bodoh!"

"Kenapa? Kenapa orang-orang yang bahkan tidak bisa menghargai tulisan dengan belajar dan memasukan isi berbobot, memilih kisah-kisah sinting menjajakan selangkangan!"

"Apa saya harus menulis seperti mereka, sekali pun itu tidak saya sukai?"

Berhari-hari, berbulan-bulan, nyaris bertahun-tahun, pikiran-pikiran itu terus-menerus memakan otak saya yang sudah sepenuhnya terbakar. Hingga satu kalimat membuat saya terpukul.

"Sudahi saja, kau memang tidak mampu bertahan. Hidupmu saja sudah hancur, jangan buat makin hancur dengan hal sepele seperti menulis sampah-sampah itu."

Saat itu, dunia saya betul-betul runtuh. Satu-satunya pondasi saya yang masih membuat saya waras mulai lapuk termakan waktu. Satu hari hanya diisi menangis dan mengumpat. Amarah mengusai raga membuat mata tak bisa melihat perbedaan antara darah dan obat merah.

Di tengah-tengah kondisi yang bisa dikatakan mengerikan itu (agak malu mengakuinya, hahaha). Teringat saat-saat pertama kali menulis, waktu itu begitu terasa ringan. Saya sangat menyayangi tokoh kecil yang menemani sepanjang waktu. Dia gadis perempuan yang cerewet dan suka sekali mengganggu. Kami bersama-sama menjelajah imajinasi, mengumpulkan apel-apel emas, ular jelly, bahkan kota di dasar Mariana. Semua seperti langit warna biru dengan angin sejuk. Menyenangkan dan damai ....

Lalu, kenapa saya bisa lupa? Lupa akan hal-hal menggembirakan ketika menulis dengan sepenuh hati tanpa rasa beban. Tiba-tiba kesenangan itu tertutup awan-awan persaingan yang tidak sehat.

Setelah melewati perjalanan lintas dimensi bersama tokoh kecil saya itu, akhirnya satu keputusan mantap terucap.

Saya akan menulis dengan bahagia.

Saya akan menuangkan imajinasi-imajinasi tanpa terganggu orang lain.

Saya akan bersukacita bersama tokoh-tokoh tercinta.

Oh, jadi kalau ada kesempatan buat mengembangkan sayap, gak bakal diambil, begitu?

Tentu saja saya ambil! Hahaha! Hanya saja, untuk pribadi tidak terlalu obsesi. Biarkan saja mengalir tenang, biarkan kepuasan dari menulis itu sendiri yang lebih dominan. Kalaupun memang Tuhan mengizinkan dan keberuntungan sedang berbaik hati, saya tidak akan menolak.

Jadi, inti tulisan curhatan ini apa? Jangan bilang cuma curhatan gak berguna!

Sebenarnya memang ini hanya curhatan, hanya saja saya mau menyampaikan satu hal. Saya tidak masalah dengan perbedaan pendapat, kita masing-masing punya pikiran sendiri hanya saja saya betul-betul ingin menuliskan ini.

Jangan memaksakan apa yang membuat kamu sakit. Jika kamu ingin berhenti, maka berhentilah. Jangan berpikir itu karena kamu gagal atau tak mampu, tetapi itu karena kamu berani untuk menyudahi sakit dan berhenti buang-buang waktu. Saya yakin masih banyak impian lain yang ingin kamu capai.

Lalu untuk kamu yang tidak mau menyerah, kamu hebat. Semangatmu yang tidak berserah itu patut diberi penghargaan. Memang tak ada yang bisa saya berikan untukmu, hanya doa supaya kamu bahagia melakukan hal-hal yang kamu suka dan bahagia, selama itu tidak menyalahi aturan negara dan agamamu.

Jika kamu tak ingin berhenti ataupun melanjutkan, istirahatlah sebentar. Tidak ada pelari yang akan berlari seumur hidupnya tanpa berhenti sejenak dan menarik napas. Ambil waktu yang kamu butuhkan dan renungkan dengan hatimu sendiri, bukan orang lain.

Kita semua hebat! Tetap semangat! Apa pun pilihan yang nantinya kamu pilih. Semoga itu adalah yang terbaik untuk semuanya! (^^)/




Ps:

Saya sudah mulai menulis kembali, meskipun tak menampik bahwa saya ingin orang-orang melihatnya juga. Namun, sekarang itu bukan masalah besar. Saya bahagia dan itu sudah cukup.

Jika ingin melihat tulisan saya silakan kunjungi karya "The Killer Katze". Tidak ada paksaan! Tidak ada tuntutan! Saya hanya ingin berbagi kebahagiaan saya saja, hahaha!

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk tulisan ini! Papay!(^^)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro