28 || KEMENANGAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

BAD BOY CAFE: MILLY
28 || KEMENANGAN
a novel by Andhyrama

IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama// Shopee: Andhyrama [an Online Bookshop]

Instagram Erza: @erza_milly

Menang dengan menjatuhkan yang lain bukanlah kemenangan yang sesungguhnya.

(◍_◍)

Pre-Question

Apa warna pakaian yang kalian pakai saai ini?

Apa itu warna favorit kalian?

Absen Tim Kalian!

#NaMilly

#MilLynda

#Benjilly

Just random questions before you read the story!

1. Kalian pernah menang nggak sih? Menang apa tuh?

2. Kalian kesel nggak sih kalau kalah dari seseorang?

Atau kalian biasanya aja?

3. Kalian pernah iri sama teman kalian nggak sih?

Yang jawab nggak pernah kayaknya bohong deh.

4. Kalian kesel nggak kalau ada orang yang masalahnya kecil ngeluh, padahal kalian punya masalah yang lebih besar dari dia?

Atau kalian bisa ngertiin karena setiap orang memandang masalah dengan berbeda?

5. Kalian kesel nggak kalau ada orang yang memenangkan sesuatu tetapi mereka kayak nggak bersyukur padahal udah menang?

Atau lebih kesel sama orang yang menyombongkan kemenangannya itu?

6. Putih telur atau kuning telur?

7. Nulis pakai pulpen atau nulis pakai pensil?

8. Foto Selfi atau difotoin?

9. Cokelat atau Vanila?

10. 1-10 seberapa kalian siap untuk ending cerita ini?

Kalian berharap nggak kalau suatu saat cerita ini ada versi cetaknya?

Kalian berharap nggak kalau Bad Boy Cafe Series ada lanjutannya lagi?

Hades, Midas, atau Sparrow?

Nggak tahu kenapa aku sedih kalau cerita ini tamat. Pas nulis Milly ini ternyata banyak yang membuatku semangat, senang, terharu juga. Khususnya pas baca respons-respons kalian.

Aku akui, cerita ini banyak minusnya sih. Tapi semoga kalian nggak lihat minusnya aja, tapi bisa dapat sesuatu yang berharga saat baca cerita ini. Makasih semua!

Happy reading, don't forget to vote, comment, and share!

(◍_◍)

Yang nggak terpesona sama senyuman gue berarti bohong.

(◍_◍)

Nami tidak masuk hari ini. Apa karena wajahnya juga memar? Akan sangat aneh kalau orang-orang tahu aku dan Nami sama-sama memar. Kenapa aku terus memikirkannya? Dia menolakku, memilih bersama anak kurang ajar seperti Reon. Bodoh.

Kini, aku kembali ke soal-soal untuk lombaku.

"Nami ngundurin diri dari lomba ini," kata Citra.

Aku langsung kaget, tidak percaya. "Lo nggak salah?"

Citra menggeleng. "Katanya, guru lagi coba nyari penggantinya."

"Apa karena gue?"

"Lo bilang apa Za?"

Aku langsung menggeleng. "Nggak apa-apa. Baguslah, semoga penggantinya lebih baik."

Citra tertawa kecil.

"Kok lo ketawa?"

"Habisnya, kalian gengsian banget. Padahal saling suka."

"Kami nggak sa--"

"Nggak usah ngelak, gue itu tahu arti tatapan kalian berdua. Emang gue bodoh banget apa nggak sadar," jelasnya yang kemudian menggeleng heran.

Aku mencoba tak menghiraukan Citra. Aku masih kesal dengan Nami.

(◍_◍)

+628x-xxxx-xxxx: Lo temannya Martin?

Saat sedang ada di ruang rias. Aku mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal. Namun, aku langsung tahu bahwa itu nomor Bang Marcel dari username WhatsApp-nya. Kami pun mengobrol dan memutuskan untuk bertemu.

Erza The Sexy Boy: Bisa Bang.

Aku tersenyum senang karena akhirnya akan mempertemukan Bang Martin dengan kakaknya. Dia mengajakku bertemu hari Sabtu besok. Kebetulan, aku ada pertandingan dengan SMA Pemuda, aku akan ke sana setelah selesai bertanding.

"Gimana rambutnya?" tanya Sinta.

"Kurang keren deh," responsku. "Gue gundul aja sih tetep keren, tapi kan pelanggan udah bayar mahal jadi kudu yang lebih keren."

"Iyain."

Saat Sinta kembali menata rambutku. Aku mengecek kembali ponselku. Di aplikasi Bad Boy Caffe terlihat ramai sekali. Public Chat penuh dengan para member yang mengobrol membicarakan Benji. Tumben mereka membicarakan Benji, biasanya aku yang paling sering dibicarakan.

@ayamgoyeng: Gila Benji ganteng banget! Kalian udah lihat belum?

@buwongpuyuh: Bocor di mana?

@pengabdicogans: Itu di host channel punya Benji. Ada yang bocorin, terus kesebar.

Dadaku agak sesak saat membaca rentetan chat yang membahas Benji. Ini hal yang kutakutkan. Foto Benji akhirnya tersebar. Bisa jadi, besok dia akan berada di peringkat pertama most pick harian. Jika itu terjadi, perjanjianku dengan Bang Henry akan batal.

Foto Benji yang bocor di Host Channel.

Cara paling ampuh agar aku tetap berada di atas adalah dengan review sepuluh bintang terbaik yang harus aku dapat malam ini.

Dengan berdandan menjadi bodyguard, aku berjalan ke ruangan pelangganku berada. Dia menungguku di dekat jendela palsu di ruangan ini. Sepertinya, dia sudah mulai memainkan perannya.

"Kintan, kau menunggu lama?" tanyaku yang mendekat.

Kintan yang bertubuh mungil itu membalik. Dia tentu menahan rasa kagetnya karena melihat pesonaku. Aku memakai jas hitam dan kacamata hitam, rambutku disisir ke atas dan wajahku penuh bekas luka lebam. Tentu saja itu sangat seksi.

"Aku benar-benar takut," kata dia dengan suara dibuat-buat.

Dengan pelan, aku membuka kacamata. Memegang kedua lengan atasnya perlahan dan menatap matanya dengan fokus. Tenang, aku memakai sarung tangan, jadi ini tidak keluar dari peraturan. Dia tampak begitu gugup.

"Aku akan menjagamu, tenang saja."

Dia mengangguk seperti percaya denganku.

Kemudian kami duduk berdua, makan bersama.

"Apa hubungan kita sudah lebih dari artis dan bodyguard-nya?" tanya dia seperti melempar kode.

"Tentu saja. Bodyguard mana yang makan berdua dengan majikannya?"

Dia tersenyum. "Lalu, hubungan apa ini?"

Aku menaruh garpu dan pisau ke piring, mendekatkan wajahku ke wajahnya. "Selama ini, aku menjaga keamanan fisikmu dari orang lain. Apakah sekarang aku bisa menjaga perasaanmu?"

Dia seperti menelan ludah. Lalu, mengangguk.

Aku tersenyum.

"Milly, aku nggak bisa terus akting. Kamu bikin ambyar anjay!" kata dia yang membuatku tertawa.

"Kau yang mengakhiri skenariomu sendiri ya."

Dia tampak malu. "Ternyata benar, kamu emang dahsyat. Aku sangat beruntung bisa menang dan bertemu denganmu."

"Justru, aku yang beruntung bertemu kau."

"Kenapa jadi kamu yang beruntung?"

"Kau menulis skenario itu sendiri kan? Artis yang dituntut sempurna, setiap kesalahan bisa dikritik publik. Kau membutuhkan keamanan, bukan hanya fisik, tetapi juga perasaan."

"Itu bukannya umum?"

"Ya, mungkin umum. Tapi menjaga perasaan jauh lebih susah kan daripada menjaga fisik? Lebih banyak orang yang bisa bertahan dipukuli sampai berdarah, tetapi apa mereka bisa tahan jika disakiti terus-menerus perasaannya?"

Dia mengangguk. "Kamu benar. Aku mengalami perundungan dari kecil karena tubuhku yang seperti ini. Beberapa kali aku memikirkan untuk bunuh diri. Aku merasa diriku hanya sekadar lelucon untuk orang lain.

"Mereka menertawaiku, membuatku merasa tidak sederajat dengan mereka. Aku selalu merasa diriku ada yang salah, seperti aku adalah produk gagal yang harus dibuang. Tapi aku sadar ...."

Aku mengingat masa lalu.

"Nami, ngapain lo pake rok?"

"Pak Guru, Robi tadi masuk toilet cewek kan nggak boleh!"

"Nami lo terlalu pendek buat masuk geng cowok dan terlalu macho buat masuk kelompok cewek. Lo bikin kelompok sendiri aja!"

Mereka kemudian menertawai Nami. Tentu saja Nami tampak marah, tetapi dia seperti menahan diri.

"Ngapain lo pada ngejekin Nami? Yang boleh ngejek Nami cuma gue ya, Erza Miller Pambudi! Kalian nggak berhak!"

"Ngapain sih lo, sok pahlawan!" Nami malah marah ke aku.

Aku tertawa. "Udah, kita berdua bikin kelompok sendiri aja. Lo sama gue."

"Males."

Aku lalu menariknya. "Pak Guru! Saya rasa, untuk membuat kelompok dipilih random saja, kenapa cewek harus sama cewek dan cowok harus sama cowok?" Biasanya, jika guru membuat dua kelompok besar dalam satu kelas agar mudah mereka memisahkan cowok dan cewek.

"Setuju!" beberapa cewek berteriak setuju.

"Kenapa lo ngusulin kayak gitu?"

"Kenapa cowok dan cewek harus diadu?"

"Bukannya setiap saat kita beradu?"

"Gue beradu sama lo bukan buat nunjukkin cowok lebih superior dari cewek."

"Terus karena apa?"

"Ya karena cuma lo yang sepadan buat gue. Lihat aja mereka pada bego."

Nami tertawa. "Dasar Pambudi!"

"Hidayat!"

Tak terasa, aku senyum-senyum sendiri. Lalu, kembali memperhatikan Kintan yang masih bicara.

"Jadi, aku membuat skenario itu karena aku yakin menjaga perasaan jauh lebih penting daripada menjaga penampilan untuk dilihat sempurna oleh orang lain."

"Tanpa berusaha menjadi sempurna kau sudah sempurna di jalanmu sendiri."

Kintan mengangguk.

Aku memakai kaus tanganku lagi, lalu menarik tangannya. "Dengarkan aku. Kau tidak membutuhkan bodyguard untuk menjagamu. Dengan segala hal yang sudah kau lalui, kau bisa menjaga dirimu sendiri. You are strong.

"Aku punya seorang teman, dia adalah cewek yang kuat. Aku tak pernah melihatnya menangis, tak pernah melihatnya bersedih. Mungkin, dia menangis di belakangku, bersedih di belakangku. Namun, dia selalu menunjukkan wajah kuatnya.

"Don't let anyone think you are weak. Kau boleh menangis, kau boleh bersedih, tetapi jangan buat mereka merasa berhasil membuatmu jatuh. They keep talking, you keep winning."

Kintan tersenyum kepadaku.

(◍_◍)

Tidak bisa dipercaya, Naga palsu alias Bima mencetak gol sampai empat. Aku melihat Mama, Gaza, dan Zara di tribune, mereka terlihat senang. Walau aku kurang suka karena ada Om Ari juga di sana.

"Bang Erza semangat!" kata Zara yang sangat antusias melihatku di lapangan.

Sebelum peluit berakhir, aku berhasil mencetak gol kelima untuk sekolahku.

"Bagus Za!" kata Petro yang kemudian memelukku.

Kulihat, Bima tampak kurang senang karena aku yang mencetak gol terakhir. Dia memang bukan Naga yang akan berbahagia untuk kesuksesan teman-temannya, Bima berbeda. Aku tidak membencinya, seberapa kesalnya pun, aku tidak boleh membuka rahasia mereka berdua.

"Lo udah jadi kapten yang keren, Ga!" Aku merangkul Bima saat kami menuju tribune--dia ingin menemui keluarga Naga dan aku ingin menemui keluargaku. Namun, Bima melepaskan rangkulanku seperti risih. Biarlah.

"Abang keren banget!" kata Zara saat aku sudah ada di depannya.

"Kerenan calon kakak ipar gue sih, cuma lo lumayan lah," sahut Gaza yang memujiku dengan bercanda.

"Ayo kita makan bareng," ajak Om Ari.

"Kamu mau ikut, kan?" tanya Mama. "Buat rayain kemenanganmu."

Sepertinya Mama tampak bahagia, walau aku benci Om Ari karena terlalu dekat dengan Mama, aku tidak boleh berkata buruk. Aku akan menjauhkan dia dari Mama kalau kami punya waktu mengobrol berdua.

"Aku udah janji mau makan sama teman-teman, kalian duluan aja."

"Oke. Kami pergi dulu ya!" kata Mama yang menepuk pundakku.

"Dah Abang!"

"Bilangin Gemi di situ, gue kangen," bisik Gaza sebelum pergi.

"Bilang sendiri sana, dasar!" jawabku seraya mendorongnya pelan.

"Yang akur ya sama Bang Naga, di masa depan kalian saudara ipar!" kata Gaza lagi

Aku kemudian memperhatikan keluarga Naga. Ada ayah dan ibunya, Gema dan Gemi. Mereka terlihat bangga dengan Naga palsu--Bima. Andai Papa juga datang ke pertandingan ini, mungkin kebahagianku akan lengkap.

Lalu, aku memperhatikan tribune. Di bangku ujung, aku seperti melihat sosok pria berkacamata hitam yang sangat mirip dengan Papa. Apa itu Papa? Dia berdiri dan kemudian ingin pergi.

Tentu saja, aku langsung lari, ingin menemuinya. Namun, dia menyatu dengan kerumunan yang keluar lapangan menuju area parkir. Aku menerobos kerumunan, mencari-cari pria itu. Tidak ada. Mungkin, aku hanya berhalusinasi.

Tiba-tiba, ada yang menepuk pundakku.

"Papa!" sontak, aku langsung menoleh.

"Lo kenapa?" tanya Bang Martin--dia memang kusuruh menonton pertandingan ini agar kami kemudian bisa pergi bertemu Bang Marcel bersama.

"E-enggak apa-apa. Ayo Bang kita pergi!"

Dia mengangguk.

(◍_◍)

Kami berdua menuju ke sebuah skatepark. Bang Martin tidak tahu siapa yang akan ditemuinya. Aku hanya bilang kalau ingin mengajaknya bermain skateboard. Padahal, aku tidak bisa main ini.

"Lo bisa mainnya nggak?" tanya Bang Martin setelah menaruh tas di salah satu bangku.

Aku menggeleng. "Ya makanya ke sini pengin bisa, Bang."

Lalu, aku memperhatikan orang-orang yang sedang bermain, tidak ada orang yang mirip dengan Bang Marcel--aku hanya melihat fotonya.

"Gue sewa skateboard-nya dulu ya," kataku.

Bang Martin mengangguk.

Saat ingin kembali setelah mendapatkan dua papan luncur, aku melihat Bang Martin sudah berhadapan dengan seseorang. Bang Marcel.

Aku mengambil jarak agar bisa mendengar keduanya bicara.

Mereka masih saling pandang, tidak bicara sama sekali. Kulihat, mata Bang Martin sudah berkaca-kaca. "Gue nggak bermaksud muncul di depan lo, gue harus pergi." Bang Martin mengambil tasnya dan kemudian berjalan dengan cepat keluar skatepark ini.

"Bang." Aku mendekati Bang Marcel. Dia memandangku dengan kecewa, matanya juga basah. Ya, aku memang berbohong kepadanya kalau adiknya ingin bertemu. Ini semua salah paham. "Bang, gue bisa jelasin. Dia be--"

"Lebih baik, lo nggak usah urusin hubungan kami lagi," responsnya yang kemudian pergi.

Aku mengacaukan semuanya.

(◍_◍)

"Gue dengar Naga jadi pintar banget di kelas?" tanyaku ke Citra saat belajar untuk lomba--di sini ada Karla yang ternyata menggantikan Nami.

"Di-dia emang emang sebenarnya pintar kok, Za," kata Citra. Aneh, sejak kapan Naga pintar? Apa Citra sudah tahu kalau Naga punya kembaran yang sedang pura-pura menjadi dirinya?

"Nggak yakin. Lo nggak ngerasa kalau sebenarnya ada dua Naga?"

Citra tertawa--dipaksakan. "Mana mungkin, lo ada-ada aja."

"Ya kan bisa aja selama ini dia punya kembaran yang pinter pelajaran sama pinter main bola," lanjutku untuk mengetesnya--aku yakin dia juga tahu.

Citra tak meresponsku. "Karla, udah berapa soal yang kamu jawab?"

"Udah lima Kak, lihat bener nggak?" tanya Karla.

"Karla itu pinter dalam hitungan dan hafalan, cuma kurang di bahasa. Nanti gue backup," sambungku.

"Hampir kayak Nami ya berarti," Citra malah menggodaku.

"Eh gimana sama Petro ada perkembangan?" tanyaku ke Karla yang langsung membuat pipinya tampak merah.

"Nggak ada Bang," jawabnya.

"Petro emang kayak gitu anaknya, kurang peka. Aslinya dia juga suka kok sama lo. Diperjuangkan ya!"

Karla tampak malu.

"Ehem."

"Apaan sih Cit?"

"Sahabat lo, tetangga lo, teman masa kecil lo yang udah nggak masuk beberapa hari ini nggak diperjuangin?"

"Pengin banget gue sama Nami."

"Seangkatan juga pada ngeship lo sama Nami kali, bukan cuma gue doang."

"Satu sekolah Kak," sambung Karla.

"Tuh malah satu sekolah."

"Berisik deh kalian," kataku yang kemudian iseng mengambil salah satu buku Karla.

Tak sengaja, aku membuka bagian belakang dan melihat ada gambar empat orang, seperti grup musik. Aku tersenyum karena yang main keyboard mirip Karla, yang jadi vokalis dan pegang gitar mirip Petro, ini yang main bas kayaknya mirip aku. Lalu, yang main drum mirip ... Nami.

"Lo bisa main keyboard?"

Karla mengangguk.

Apa ini yang diinginkan Karla? Aku, Petro, Nami, dan dia membentuk band musik? Sayangnya mustahil. Aku menutup buku Karla dan mengembalikannya.

(◍_◍)

Bang Martin menjauhiku. Dia sama sekali tidak bicara lagi denganku. Keadaan seakan kembali seperti semula saat dia dingin kepadaku. Di samping itu, perolehan pick Benji terus mendekatiku, bahkan hari ini selisih kami hanya puluhan. Kuyakin besok dia akan menyusul. Padahal, besok adalah hari terakhir satu bulan aku di Bad Boy Cafe.

"Apa desainnya ada yang perlu diubah?" tanya Mas Bayu--kami sedang rapat membahas game.

"Cukup bagus," kata Bang Nolan.

"Gue ucul banget anjay pake baju polkadot! Pasti banyak yang gemes deh," sahut Bang Ronald.

"Nggak ada masalah," kata Bang Martin.

"Milly?"

Aku memperhatikan desain karakterku. "Di situ, gue terlalu imut Mas. Gue pengin lebih cool dan seksi," protesku.

"Oke. Ada lagi?"

"Kayaknya nunggu Benji dateng dulu."

"Dia kayaknya ngambek karena fotonya kesebar. Padahal gue udah nurutin buat tutup channel dia," keluh Bang Henry. "Milly, bantu hubungi dia suruh dateng ya."

Aku mengangguk. Lalu, izin keluar ruang rapat untuk menelepon Benji.

Kalau Benji datang hari ini, besok dia akan mengalahkanku menjadi most pick. Kalau dia tidak datang, dia tidak akan mendapat rating dari pelanggannya, otomatis pelanggan dia akan mengeluh dan jumlah pick-nya akan turun besok.

"Halo, Benji!"

"Hmm"

"Gue cuma mau ngasih tahu kalau lo nggak perlu dateng malam ini. Bang Henry pengin lo istirahat. Dia khawatir soal kondisi lo setelah foto itu kesebar,"

"Oke."

Aku menutup panggilan dengan jantung berdebar keras. Maaf, gue nggak bermaksud bohong, tapi waktu gue di sini akan sia-sia kalau besok nggak jadi Most Pick.

(◍_◍)

Tekan tombol kalau kamu suka part ini!

Jangan lupa jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, ya!

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?

2. Mana bagian yang paling kalian suka?

3. Menurut kalian kenapa Nami mengundurkan diri?

Apa yang dia sembunyikan?

4. Menurut kalian, Benji yang nyebarin fotonya sendiri atau orang lain?

5. Pendapat kalian tentang Milly dan pelanggan terakhirnya?

Yap, itu adalah interaksi terakhir Milly dan pelanggannya di cerita ini.

6. Menurut kalian, apa sih yang membuat teman-temannya Naga pada peduli sama Naga?

7. Kenapa Martin bersikap kayak gitu ke Erza?

Apa dia bisa memaafkan Erza?

8. Menurut kalian, kenapa Erza nggak mau ibunya nikah lagi?

9. Kalian mendukung tindakan Erza nggak sih bohong ke Benji?

Apakah Benji akan marah?

10. Masih pantaskah jika Erza mendapatkan pinjaman dua miliar dari Bang Henry?

11. DI BAB 29 ADA HAL YANG MENGEJUTKAN! SIAPA YANG SUDAH SIAP?!

Yang pengin baca bab 29 komen: Erza, main adil dong!

Sampai jumpa, malam Minggu depan!

Jangan lupa baca ceritaku yang berjudul "Sora Rain" tokoh utamanya juga nggak kalah tengil kayak Erza, namanya Razo.

(◍_◍)

Jangan lupa untuk follow:

Wattpad:

andhyrama

gamaverse

Instagram:

@andhyrama

@andhyrama.shop

The Mascot of #Gamaverse: @jendraltherapper

Roleplayers:

@erza_milly || @petrovincenthardian || @gaza_kangkopi || @nami.robi || @lynda_fiara || @nolan.sparrow || @ferlan_erlangga || @martin_hades || @ronald_midas || @math_lemniscate || || @bayu_kangsopir || @lamar_kangparkir || @karlaolivianasution

@nagaputramahendra || @bimaangkasarajo || @gemaputramahendra || @gadisisme || @mayapurnamawarni || @gemiputrimahendra || @agumtenggara

Fan page:

@team_nagabima

(◍_◍)

GRUP CHAT!

Oh, ya kalau mau masuk grup chat #TeamNagaBima, langsung DM @team_nagabima aja, ya! Bilang mau join!

di Instagram!

(◍_◍)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro