12 || DUA MILIAR

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

BAD BOY CAFE: MILLY
12 || DUA MILIAR
a novel by Andhyrama

IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama// Shopee: Andhyrama [an Online Bookshop]

Instagram Erza: @erza_milly

Hidup memang singkat, tetapi tidak semua keputusan dapat diambil secara singkat.

Singkatnya, gue emang seksi.

(◍_◍)

Pre-Question

Absen dulu! Kalian suka pedes?

Atau lebih suka makanan yang manis?

Oh aku manis ya? Thank you.

Marhaban ya Ramadhan!

Just random questions before you read the story!

1. Menurut kalian, cowok itu harus pinter benerin barang nggak sih?

2. Kalian pernah nggak sih ngerasa malu lihat kelakuan orang lain?

Atau malu kalau ingat sesuatu yang pernah kalian lakukan di masa lalu?

3. Kalian pernah punya temen yang awalnya diem terus ternyata heboh banget, nggak sih?

Apa jangan-jangan kalian kayak gitu?

4. Superhero favorit kalian?

5. Kalian suka stalk  seleb nggak sih?

Sebut seleb yang suka kalian stalk di sini, ya hehe!

6. Kalian ada rekomendasi lagu yang jadi moodbooster banget, nggak sih?

Sebut lagunya di sini ya!

Aku agak bingung, aku nemuin beberapa akun baru yang cuma dibikin buat komen di ceritaku dengan kata-kata yang kasar. Apa aku punya haters?

Aku emang beberapa kali sih ketemu sama haters, entah mereka nggak suka ceritaku atau ada masalah lain. Tapi ya sudahlah, kita nggak bisa buat semua orang baik sama kita. Yang jelas, tetap jadi baik, orang balasnya kayak apa itu terserah mereka ya gais!

Happy reading, don't forget to vote, comment, and share!

(◍_◍)

Don't you dare call me cute!

(◍_◍)

"Sembilan puluh sembilan, seratus!" Aku kembali berdiri setelah selesai melakukan sit up seratus kali. Lalu, aku mematikan rekamanku. Ya, aku mendokumentasikan kegiatan olahraga di rumah untuk mengisi host channel. Aku sudah punya lima ribu pelanggan di sana.

Aku benar-benar serius untuk mendapatkan sixpack sesuai janjiku pada Nami. Kebetulan juga, Bang Henry memberikanku susu suplemen dan berbagai vitamin pendukung. Kata dia, setidaknya kalau aku tidak mau pergi ke gym aku harus mengonsumsi itu dan olahraga di rumah.

"Ngapa lo senyum-senyum?!" seruku saat aku dan Nami sama-sama ada di balkon.

"Kayaknya lo serius banget pengin menuhin janji. Kalau nggak jadi dalam sebulan lo kudu dapat hukuman dong!" balas Nami yang tentu melihat kaus tipis yang kupakai bersimbah keringat.

"Ya kali gue nggak berhasil. Lo pasti khawatir kan bakal jatcin ke gue kalau gue udah sixpack?" tanyaku.

"Nggak akan!"

"Oh ya lupa, lo kan sama kayak gue, sukanya cewek!"

"Ya nggak gitu juga, Pambudi!"

"Terus cowok yang lo suka kayak apa tuh Hidayat?"

"Kayak ..."

"Nami! Bantuin Mama!" suara Ibu Nami terdengar.

"Iya Ma!"

Nami pergi sebelum menjawab pertanyaanku. Tiba-tiba, aku kembali mengingat masa lalu. Hal yang mengubah hubunganku dengan Nami.

(◍_◍)

"Serius, Bang?" tanyaku saat bertemu Bang Agum di warung kopi yang tak jauh dari sekolah--banyak anak yang merokok di sini.

"Iya. Gue udah punya bukti Reon curang dan banyak saksinya," kata Bang Agum yang kemudian menunjukkanku video di ponselnya.

Di sana, Reon mengatakan kalau dia menendang motorku dan kemudian menertawaiku karena aku tidak berani mengadukan itu. Dia mengatakan kalau aku takut dengannya. Ini membuatku benar-benar geram.

"Gue udah ngasih tahu Big Boss. Katanya Reon udah mengakui ke bosnya. Jadinya, pertandingan bakal diulang," kata Bang Agum yang membuatku sangat semangat.

"Kali ini lo aja yang maju, Bang!"

"Nggak bisa, lo sama Reon lagi. Katanya sih nanti bakal dipasangi kamera, jadi bakal dipastikan adil," ungkap Bang Agum.

"Oke deh," jawabku.

"Eh, lo lihat rokok gue nggak?" tanya Bang Agum. "Tadi kayaknya ditaruh sini."

"Enggak Bang," jawabku yang menyembunyikan rokoknya.

"Apa gue lupa ya? Gue beli lagi deh."

"Jangan Bang! Balik ke sekolah aja yuk!"

"Kenapa?"

"Gue pengin makan soto di kantin! Ayo temenin!"

Dia diam sesaat seperti bingung dengan gerak-gerikku. "Ya udah ayo," jawab Bang Agum pada akhirnya.

Bagaimana ya caranya agar dia berhenti merokok? Apa aku katakan saja sejujurnya kalau aku khawatir tentang hubungannya dengan Kak Gadis?

(◍_◍)

Pulang dari Bad Boy Cafe, aku melihat Mama sedang bersama seorang laki-laki. Aku tahu dia, Om Ari, rekan kerja Mama. Aku bersalaman dengan mereka berdua.

"Kamu baru pulang?" tanya Om Ari dengan wajah sok ramah. Aku sudah sadar dari dulu kalau dia suka dengan Mama.

"Iya Om, habis ngerjain tugas sama temen," jawabku.

"Cuci muka, sikat gigi, terus tidur ya, Sayang!" suruh Mama yang aku angguki.

Aku pura-pura pergi, padahal aku menguping pembicaraan keduanya di ruang tamu itu.

"Satu-satunya cara agar dia berhenti mengancam adalah memberikan dua miliar itu. Apa aku pindah rumah saja? Kujual rumah dan mobilku?" tanya Mama.

"Jangan! Aku akan mencoba untuk mencari tahu dana itu ke mana. Kamu tidak salah Fira," ungkap Om Ari.

"Kamu bisa melakukannya, Ri?"

"Aku cukup yakin, kamu hanya sedang dikambinghitamkan dalam masalah ini."

"Tetap saja, aku merasa bersalah dan akan terus begitu. Aku seharusnya sadar kalau ada kesalahan di bagianku."

"Tapi bawahanmu yang menggelapkan uang itu. Laporan-laporan keuangan itu sudah dimanipulasi dan membuat perusahaan merugi, semua data transaksi harus dibuka dari awal."

"Aku yang menyetujui laporan itu, aku yang menandatanganinya. Aku yang memimpin mereka, Ri. Uangnya memang bukan aku yang ambil, tapi kegagalanku sebagai pemimpin yang buat aku pantas disalahkan," suara Mama sudah mulai serak.

Aku tidak tahan mendengar itu. Akhirnya, aku memilih naik ke kamarku.

(◍_◍)

Dari mana aku bisa mengumpulkan dua miliar itu? Andai saja aku sekaya Naga. Uang segitu pasti hanya recehan bagi ayahnya. Di mana Papa? Apa jika aku meminta bantuan Papa dia akan membantu Mama? Nyatanya, itu tidak mungkin terjadi. Mama tidak akan mau dibantu Papa. Aku sendiri yang harus bantu Mama.

Akhirnya, kubuka ponselku untuk menanyakan ini pada Bang Henry.

Erza The Sexy Boy: Bang, gue pengin tahu, kira-kira gaji gue bulan ini berapa ya?

Bang Henry: Dilihat dari data-data yang ada sih kayaknya bisa lebih dari 500 juta. Gaji awal emang biasa gede banget, tapi ntar biasanya turun. Moga aja sih nggak drastis.

Aku terdiam sejenak. Sebanyak itu?

Bang Henry: Oh ya, berkat lo, jumlah pengguna aplikasi kita meningkat nih.

Sebenarnya mudah saja untuk mendapatkan pengguna untuk aplikasi itu jika ada di AppStore atau PlayStore, tetapi untuk menjadi member butuh banyak persyaratan.

Bang Henry: Jumlah picking harian lo udah menurun. Santai, itu hal wajar. Makanya, kami lagi mulai desain merchandise buatmu. Kira-kira lo penginnya apa?

Erza The Sexy Boy: Sarung bantal dan guling, sprei, kaus, mug, jam dinding, phone case, poster, kaus tangan, kaus kaki, lap meja, lakban, papan ujian, pokoknya semua barang yang bisa ditulisin atau ditaruh muka gue, Bang!

Bang Henry: Banyak amat mau lo!

Erza The Sexy Boy: Gimana kalau waktu kerja gue ditambah? Dua pelanggan semalam. Bisa, kan? Atau tiga?!

Bang Henry: Nggak bisa, daripada kuantitas gue butuh kualitas lo. Lagian lo masih enam belas.

Erza The Sexy Boy: Gue lagi butuh banyak duit.

Bang Henry: Bocah tengil seumuran lo emang butuhnya berapa sih? Itu 500 juta nanti bukannya udah cukup buat pacaran lima tahun?

Akhirnya, aku menelepon Bang Henry. Aku memberitahu apa yang terjadi, tentang dua miliar yang harus ada dalam dua bulan untuk menyelamatkan Mama.

"Kayaknya gue bisa ngasih pinjaman ke lo, Za," kata Bang Henry. "Ntar cicilannya gue ambil dari gaji lo perbulan aja."

"Serius?" tanyaku.

"Asal lo selalu nurutin gue, segitu mah gue bisa," jawabnya.

"Oke, Bang! Gue mau nurutin lo. Apa? Lo mau apa? Mau gue lari muterin GBK cuma pake kolor doang? Atau mungutin sampah di kali Ciliwung? Apa aja!"

Bang Henry tertawa. "Lo kudu bertahan jadi most pick, nggak boleh turun sehari pun! Gue bakal pinjemin kalau lo bertahan di situ selama 50 hari, ya! Sudah dihitung dari hari pertama."

Tentu saja aku mengiyakan.

(◍_◍)

"Nih pake helmnya!" Gaza memberikan Zara helm berwarna merah muda dengan motif bunga.

"Abang beliin aku helm?" tanya Zara sembari memperhatikan helm yang diberikan Gaza.

"Enggak. Mana ada gue punya duit. Itu nyolong kok."

"Ih nggak mau ah kalau hasil nyuri! "

"Canda. Kemarin gue ke rumah temen. Terus ada helm kecil yang nggak kepake, terus gue minta dah. Udah gue bersihin itu," ungkap Gaza.

"Oh gitu, tapi kayak baru ya," Zara memakai helm itu, lalu naik ke motor Gaza.

Gaza menyadari keberadaanku di luar garasi. Dia hanya menatapku dengan malas.

"Bang Erza, kami berangkat ya! Assalamu'alaikum!" seru Zara.

"Waalaikumsalam!"

Aku cukup senang karena Gaza dan Zara sudah mulai lebih dekat. Aku jadi ingat saat Zara baru lahir, Gaza sangat bahagia saat itu.

"Akhirnya aku punya adik! Aku mau bopong dong, Ma!"

"Jangan, harus hati-hati soalnya," jawab Mama.

"Aku bisa hati-hati kok! Aku bisa, sini Ma!" Gaza bersikeras.

Akhirnya, Mama membolehkan Gaza untuk membopong Zara. Dia terlihat senang waktu itu, wajahnya begitu bahagia. Gaza kecil itu tidak pernah menyangka akan begitu banyak hal terjadi setelah itu. Yang dia tahu saat itu hanya kebahagiaan karena memiliki keluarga yang sempurna. Gaza dengan Mama dan Papa, aku sebagai abangnya, dan Zara sebagai adiknya tidak pernah meminta hal lain lagi.

"Gue mau bopong! Sini gantian!" seruku yang mendekati Gaza yang masih asyik membopong Zara dan mengayunkannya pelan.

"Nggak boleh! Ini adik gue tahu!" tanya Gaza. "Zara adiknya Abang Gaza, kan?"

"Dia adik gue juga! Sini gue aja!" seruku.

"Abang ngalah, ya," kata Mama. "Abang kan dulu pas kecil suka bopong Gaza juga."

"Aku nggak ingat, Ma."

"Kamu masih tiga tahun, kamu diam-diam masuk kamar dan angkat Gaza yang lagi tidur," jelas Mama.

"Mungkin saat itu aku cuma penasaran beratnya aja," jawabku.

"Alesan! Padahal lo seneng banget punya adek ganteng kayak gue, kan?"

"Idih gantengan juga gue!"

"Zara, mana yang lebih ganteng coba! Abang Gaza, atau si Abang Iler itu?"

"Iler?"

"Panggil yang bener!"

"Nama tengah lo kan Miller terus lo juga suka ngiler kalau tidur, gue panggil aja Iler!"

Tanpa sadar, aku sudah tertawa saat mengingat masa-masa itu. Ketika keluarga ini masih lengkap semuanya terasa sempurna. Segalanya berubah setelah masalah itu datang, Mama tak akan pernah memaafkan Papa untuk itu. Namun, Gaza dan Zara selalu merindukan Papa.

Aku juga. Aku bukannya tidak bisa tahu dia di mana, tetapi aku memilih untuk tidak tahu.

(◍_◍)

"Lo beneran mau putusin si Anggun itu?" tanya Petro saat kami ada di kantin.

Aku yang sedang membeli tiket nonton di ponselku hanya mengangguk. Kulirik ke arah Fariz yang diam saja sembari makan bekalnya.

"Lo bisa bertahan sama satu cewek nggak sih?" tanya Petro. "Secara lo baru 16, tapi mantan pacar lo udah tiga lusin lebih."

"Udah lo nggak mikirin gue, pikirin aja Karla," ujarku.

"Menurut lo gimana Riz? Erza perlu dimukena, nggak?"

Fariz mengerutkan dahinya, bingung.

"Eh kok mukena ya. Mukiah!"

"Rukiah maksud lo?" tanya Fariz setelah selesai minum.

"Ya itu!" Petro mengangguk.

"Rukiah ke mukena jauh banget woy!" kesalku ke Petro. "Astaghfirullah!"

"Erza nggak perlu dirukiah kok, dia udah sadar. Cuma nggak ada niat aja buat benerin," jawab Fariz yang melirikku.

"Misi Bang Erza," ucapan seseorang membuat kami bertiga menoleh. Adik kelas. Aku pernah melihat anak ini di lapangan basket. Pemain basket? Tidak heran karena dia terlihat sangat tinggi. Ada urusan apa denganku?

"Iya?"

"Gue Gunawan." Dia menunduk, lalu mengangkat wajahnya lagi. "Gue cuma mau bilang ke lo, Bang. Tolong jangan sakitin Anggun. Abang mungkin nggak peduli, tapi hal buruk bisa saja terjadi sama dia."

"Itu aja?"

Dia mengangguk. "Misi, Bang!" ujarnya yang kemudian tersenyum ke arah kami bertiga sebelum pergi.

"Lo bakal pacaran nggak sih Riz?" tanya Petro yang tampak penasaran.

Fariz mengangguk. "Suatu saat gue bakal pacaran kok."

"Lah kirain gue lo alim, anti pacaran," sindirku.

"Gue pacaran nggak sama pacar."

"Lah terus?"

"Sama istri. Pacaran setelah nikah."

Aku tidak merespons perkataan Fariz. Namun, kulihat ada sesuatu yang membuat Petro gelisah. Pasti tentang Karla. Besok, aku akan membantunya.

(◍_◍)

"Bang Nolan, ini kopinya," Bang Ferlan memberikan kakaknya segelas kopi.

Dia mengangguk sambil tersenyum saat melihatku yang kini berdiri di samping Bang Nolan di rooftop markas ini.

Bang Nolan menepuk pundak adiknya. "Abang udah mikirin ini, gimana kalau lo berhenti kerja? Lo fokus sama kuliah aja. Abang bisa biayain semua kok."

Bang Ferlan tersenyum, lalu menggeleng pelan. "Ferlan nggak mau bergantung sama Abang terus. Ferlan juga mau beli kendaraan sendiri, biar Abang nggak repot-repot antar jemput Ferlan."

Melihat mereka berdua berinteraksi seperti itu membuatku sedikit iri. Kapan terakhir aku dan Gaza bersikap seperti itu? Aku bahkan lupa kapan itu terjadi. Karena hubunganku dengan Gaza lebih seperti musuh daripada kakak-beradik.

"He is my world. Gue nggak tahu apa yang terjadi kalau gue nggak punya Ferlan," kata Bang Nolan saat adiknya sudah pergi. Dia berdiri di sampingku, menatap langit berbintang sembari menyesap kopinya.

"Dia pasti berarti banget buat lo ya Bang?"

Bang Nolan mengangguk. "Gue selalu genggam tangan dia di setiap hal buruk terjadi. Keluarga kami cukup berantakan, gue nggak bisa biarin Ferlan tinggal dengan dua orang yang terus bertengkar dan melakukan hal semau mereka di depan anak-anaknya. Karena bekerja di sini, gue bisa punya tempat tinggal buat gue dan Ferlan. Senyumnya adalah semangat gue."

"Ehm ... apa mereka sudah bercerai?"

"Kami udah nggak ada kontak. Gue nggak tahu yang terjadi sama mereka sekarang."

Karena Bang Nolan dengan mudahnya memberitahu tentang keluarganya. Seperti ada hal yang membuatku juga berani bercerita. Tentang keluargaku, tentang perceraian Mama dan Papa, tentang Gaza dan Zara, dan tentang aku yang merasa tidak becus menjadi kakak.

"Yo did your best!"

"I could do better than this."

"Stop being angry at him, itu cuma bakal buat dia makin nggak nyaman." Bang Nolan tersenyum padaku. "If he says he hates you he doesn't really hate, he just wants to be understood."

Aku mengangguk dan balas senyumnya.

"Lo host yang keren, aku sedikit iri dengan bakatmu."

"Bakat meluluhkan cewek?"

Dia menarik ujung bibirnya.

"Itu yang selalu Papa lakukan," jawabku. Untuk pertama kalinya aku merasa tidak nyaman mengatakan itu. Mataku sedikit memanas.

(◍_◍)

"Lo nggak malu ketahuan curang?" tanyaku saat akan mengulang balapanku dengan Reon.

Dia menggeleng dan menyeringai. "Setidaknya gue tahu lo itu pengecut, nggak bertindak apa-apa setelah itu. Lo takut?"

Aku tertawa untuk menyepelekannya. "Takut? Nggak. Gue pengin lo rasain aja tuh kemenangan palsu lo sebelum gue dapat kemenangan asli gue!"

"Yakin banget lo bakal menang?"

"Look at them!"

Reon menoleh ke sekelilingnya. Begitu banyak anak yang didominasi para cewek meneriaki namaku. Wajahnya tampak langsung kesal. Tentu saja aku selalu digilai cabe-cabe yang ada di sini, setelah kecurangannya terbongkar nama Reon sudah jatuh.

"Erzeyeng, semangat!"

"Erzaku yang paling seksi, ayo gas!"

"Erza yang luar biasa! Aku padamu!"

Aku dan Reon sudah bersiap melajukan motor kami. Dia seperti tampak sangat kesal dengan statusnya sekarang. Kenapa harus curang untuk mendapatkan kemenangan? Winners focus on winning. Losers focus on their rivals.

Reon memimpin, dia sepertinya tidak main-main, melesatkan motornya dengan menaikkan gasnya secara full. Aku mencoba tetap steady, mengegas sembari terus mencoba mencari celah mendahuluinya.

"Papa keren ya!" Aku mengingat waktu itu.

Aku dan Mama menonton Papa yang ikut kompetisi balap mobil di Sentul. Itu salah satu hobi Ayah selain menjadi sutradara--dia juga suka main golf. Dia tampak begitu keren, mobilnya melaju sangat cepat.

"Ma, kalau aku jadi pembalap kayak Papa boleh, nggak?"

Mama diam, dia tersenyum tetapi seperti tidak ikhlas. Dia tidak merestui cita-citaku waktu itu. Ada hal yang mengganggunya. Sekarang, aku sudah tahu hal itu.

"Papa!" Aku berlari ke arahnya saat dia berhasil memenangkan balapan dan mendapatkan trofi kemenangan.

"Milly!" Dia merentangkan tangannya dan kemudian memelukku.

"Kalau udah gede, aku pengin jadi pembalap juga kayak Papa," ungkapku.

Papa mengelus kepalaku, lalu menggeleng pelan. "Kamu bisa jadi apa saja, bukan cuma pembalap. Pilot, aktor, polisi, dokter, apa pun yang kamu mau!"

Aku mengangguk saat itu. Kini, aku menyadari kata-katanya. Aku memang bisa jadi apa saja di Bad Boy Cafe. Papa bahkan bisa memprediksi masa depanku.

Reon terjebak, dia kesulitan di tikungan tajam karena terlalu cepat. Dia menurunkan kecepatan secara drastis. Aku yang dapat mengukur kecepatan dan memahami trek mampu mendahuluinya dan memenangkan pertandingan ini.

Semuanya bersorak padaku. Bang Agum datang dan aku langsung memeluknya. "Gue berhasil, Bang!"

Setelah bertemu dengan Big Boss yang bagitu bangga padaku, aku dan Bang Agum duduk di atas motor di pinggir jalan.

"Gue bakal bagi duitnya ke Abang. Bang Agum yang bantu bongkar kecurangan Reon," kataku ke Bang Agum.

Dia menggeleng. "Nggak perlu," jawabnya yang kemudian menghisap rokoknya.

Aku ikut menghisap rokokku, membuang asapnya ke udara. Lalu, kulihat sosok itu di seberang jalan sedang berada di dalam mobil dengan jendela yang terbuka. Aku buru-buru membuang rokokku, lalu merebut rokok Bang Agum dan membuangnya.

Bang Agum sadar. Dia juga melihatnya, Kak Gadis--kuyakin dia bersama teman-teman ceweknya--menatap kami dengan mata yang tampak basah. Bang Agum tetap diam saat jendela mobil itu tertutup, kendaraan itu pun melaju meninggalkan kami.

Tangan Bang Agum tampak gemetaran. Apa yang harus kulakukan? Apa ini terlambat? Aku akan memohon. Ya, aku akan memohon pada Kak Gadis untuk memaafkan Bang Agum. Itu satu-satunya yang bisa kulakukan untuk orang yang selalu ada dan membantuku.

(◍_◍)

Tekan tombol kalau kamu suka part ini!

Jangan lupa jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, ya!

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?

2. Mana bagian yang paling kalian suka?

3. Pendapat kalian tentang Fariz?

4. Pendapat kalian tentang Nolan-Ferlan?

5. Pendapat kalian tentang pertemuan Reon?

Apakah dia akan balas dendam?

6. Penasaran sama masa lalu Erza?

Masa lalunya sama Nami?

Masa lalunya sama keluarganya?

7. Kalian siap kalau konflik cerita ini bakal muncul bertubi-tubi?

8. DI BAB 13, BAKAL ADA SOMETHING YANG KALIAN TUNGGU-TUNGGU?! SUDAH SIAP?!

Yang pengin baca bab 13 komen: Erza perlu dimukena! Eh rukiah!

Sampai jumpa minggu depan!

(◍_◍)

Jangan lupa untuk follow:

@andhyrama
@andhyrama.shop

The Mascot of #Gamaverse: @jendraltherapper

Roleplayers:

@erza_milly || @petrovincenthardian || @gaza_kangkopi || @nami.robi || @lynda_fiara || @nolan.sparrow || @ferlan_erlangga || @martin_hades || @ronald_midas || @math_lemniscate || || @anggun_mariana || @lamar_kangparkir || @karlaolivianasution

@nagaputramahendra || @bimaangkasarajo || @gemaputramahendra || @gadisisme || @mayapurnamawarni || @gemiputrimahendra || @agumtenggara

Fan page:

@team_nagabima

(◍_◍)

GRUP CHAT!

Oh, ya kalau mau masuk grup chat #TeamNagaBima, langsung DM @team_nagabima aja, ya! Bilang mau join!

di Instagram!

(◍_◍)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro