The First and the Last

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perceraian bukan hal yang diinginkan setiap orang. Tapi kedua orang ini lebih mementingkan ego di atas segalanya. Si pria tetap ingin menikah dengan wanita lain, sedangkan si wanita tetap egois tak mau berhenti dari pekerjaannya. Aku di sini, duduk di antara keduanya yang sedang berhadap-hadapan dipisahkan meja makan, hanya menatap miris melihat keduanya. Pada akhirnya si pria itu mengatakan kata-kata yang akan merubah segalanya.

"Rumah ini akan aku jual. Agar harta kita berdua tetap kembali seperti semula."

Lalu kenapa saat itu kalian membelinya dengan embel-embel cinta dan untuk masa depan?

"Baik! Aku setuju," ucap si wanita dengan angkuhnya.

Lalu, bagaimana denganku?

"Narumi, sayang. Untuk sementara tinggal lah bersama nenek di Okinawa. Kami akan memberitahu nenek tentang kepindahanmu kesana. Dan kami berjanji akan mengunjungimu saat kami libur," ucap pria itu.

Bahkan janji itu pun menjadi janji kosong.

Untuk anak usia 14 tahun sepertiku, rasanya menyampaikan pendapat pada mereka ketika emosi hanya dianggap angin lalu. Aku hanya mengangguk dan mengatakan, "terima kasih untuk makan malamnya. Oyasuminasai. (1)"

Mereka bahkan tak mendengar suara sapaanku, karena kembali sibuk dengan pertengkaran. Cepat atau lambat mereka pasti melupakanku atau bahkan tak pernah menganggapku ada.

Rasanya kisah ini seperti baru saja terjadi kemarin. Padahal sudah hampir bertahun-tahun, mungkin, entahlah aku bahkan tidak mau mengingatnya. Yang kupikirkan saat ini adalah bagaimana membiayai sekolahku dan penyakitku saat ini. Kedua orang itu bahkan sampai sekarang belum menunjukkan batang hidungnya.

Nenek dan kakek bahkan tidak pernah membahas hal itu atau memang sengaja. Entahlah, yang pasti mereka selalu sibuk di kebun tebu dan pulang dengan membawa berbagai macam bahan makanan. Pekerjaanku sekarang, membantu mereka di kebun tebu. Apa nenek dan kakek tahu penyakitku? jawabannya ya, karena aku pernah sekali pingsan di hadapan mereka. Namun, yang mereka lakukan hanya bersikap seperti biasa, mengatakan bahwa aku hanya kelelahan. Bohong. Mereka pasti sudah tahu apa yang aku derita.

Beberapa hari setelah aku pulang dari rumah sakit, tangisan nenek malam itu membuktikan bahwa mereka tahu dan sengaja tidak mau membuatku semakin terpuruk dengan kondisi saat ini. Mereka hanya ingin aku hidup layaknya orang-orang, namun nyatanya tidak akan pernah sampai kapanpun. Hipoglikemia, kondisi dimana seseorang kekurangan gula darah. 'Terkutuk penyakit turunan sialan ini!' makian yang keluar setiap kali aku pingsan.

Waktu istirahat bekerja yang kugunakan menjadi sia-sia karena mengingat kedua orang tua itu dan penyakit turunan yang mereka berikan padaku. Pohon yang kujadikan tempat bersantai dan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahku, seolah memintaku untuk segera tidur melupakan segalanya.

"Na-chan, aku akan pergi ke pasar dulu untuk membeli bahan makanan," ucap nenek yang sedang berdiri di pinggiran kebun tebu.

"Hai! apa perlu kuantar?" ucapku, sambil menepuk celana dan segera bangkit menghampiri nenek.

"Tidak perlu, Na-chan. Ojii-san akan mengantarku. Lanjutkan saja istirahatmu dirumah, pekerjaan hari ini sudah selesai," ucap Nenek sambil menepuk punggungku.

"Aah.. souka. (2) Kiotsukete (3), ne." Nenek menjawab dengan anggukan lalu pergi menghampiri kakek dan segera menaiki motor gerobak yang biasa dipakai untuk membawa tebu ke pangkalan.

Aku memutuskan untuk pulang kerumah dengan berjalan kaki, menikmati waktu santaiku sebelum jam makan malam. Tak jauh dari rumah, aku melihat ada sesosok pria berdiri di depan pintu dengan mobil mewah yang terparkir di depan rumah. Saat akan menyapanya, pria itu berbalik dan langsung berhadapan denganku.

"Narumi-chan.." seketika tubuhku menjadi kaku dan mulut ini sulit untuk mengatakan apapun.

Cukup lama berdiam, lalu membungkuk hormat. Aku mengajak pria itu masuk kedalam. Sopan santun tetap nomor 1 bagiku, walau rasanya sulit sekali mulut ini berucap.

"Silahkan duduk," ujarku. Dia menatap sekeliling rumah dengan tatapan yang sedih namun bibirnya mengukir senyum.

"Tidak ada yang berubah, masih sama seperti dulu." Entah pria itu bicara pada siapa.

"Silahkan dinikmati," ucapku sambil menyimpan nampan berisi segelas es teh dan jeruk sebagai jamuannya.

"Bagaimana kabarmu, nak?" tanyanya.

"Aku, Obaa-san dan Ojii-san (4) baik-baik saja." suasananya menjadi sedikit kaku.

"Maaf, sudah hampir 5 tahun aku tidak memberimu kabar," ucapnya.

"Iya .." Aku bingung harus menjawab apa.

"Kau terlihat lebih dewasa dan tangguh." Ia menatapku dengan tatapan sendu.

"Terimakasih, ini berkat asuhan Obaa-san dan Ojii-san." Aku tak berani menatap mata pria itu. Keringat ditanganku semakin banyak dan sulit untuk mengepal lagi.

"Begitu, ya .." ucapnya sendu. "Maaf, belum bisa menjadi Otou-san yang baik untukmu," lanjutnya. Aku harus menjawab apa? batinku.

Pintu gerbang dibuka, dan muncullah nenek dengan keranjang belanja yang penuh dengan bahan makanan.

"Okaeri (5)!" ucap nenek. Aku segera menghampiri nenek untuk mengambil keranjang belanja yang dibawanya ke dapur.

"Okaa-san ..(6)" ucap pria itu pada nenek.

"Tetsuya?" ucap nenek tak percaya. Mereka segera berpelukan melepas rindu. Walau bagaimanapun, pria itu tetap anak nenek dan kakek yang paling kecil.

Saat makan malam, pria itu mengatakan bahwa akan membawaku kembali ke Tokyo. Dia bercerita bahwa karirnya saat ini sudah bagus dan dia tidak jadi menikah dengan wanita yang saat itu menjadi kekasihnya. Nenek dan kakek terlihat kurang setuju dengan ide pria itu. Ketika kakek sedang kesal, ditandai dengan menghirup tembakau menggunakan pipa kayu buatannya sendiri dengan sangat dalam dan mengeluarkan asap dengan cukup banyak.

"Maaf, tapi aku menolak. Aku sudah punya pekerjaan disini. Aku tidak mungkin meninggalkan tanggung jawabku disini," ujarku dengan nada penuh penekanan. Mereka terkejut mendengar ucapanku.

"Aku permisi. Gochisousama desu (7), Oyasuminasai," ucapku lalu segera pergi kekamar.

Terdengar pembicaraan serius tentangku dari dalam mereka. Mendadak nafasku menjadi sesak dan jantungku berdetak lebih cepat. Aku mencoba menetralkannya dengan batuk. Suara derap langkah kaki terburu-buru bergema dilorong.

"Naa-chan!" teriak nenek.

"Ne.. daijoubu? (8) Narumi!" ucap pria itu dengan panik. Lalu yang kuingat hanya gelap.

Terdengar suara pria itu samar-samar entah berbicara dengan siapa. Pandangan mataku sedikit buram namun tak merasa asing dengan ruangan ini.

"Obaa-chan .." tenggorokanku terasa kering, "Air .." Pria itu langsung menghampiri dan memberikanku minum.

"Arigatou .. (9)"

"Maaf, ayah terlalu memaksakan kehendak ayah. Pasti hal ini membuatmu terkejut." Aku menggeleng lemah, tak setuju dengan perkataan ayah. Nenek masuk kedalam ruangan meminta ayah untuk keluar.

"Kau istirahatlah. Aku keluar sebentar." Aku menjawab dengan anggukan dan memberikan senyuman.

Tangan kananku mendadak tak bisa digerakkan sesuai dengan keinginanku. Setelah mengambil nafas dan bisa digerakan kembali. Aku mengambil ponsel pintar dan membuka aplikasi word, untuk membuka file bernama letter for kaa-san and tou-san (10).

__________

Bulan 10 tanggal 10

Angin dari musim kemarau masih sibuk menerpa pepohonan di luar sana. Daun-daun yang berasal dari pohon sakura berguguran dengan indahnya. Tapi kalian sama sekali tak datang mengunjungiku. Ataukah kalian sudah lupa denganku?

Sudah 5 tahun kalian tak ada kabar. Rindu.

Apakah perceraian membuat segalanya menjadi berbeda?

Pilihan kalian saat itu tak tepat. Ingin rasanya berteriak dan kukatakan pada kalian, aku tidak mau hal ini terjadi padaku. Bahkan Onii-san (11) mengabaikan pertengkaran itu dan lebih memilih pergi dari rumah. Mengatakan padaku, bahwa ia berjanji akan membawaku pergi dari sini setelah mendapat pekerjaan yang layak dan tempat tinggal yang nyaman untuk kami berdua. Omong kosong!

Bagaimana denganku? aku hanya seorang gadis berusia 14 tahun saat itu.

Andai Obaa-san dan Ojii-san saat itu tidak menemuiku, mungkin aku sudah mati karena kegilaan yang kalian buat dirumah. Beruntung bukan polisi yang menemukanku, jika tidak mungkin aku masuk ke rumah yayasan anak atau bahkan rumah sakit jiwa. Kelaparan, panggilan telepon yang kuyakini dari sekolah, begitupun ketukan pintu para tetangga yang dari hari kehari memanggil nama kalian, kuabaikan begitu saja.

Setelah kalian pergi dari rumah, apa yang harus aku lakukan saat itu? Aku bingung.

Bagaimana perasaan kalian ketika meninggalkanku diapartemen? Sendirian.

Apa kalian lupa memiliki anak gadis yang selalu kalian bangga-banggakan? Bahkan air mataku sudah habis setelah kalian meninggalkanku begitu saja.

Salahkah jika aku berharap tinggal di satu atap yang sama dengan kalian?

Kalian bahkan tak menanyakan keadaanku yang baru saja keluar dari rumah sakit setelah hampir seminggu di rawat. Kalian juga tak pernah menanyakan kabar Obaa-san dan Ojii-san. Kalian bahkan lebih mementingkan ego.

Seharusnya saat itu pun aku marah pada kalian dan bertanya kemana saja setelah hampir lima tahun mengabaikan, tiba-tiba muncul hanya dengan menelfon dan memintaku tinggal dengan kalian. Mana rasa terimakasih kalian pada Obaa-san dan Ojii-san. Kalian bahkan tak membiayai sepeserpun kehidupanku di sini. Bahkan sampai sekarang pun aku belum bisa membalas Obaa-san dan Ojii-san

Hanya Obaa-san dan Ojii-san yang paham kondisiku saat itu, mereka menyuruhku untuk istirahat dikamar disaat kalian sibuk bertengkar. Kalian bahkan tak tahu setiap malam Obaa-san dan Ojii-san menangisi keadaanku yang sangat tidak beruntung ini. Obaa-san dan Ojii-san orang pertama yang tahu tentang penyakitku. Jantungku sudah rusak, bahkan sulit untuk melakukan operasi karena resikonya adalah kematian. Tanpa dokter beritahupun aku sudah merasa bahwa hidupku hanya sebentar lagi.

Obaa-san dan Ojii-san pun tak pernah membahas kalian karena khawatir dengan penyakitku yang akan mendadak kambuh. Bagaimana caranya agar aku bisa membalas kebaikan Obaa-san dan Ojii-san yang rela merawatku?

Mungkin saat tulisan ini kalian baca, kalian sudah tidak bisa bertemu denganku ..

Apa kalian akan menyesalinya? apa kalian ingin memutar waktu kembali? apa anak gadis yang selalu kalian bangga-banggakan ini masih kalian ingat?

Kami-sama (12) , apakah aku tidak boleh berharap jika keluargaku utuh kembali seperti semula? apa ini hukuman untukku karena selalu menjadi anak yang manja? ataukah sebenarnya ini adalah hukuman untuk mereka dengan memberikanku penyakit? tapi kenapa AKU?!

Apa jika aku mati, semua keluargaku akan kembali seperti semula?

Apa ketika aku pergi, kalian akan menangisi dan menyesali perbuatan kalian?

Apa kalian akan berkumpul lagi ketika aku mati?

Rasanya pasti akan menyenangkan melihat kalian berkumpul lagi ..

Kematianku menjadi tak sia-sia ..

dan waktuku mungkin hanya sebentar lagi..

I Love Mama

I Love Papa

I Love Onii-san
__________

Tanganku mendadak gemetar saat melihat kata terakhir. 'Kenapa rasanya sesak sekali..' Aku memukul dadaku perlahan dan menarik nafas dalam-dalam guna menghilangkan sesak dan menetralkan jantungku yang berdetak tak karuan. Namun tetap tak bisa dihentikan. Mendadak air mataku mengalir tanpa diminta, sesak di dadaku semakin menjadi. Nenek dan kakek masuk kedalam ruangan dengan panik, terkejut mendengar suara batuk yang tidak seperti biasanya. Kakek segera melakukan panggilan darurat.

"Na-chan, daijoubu?" tanya nenek, wajahnya terlihat panik sambil terus mengusap tanganku. Aku hanya tersenyum sambil terus batuk dengan disengaja menghilangkan sesak di dada.

"Obaa-san, dadaku sakit ..." Padahal hanya beberapa kata tapi rasanya sakit sekali. Ponsel pintar yang masih berada di pangkuanku, kuselipkan ke bawah bantal. Dokter dan beberapa suster tiba diruanganku.

"Tenangkan pikiranmu, nak. Tarik nafas yang dalam, perlahan-lahan.. " Aku mengikuti saran dokter lalu dadaku menjadi sedikit lebih baik.

"Istirahat, tenangkan pikiranmu." Aku menjawabnya dengan anggukan.

"Bagaimana? Apa sudah lebih baik?" tanya dokter.

"Lebih baik. Sekarang aku sedikit mengantuk," jawabku.

"Istirahatlah."

Dan saat itu pula aku melihat cahaya yang sangat indah ..

*******

Kamus Mini :

1) Oyasuminasai = selamat malam / selamat istirahat
2) Souka = begitukah?
3) Kiotsukete = hati-hati dijalan
4) Obaa-san = nenek ; Ojii-san = kakek
5) Okaeri = saya pulang
6) Okaa-san = ibu
7) Gochisousama desu = terimakasih atas makanannya
8) Ne.. daijoubu? = apa kamu baik-baik saja?
9) Arigatou = terimakasih
10)Tou-san = ayah
11) Onii-san = kakak laki-laki
12) Kami-sama = artinya lebih merajuk ke dewa


penuliskece2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro