Jungkook : I loved you

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ps: di rekomendasikan bacanya sambil dengerin lagu Day6 I Loved You

"Tahukah kamu bagaimana rasanya memendam perasaan sendiri? Menahan diri agar tidak menyatakan isi hati. Percayalah itu lebih sakit dari sekedar patah hati."



Dari jauh aku bisa lihat tawa lepasnya. Dari sini bisa aku rasakan bagaimana bahagianya dia. Dan di sini aku tersenyum lihat tingkah laku konyolnya. Tak ada yang special dari dirinya. Dia sama saja seperti siswi yang lain. Bedanya, dia mampu mencuri antensi dalam diriku. Dia bisa meningkatkan detak jantungku. Dan dia sanggup membuatku mencuri pandang beratus kali dalam sehari.

Ia tertawa bersama kawan-kawannya, sedang ku tertawa karena melihat kekonyolannya. Kadang ia sedih karena idolnya tak menang di acara mingguan. Sedang aku sedih karena tidak dapat melihatnya di akhir pekan. Kadang ia marah karena di ganggu, aku marah karena bukan hanya aku yang menyukainya. Terlalu banyak orang di sekelilingnya. Aku sendiri terlalu pengecut untuk sekedar menyapa. Ia adalah pusat dari rotasiku. Tapi ia adalah pusat revolusi orang-orang di seketirnya. Ia terlalu bersinar. Terlalu sulit untuk di jangkau.

"Jungkook, nanti sepulang sekolah jangan lupa piket."

Aku berpura acuh mendengar suaranya yang seperti melodi. Terasa menyenangkan untuk di dengar secara terus menerus. Hanya dengan menyebut namaku seperti itu jantung dalam rongga dadaku sudah berdetak keras, berkali-kali menghentak. Ia berdecak kesal melihatku tak pedulikan ucapannya. Ia berlalu dari hadapanku. Wajahnya di tekuk, bibirnya mengerucut karena ucapannya tidak aku tanggapi. Ah, ingin rasanya mencubit kedua pipinya, saking gemasnya. Ingin rasanya aku menahan lajunya, lalu menggodanya habis-habisan. Tapi aku tidak bisa menahannya, padahal dalam hati ingin sekali rasanya melihat wajah kesalnya dari dekat, bukan dari bangku paling pojok.






Bel pulang sudah berbunyi dari 15 menit yang lalu. Dan aku masih betah memperhatikan dia yang tengah menyapu. Aku berpura acuh padahal tahu ia diam-diam memberi kode agar aku mengambil sapu lalu membantunya. Aku ingin, sungguh. Hanya saja aku tak punya keberanian untuk sekedar berdekatan dengannya. Aku memilih berpura-pura tak peduli. Ia berkali-kali menghela nafas kesal, sesekali ia menendang kaki meja dengan sengaja, aku mengulum senyum kecil.

Jengah, akhirnya ia menghampiriku. Tangannya mengulurkan sapu yang di pegangnya, "Sapukan bagian depan, biar aku yang mengepel." Ujarnya tegas. Aku mengambil sapu di tangannya, dengan malas-malasan berjalan ke arah papan tulis.

Ia masih menggurut sebal ketika melihatku malah duduk di meja guru.Dia memelotot kesal, aku memutuskan untuk menuruti perintahnya. Aku mengambil sapu yang tadi di berikan olehnya, lalu aku mulai meyapu tempat yang dia tunjuk. Sesekali aku memperhatikannya yang tengah bersusah payah mengepel. Ada titik-titik keringat di dahinya, aku jadi tidak tega.

Ia mendongak, mungkin sadar sedari tadi aku perhatikan. Matanya menatapku lurus-lurus, lalu perlahan bibirnya mencebik lucu. Ah, sungguh menggemaskan aku sampai tak bisa menahan senyuman terbentuk di bibirku.

"Kenapa tertawa? Aku menyuruhmu menyapu, kenapa diam saja?" Tanyanya beruntun, aku hanya mengedikan bahu acuh. Aku menyapu asal-asalan di tempat ku berdiri, ia hanya diam memperhatikan. Setelah di rasa bersih aku menghampirinya. Aku menyimpan sapu yang aku pegang di hadapannya. Ia menatapku curiga, "Aku sudah selesai menyapu," mulutnya terbuka lebar dan matanya membulat seolah tak percaya dengan apa yang aku ucapkan.

"Tapi ..... Itu ..." belum sempat ia menyelesaikan perkataanya aku memilih berlalu. Aku hanya melambaikan tangan, meninggalkannya dengan wajah shok tak terima dengan apa yang aku perbuat. Dalam perjalan pulang aku tak bisa berhenti tersenyum.

Tak sengaja aku lihat mesin minuman, mengingat ia pasti lelah mengerjakan piket kelas sendirian, maka dengan senang hati aku membelikan sekaleng lemon tea untuknya. Bibirku membentuk senyuman kala membayangkannya akan tersenyum begitu menerima minuman kaleng yang harganya tak seberapa ini dariku.

Aku berjalan cepat menuju lantai dua, dimana kelasku berada. Di sepanjang jalan aku sudah membayangkan betapa manisnya senyum yang akan dia berikan. Ah, aku tidak bisa membayangkan lebih dari itu. Jantung ku tidak akan kuat jika harus membayangkan lebih dari sebuah senyuman.

Namun senyum itu luntur begitu aku melihatnya tengah tertawa, terdengar begitu mesra dengan seorang yang aku kenal sebagai kawan dekatnya. Yang kata orang-orang adalah lelaki yang tengah dekat dengannya. Ya, wajar saja kamu pilih dia, toh aku terlalu pengecut untuk sekedar berdekatan dengamu. Ternyata bayangan hanya tinggal bayangan, bakan kini ia tak sedikitpun menyadari kehadiranku.

Aku hanya meletakan minuman yang aku harap dapat menjadi awal dari kita, ternyata malah menjadi akhir dari perasaan yang bahkan tak sempat terucapkan.

Aku berjalan menjauh darinya dan dia, tahu betul jika aku sudah kalah bahkan jauh sebelum bertanding. Aku malu pada diri ku dan padanya. Biarlah, cerita ini hanya aku dan Tuhan yang tahu.











Pengennya tuh yah, bikin cerita yg happy ending. Bikin akan bangtan tuh bahagia, tapi entah kenapa suka berakhir dengan ya .... begitu 😂
Mohon doanya supaya author bisa menghadapi UNBK 2018 dan bisa di terima di Universitas yang di harapkan 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro