Enam (Adult)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


WARNING: ADULT CONTENT!

Ada adegan dewasa di part ini, jika tidak nyaman baca, bisa diskip saja. Terima kasih.

-------

"Kau harus mati."

Sara kembali bergidik ngeri manakala sosok kekar itu kembali berbisik di telinganya.
Meronta, perempuan itu melakukan perlawanan. Nyaris dengan cara yang sama ketika beberapa waktu yang lalu ia terlibat adu fisik dengan Lay. Ia menyikut, menendang, bahkan berusaha menggigit tangan lawan.
Bukannya lepas, keduanya malah ambruk di lantai. Segera mereka bergumul, berusaha mendominasi serangan, sampai akhirnya sosok itu berhasil berada di atas Sara dan mencoba mencekik lehernya.
Terbatuk, Sara terus meronta.

Ia nyaris menyerah ketika pada akhirnya seseorang menarik tubuh sosok asing itu, menyingkirkan dari dirinya, dan memukul telak ke wajahnya.

Lay.

Lay yang menolongnya.

"Siapa kau?!" Ia berteriak sembari kembali mendaratkan pukulan ke wajah sosok asing yang terjungkal di hadapannya.
Di luar dugaan, sosok berjaket tebal dengan masker di wajahnya itu melakukan perlawanan.
Jadilah ia terlibat perkelahian dengan Lay.

Sara beringsut dengan napas tersengal. Menyaksikan Lay terlibat adu fisik dengan sosok asing yang nyaris menghabisi nyawanya, perempuan itu berteriak.
"Tolong!"
Suaranya menggema di seluruh penjuru tempat parkir.

"Seseorang! Tolong kami!" teriaknya lagi.
Merasa putus asa karena tak berhasil mendapatkan bantuan, ia bangkit dan berusaha membantu Lay.
Memukul-mukul lelaki asing yang tengah terlibat pergumulan dengan Lay menggunakan apa saja, tas, tangan kosong, apapun.

Hasilnya, ia malah terdorong dan tersuruk di lantai.

Untungnya, beberapa saat kemudian sebuah mobil datang dan Suho keluar dari sana.
"Hentikan!" teriaknya.

Lelaki itu segera berlari dan memberikan bantuan. Memukul bertubi-tubi ke arah sosok asing yang terlibat pergumulan dengan Lay.
Merasa terdesak, lelaki asing itu memilih untuk kabur.

"Kau tak apa-apa?" Suho menghampiri Lay dan menatapnya dengan tatapan cemas.
Napas Lay tersengal lalu ia menggeleng.
"Aku tak apa-apa," jawabnya.

Setelah memastikan Lay baik-baik saja, Suho beranjak mendekati Sara yang masih terduduk lemah.
"Apa kau terluka?" Ia membantu perempuan itu bangkit.
Sara yang masih tampak syok menggeleng lirih.

Merasakan tangannya yang dingin, Suho bergerak, mengangkat tubuhnya lalu membawa perempuan itu kembali ke apartemennya.

Dan Lay mengikuti dari belakang.

***

Suho menyodorkan segelas air minum pada Sara yang masih menunjukkan ekspresi syok. Wajah perempuan itu pucat seperti mayat.
Sementara Lay duduk di kursi yang berada di sampingnya dan menatap wanita itu dengan iba.

"Jadi apa yang terjadi?" tanya Suho.

"Aku khawatir karena Sara menyetir mobil sendiri. Jadi aku berinisiatif menyusulnya ke parkiran. Begitu sampai di sana, lelaki asing itu berusaha melukainya." Lay yang menjawab.
Suho mengeram kesal.

"Kau mengenali siapa yang menyerangmu tadi?" Suho ganti bertanya ke arah Sara. Sara menggeleng, setelah sempat meneguk air minum pemberian Suho.
"Jadi untuk apa dia menyerangmu? Ini pasti bukan aksi perampokan." Lelaki yang terlihat frustasi itu mendesis.

Sara menelan ludah.
"Mungkin, dia fans fanatik. Akhir-akhir aku memang merasa bahwa aku selalu diikuti oleh seseorang. Uncle John sudah melaporkan hal ini pada polisi. Tapi ... belum ada tindak lanjut," jawabnya.

Suho dan Lay ternganga bersamaan.
"Apa?" Mereka membelalak.

Sara hanya mengangkat bahu.
"Setidaknya aku sudah melapor polisi," ujarnya lagi.

Tangan Suho terkepal.
"Akan kupastikan polisi menangkapnya dan memasukkan ia ke penjara." Ia mendesis dengan gigi terkatub. Ada rona amarah pada wajahnya. Sara tak tahu apakah ia marah karena lelaki asing tadi berusaha melukainya atau karena ia berusaha melukai Lay.

"Aku akan lebih berhati-hati. Jangan dibesar-besarkan," ucap Sara sambil memijit pelipisnya dengan lelah.

"Apa kau gila?! Ini masalah serius! Lelaki itu menyerangmu, berusaha melukaimu, berusaha melukai Lay! Bagaimana mungkin kau bilang ini bukan masalah besar!" bentak Suho.

Sara meringis, merasakan kepalanya berdenyut-denyut.

"Jangan membentaknya. Dia masih syok." Lay berusaha menengahi.

Suho mondar-mandir sambil meremas rambutnya dengan acak.
"Tidak. Ini tak bisa dibiarkan. Akan kupastikan orang itu berakhir di penjara," desisnya lagi.

"Bolehkah aku mengantarkan Sara pulang?" terdengar Lay meminta ijin.
Suho menatapnya seketika.
"Tidak." Ia memberikan respon cepat. "Kau tetap di sini, aku yang akan mengantarkannya pulang."
"Tapi aku bisa mengantarkannya pulang dengan aman." Lay berujar lagi.
"Lay ..." Suho terdengar masih kesal.

"Sudahlah, aku akan pulang sendiri," sela Sara.

"Tidak!"
"Tidak!"

Suho dan Lay berteriak bersamaan.
Sara memutar bola matanya dengan kesal. Ada apa dengan dua lelaki ini?

"Kalau begitu daripada kalian berdebat seperti ini, segera antarkan aku pulang! Siapapun, terserah! Kepalaku sakit!" Perempuan itu menjerit.

Suho dan Lay bersitatap. Seolah sedang melakukan komunikasi dengan telepati.
"Aku yang akan mengantarkannya pulang," dan Suho kembali pegang kendali.

Dan akhirnya, Sara memutuskan untuk meninggalkan mobilnya di apartemen Suho, lalu pulang diantarkan olehnya.

***

Mengetahui bahwa Sara sempat mengalami penyerangan oleh orang asing, uncle John tak kalah heboh. Dengan banyak pertimbangan, ia memutuskan untuk menunda janji wawancara Sara dengan beberapa wartawan dari media berbeda, lalu menyuruh Sara untuk tetap berada di apartemennya.

Sejak skandal pacarannya terkuak, ia banyak menerima tawaran dari berbagai media untuk wawancara, ataupun mengisi acara-acara tertentu.

"Tadi Suho menelponku kalau ia sudah meminta polisi khusus untuk mencari orang yang telah menyerangmu. Dan sebelum orang gila itu tertangkap, kau akan tetap di sini. Kau boleh keluar jika ada yang mendampingimu, entah aku, entah pacarmu," ucap uncle John tegas.

Mendengar nama Suho disebut 'pacar', entah kenapa Sara merasa senang. Ia sempat terkikik ceria.
"Baiklah, uncle. Aku akan tetap di apartemen, makan, minum, tidur, dan makan lagi," jawabnya.

"Aku akan pergi dulu membatalkan beberapa janjimu. Jika ada apa-apa, telpon aku atau Suho."

"Siap." Sara kembali mengangguk.

Sepeninggal uncle John dari apartemennya, Sara memutuskan untuk bermalas-malasan di depan televisi. Niat itu batal ia lakukan ketika Suho datang mengunjunginya dengan tiba-tiba, tanpa memberitahu terlebih dahulu.

"Ikutlah denganku, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ucapnya.

"Sekarang?" Sara bertanya bingung.
Suho mengangguk.

"Aku sudah memberitahu uncle John kalau aku akan mengajakmu keluar," jawabnya.
Sara manggut-manggut.
"Oke. Aku ganti baju dulu."

***

Sara ternganga.
Tak mengira sama sekali bahwa Suho akan mengajaknya ke sini.
Ke sebuah apartemen baru, yang lebih besar, lebih mewah, eksklusif dan yang jelas ... apartemen ini luar biasa!

"Untukmu," ucap Suho enteng.

Sara membelalak.
"U-untukku?! Apartemen ini? Kau memberikan ini untukku?" Nada suaranya tak percaya.

Suho mengangguk.
"Setelah apa yang menimpamu kemarin, aku memutuskan untuk menempatkanmu di sini. Kau perlu tempat tinggal yang lebih aman. Bukan berarti apartemenmu yang sekarang tidak aman, tapi di sini ada beberapa penjaga yang siap siaga setiap saat. Kalau kau ingin membawa uncle John dan keluarganya pindah, ajak saja. Apartemen di samping apartemen ini sudah kupesan. Kau bisa menempatkan mereka di sana."

Sara merasakan kakinya tak berpijak di bumi. Ia terlalu terharu. Seolah saat ini ia benar-benar menjadi perempuan penting dalam kehidupan Suho.

"Kenapa kau lakukan ini?"

"Karena kau pacarku."

"Jadi jika kelak kontrak kita berakhir, apartemen ini harus ku kembalikan padamu?"

Suho tertawa lirih. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Bisakah kita tidak membicarakan itu? Nikmati saja yang ada sekarang dan yang penting, kau aman," ujarnya.

"Ayo, kuantarkan kau berkeliling." Lelaki itu menggandeng tangan Sara lantas membawanya melihat seluruh penjuru ruang tersebut.

Dari ruang tamu, ke ruang santai yang dilengkapi minibar, ke balkon, ke dapur, dan yang terakhir, kamar tidur.
Ada ranjang ukuran king-sized di sana. Sebuah kamar tidur yang luas dengan aroma privasi yang kental.

"Kau suka?" tanya Suho.

Pandangan Sara yang takjub beralih pada lelaki itu.
Keduanya berpandangan.
Menyadari reaksi Sara yang lebih banyak diam tanpa ekspresi berarti, Suho menjadi cemas.
"Kau tak suka?" Lelaki itu bertanya dengan was-was. Takut bahwa apa yang ia berikan pada wanita ini membuat harga dirinya terluka.

"Suho." Sara memanggil lirih. Terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Mm, kalau kau tak suka dengan apa yang ku berikan, mungkin--"

"Mau melakukan kegiatan yang lebih dewasa?" Sara memotong.

Suho terbatuk. Terlihat kaget dengan pertanyaan Sara. Tidak, ini ajakan, buka pertanyaan.
Dan pria itu tampak bingung menjawab.

Belum sempat ia memikirkan apa yang hendak ia katakan, Sara keburu mendorong tubuhnya pelan ke tempat tidur. Dan ketika betisnya menabrak ranjang, ia jatuh terduduk di sana.

Lelaki itu ternganga ketika ia menyaksikan Sara melucuti pakaiannya sendiri. Dimulai dari blouse, lalu celana jeans semata kaki, hingga menyisakan bra dan g-string berwarna nude menggoda.

"Apa yang kau lakukan?" Suho menelan ludah.
"Aku penasaran dengan satu hal, dan berniat mencari jawabannya. Jika tidak, aku bisa gila," jawab Sara enteng sembari menggelung rambutnya dengan asal-asalan.

Perempuan itu beranjak, mendorong tubuh Suho pelan hingga ia berbaring telentang, dan setelah itu ia naik, lalu duduk di atas pinggulnya.
"Sara?" Suho menatap Sara gamang.

Perempuan yang kini duduk di atasnya hanya tersenyum. Lalu dengan gerakan menggoda ia menyusurkan jemari tangannya di dadanya yang bidang, melepaskan kancing kemejanya dengan gerakan yang seolah sengaja diperlambat, dan ketika 3 kancing kemeja bagian atas sudah terbuka, ia menyusupkan jemarinya ke sana. Ke dada Suho yang terbuka, membelainya lembut.

Sara membungkuk, mengecup kulit yang terbuka itu dengan gerakan yang erotis, memainkan bibir dan lidahnya di sana, ke dada, bahu, lalu naik ke leher, dan beranjak ke telinga. Menggigitinya kecil-kecil, hingga membuat nafas Suho tercekat, dan lelaki itu mendesah lirih.

Puas memberikan sedikit pemanasan, Sara beralih ke bibir Suho dan melumatnya lembut. Dan ciuman itu disambut.
Suho membalas ciuman Sara, rakus dan membara.

Dan perempuan itu merasakannya.
Di antara pahanya, ia merasakan kejantanan Suho di bawah dirinya mengeras. Dan basah. Tanda bahwa pria yang terbaring di bawahnya terangsang dan menghendaki lebih dari ini.

Perlahan, Sara menyudahi ciumannya dan menatap Suho dengan dalam.
Ia mengulum senyum.

"Kau bukan gay." Sara mendesis di atas bibir Suho. Pertanyaan yang akhir-akhir ini memenuhi benaknya kini terjawab sudah.
Suho bukan gay.

Ia pernah beberapa melakukan interaksi intim dengan kaum gay maupun lelaki biseksual. Dan manakala mereka melakukan skinship, reaksi mereka berbeda dengan reaksi yang ditunjukkan Suho.

Sinar mata yang berbeda, hasrat meledak-ledak, dan gairah yang gampang sekali ia pancing.
Lelaki ini normal. Dia penyuka lawan jenis.

Sara tersenyum tipis dan berniat bangkit dari atas tubuh Suho.
Namun belum sempat niat itu terwujud, Suho keburu menarik tengkuknya kasar hingga menyebabkan rambutnya yang tergelung kini terurai berantakan.

Suho menatap seraut wajah cantik yang berada hanya beberapa inci di atas wajahnya dengan tatapan intens. Rambut perempuan itu berjuntaian dan sebagian menyapu wajahnya.

Adegan itu menciptakan sensasi erotis yang menggelayuti diri Suho. Saat ketika Sara berbaring di atas tubuhnya, kemudian rambutnya yang lembab jatuh berjuntaian mengenai wajahnya, disusul dengan desahan napas yang terasa di kulit, dadanya berdesir. Gelenyar hebat menghinggapi dirinya. Ia sudah pernah berfantasi liar sejak pertama kali melihatnya. Melihat perempuan itu melenggang pelan memasuki apartemennya, menunjukkan kaki jenjangnya yang menggoda, rambutnya yang terurai, bibirnya yang penuh, dan matanya yang seksi. Ia memikirkannya. Memikirkan kakinya, memikirkan tubuhnya, memikirkan sosok itu di bawah tubuhnya, bergerak, dan...

Suho menelan ludah, tanpa mampu memutus kontak mata antara mereka berdua. Ia menjilat bibirnya sendiri.
"Aku memang bukan gay. Jadi ...," suaranya serak. "Jangan pernah berpikir untuk menghentikan ini. Ayo kita selesaikan apa yang sudah kau mulai," lanjutnya.

Ia menarik tengkuk Sara dan menghapus jarak di antara wajah mereka, lalu dengan kasar ia menyambar bibirnya. Melumatnya tanpa ampun, menciptakan sensasi luar biasa di sekujur tubuhnya.

Tangannya terulur, membelai punggung Sara yang terbuka, dan dengan sekali gerakan, ia melepaskan pengait bra, lalu melepaskan benda itu kemudian melemparkannya ke lantai.

Tanpa melepaskan ciuman mereka, Suho berguling, lalu menempatkan perempuan itu di bawah tubuhnya.
Ia mengambil jeda sesaat sekedar melepas kemeja sutera yang ia kenakan - yang kancingnya sudah terbuka - lalu melemparkannya ke sembarang tempat.

Lelaki itu kembali membungkuk, dan kali ini melakukan persis yang di lakukan Sara padanya beberapa saat yang lalu.
Ia menciumi dada Sara, memainkan bibir dan lidahnya di tulang selangka, naik ke leher, kemudian beralih ke telinga.
Dan Sara tak tahan untuk tidak mendesah. Merasakan perutnya bergelenyar, seolah ada ribuan kupu-kupu di sana.

Ia merasakan lelaki itu membisikkan namanya dengan mesra, penuh cinta. Dan Sara seperti hilang akal.
"Suho..." Ia tak kuasa untuk tak mendesiskan namanya.

Lelaki itu terus menghujaninya dengan cumbuan-cumbuan yang memabukkan. Memerangkap dirinya di bawah tubuhnya, menyambar bibirnya dengan rakus, memaksanya membuka mulut agar lelaki itu leluasa memainkan lidahnya, menyapu rongga mulut, dan mengeksplore segala yang ada di sana. Seolah ia adalah makanan yang hendak ia cicipi sedikit demi sedikit.

Ruangan yang tadinya tenang berubah berisik. Terdengar erangkan, decapan, dan juga desah-desahan yang erotis.
Sara bahkan sempat menjerit kecil manakala jemari Suho membelai perutnya, kemudian bergerak ke pinggul, lalu menyusup ke celana dalam yang ia kenakan dan meremas bokongnya.
Perempuan itu mengerang ketika jemari Suho membelai bagian-bagian tubuhnya yang sensitif.

Dan ketika Suho menyatukan tubuh mereka, Sara melenguh. Pun begitu dengan Suho yang tak kuasa menahan diri untuk mengerang, menikmati setiap hentakan yang ia lakukan pada diri Sara.

Dua insan itu bercinta dengan ritme yang teratur. Pelan, tak terburu-buru.
Menikmati setiap momen, setiap cumbuan, setiap sentuhan. Menciptakan gerakan-gerakan dengan detail terbaik.

Dan mereka sadar, ini bukan sekedar melampiaskan hawa nafsu. Ini cinta.

***

Suho menatap perempuan yang berbaring membelakanginya.
Rambutnya yang terurai terhampar dengan indah di bantal dan sebagian di bahunya. Sementara tubuhnya yang telanjang dan hanya dibalut selimut hingga pinggang, membuat ia leluasa menikmati punggungnya yang mulus.
Ia tak pernah seperti ini.
Sempurna, dan bahagia.

Mengingat kembali bagaimana perempuan cantik ini ada di bawah tubuhnya, menatapnya intens, membisikkan namanya dengan indah, dan mengerang di hadapannya.
Mereka bergerak seirama, saling menandai, seolah mereka memiliki satu sama lain.

Tangan Suho terulur, jemarinya menjalin untaian rambut Sara yang terhampar indah. Puas bermain dengan rambutnya yang lebat, ia membelai punggungnya dengan lembut.
Dan ia tergoda untuk kembali menyentuh perempuan tersebut.

Perlahan ia beringsut, menyusupkan salah satu lengannya di bawah pinggang Sara, sementara lengan yang satunya merengkuh tubuhnya erat.

Ia menyurukkan wajahnya ke leher wanita itu, menghidu aroma tubuhnya yang khas, lalu mengecup puncak kepalanya dengan penuh kasih.

Dan ia menyadari, betapa Sara terasa begitu pas dalam pelukannya.

***

Sara terbangun dari tidur sesaatnya, tidur karena rasa lelah setelah percintaannya dengan Suho.
Ia membuka mata ketika merasakan lengan lelaki itu menyusup ke bawah pinggangnya, lalu memeluknya erat.
Dan ia merasa terharu.

Selama ini ia sudah beberapa kali tidur dengan lelaki. Tapi tak ada yang semanis ini. Biasanya setelah bercinta mereka akan tertidur dengan posisi saling membelakangi, hampa.
Tapi sekarang, begitu merasakan Suho mendekat ke arahnya, memeluk tubuhnya erat, dan mengecup puncak kepalanya berulang-ulang, ia merasa dicintai.
Merasa diistimewakan.
Dan ia bahagia.

Sekarang ia juga tahu kenapa lelaki itu ingin membuat skandal berpacaran dengannya.
Bukan karena ia ingin meredam rumor bahwa ia punya pasangan gay, tapi ia ingin melindungi Lay dan berusaha menyembunyikan identitasnya dari media.
Entah untuk alasan apa, itu yang tak ia tahu.

"Suho?" Sara memanggil lirih, tanpa memutar tubuh ke arah yang dipanggil.

"Hm." Lelaki itu hanya berdehem lirih.

"Siapa Lay?"

Sejenak hening lagi. Tak ada jawaban.
Setelah sempat terdiam sekian menit, akhirnya lelaki itu berkata, "Adikku."

Suaranya lirih.
"Lay adalah adikku," ulangnya.

"Dan kenapa kau berusaha menyembunyikan identitasnya?" tanya Sara lagi. Berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

Lagi-lagi itu tak segera menjawab.
Yang ia lakukan selanjutnya adalah mengeratkan rengkuhannya lalu berbisik parau di telinga Sara, "Maaf, yang itu belum bisa kuceritakan."

***

to be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro