Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jalanan malam di sekitaran daerah kebayoran lama itu mulai lengang. Wajar saja, hampir jam dua belas malam. Siapapun yang terjaga saat hujan rintik turun selama berjam-jam pun pada akhirnya akan memutuskan untuk memejamkan mata mereka dan memeluk guling di atas kasur yang empuk di dalam kamar yang nyaman, seperti apapun kondisinya.

Hujan, dingin, dan guling adalah sebuah kombinasi yang bagus. Seide, sehati bahkan selaras dengan keinginan semua orang yang berharap agar cepat terbuai ke alam mimpi.

Sayang tidak semua orang. Setidaknya ada dua orang yang masih terjaga, berjalan terseok-seok diantara lorong sempit dan becek demi menghindari orang yang mengejar mereka dari tadi.

Di sebuah lorong kecil tanpa naungan, akhirnya salah satu dari mereka berdua harus menyerah dengan kekuatannya yang nyaris tak bersisa. Mungkin sisa tenaganya hanya bisa dipakai untuk bernapas, selain itu, bahkan untuk membuka mata juga dirinya sudah tidak sanggup lagi.

"Na... Ina. Bangun! Kalau nggak, mereka pasti menemukan kita." Bisik sebuah suara gugup, sedikit cempreng karena masa peralihan akil baligh membuatnya bersiap untuk mengalihkan suaranya dari kanak-kanak menuju pria dewasa. Setidaknya, ia terpaksa harus bersikap dewasa. Tidak ada waktu untuk menangis atau meratapi nasib. Mereka sudah sejauh ini berlari, bahkan penyelamatnya kini nyaris tidak sadarkan diri.

"Kirana, bangun. Kita berteduh dulu, biar nggak tambah basah, ayolah."

Kirana, gadis berusia sembilan belas tahun membuka matanya dengan susah payah saat namanya dipanggil oleh bocah berusia empat belas tahun, bukan, ia nyaris berusia lima belas beberapa menit lagi, namun keadaan mereka saat ini tidak membuat ia peduli. Ada nyawa yang sedang kritis dalam pelukannya.

"Adam, lari."

Adam mendesah lega saat terdengar suara Kirana memanggil namanya. Setidaknya gadis itu masih hidup.

"Nggak mau. Kita lari sama-sama atau kita mati sama-sama." Ancamnya.

Dengan wajahnya yang pucat dan berlumuran kotoran, Kirana mendesah pelan.

"Bodoh, kamu. Kita berlari sejauh ini hanya untuk kamu bisa selamat. Nggak usah pikirin aku."

Adam menggeleng.

"Kita cari tempat berteduh. Luka kamu harus diobati, nanti infeksi"

Pandangan Adam jatuh pada satu titik didekat perut Kirana. Titik berwarna gelap nyaris tak terlihat karena selain baju kausnya berwarna hitam dan kumal, darah itu mungkin sudah mengering berjam-jam lalu, walau luka dibaliknya masih menganga. Adam meringis membayangkan Kirana harus merasakan sakit selama berjam-jam sejak tadi siang. Gadis itu bahkan tidak mengeluh, hanya terus menyuruhnya untuk lari dari kejaran orang-orang suruhan pria brengsek itu.

Salah satu dari mereka tanpa ampun, menggunakan segala senjata agar mereka bisa ditangkap, namun gagal, walau Kirana harus menerima akibatnya, satu tusukan ujung botol yang tajam mengenai perutnya.

Kirana tersenyum.

"Kamu harus pergi, Adam. Kamu harus selamat. Pergilah..." Suruh gadis itu, sebelum kesadarannya kemudian hilang diantara titik-titik hujan yang kemudian berubah menjadi deras dalam hitungan detik.

"Kirana...!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro