Taehyung: Serendipity

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pertemuan tanpa sengaja di antara kita, adalah takdir sang pencipta."

Aku dan dia di pertemukan dalam kebisingan dunia. Lalu kita bersama, melewati masa. Aku dengan berani mengaku cinta padanya, sekarang, bagaimana bisa dunia ikut berkonspirasi dalam melenyapkan kisah yang bahkan belum lama ada?
Bagaimana mungkin semesta begitu tega? Memaksa agar kita pergi dari sisi satu sama lain.

Lalu bagaimana dengan rindu-rindu yang masih selalu untuk dia? Harus aku apakan bulir-bulir tangis yang masih belum mengering karena teringat dia? Tidakkah Tuhan tahu menghabiskan waktu di ruang rindu, tidaklah semenyenangkan itu.

Dunia pernah berkonspirasi dalam mempertemukan kami, tapi dia juga yang membuatku berpisah dengan serpihan hati. Perih, tentu. Sakit, jangan tanya lagi. Kejam, jelas. Aku tak habis fikir, kenapa ada orang yang rela melepas tambatan hati, saat dia tahu bahwa hatinya juga ikut patah berjuta kali.

Dan orang itu adalah dia, lelaki yang tidak ku sangka akan menemui ku malam ini. Di malam yang begitu lenggang, di iringi rintik hujan yang bergemericik, dia hadir bagai bayangan.

Aku melingkarkan lenganku pada leher lelaki yang sejak 30 menit lalu hadir di kamarku. Mencoba menahannya agar tetap di sini, agar tak pergi lagi dari seluruh atensi.

"Aku harus pergi," suaranya terdengar seperti gemerisik angin, membawa ketenangan yang begitu mendalam. Tangannya menangkup tanganku, terasa hangat. Sayang, setelah ini kehangatan itu tak akan lagi aku rasakan.
Tidakah ini terlalu singkat jika ia pergi sekarang, aku masih sangat merindukannya.

"Tinggallah sebentar lagi, aku masih rindu." Taehyung mendesah pelan, mungkin ragu untuk menuruti permintaanku.

Aku meletakan daguku di pundaknya, sebelah tanganku menarik dagunya agar menghadap kearahku. Aku amati wajahnya, ada guratan lelah disana. Matanya tampak kuyu, berapa lama dia terjaga?
Aku penasaran, berapa malam yang ia habiskan tanpa terlelap? Aku ingin tahu, apa dia masih bisa makan dengan lahap?

Manik hitamnya menatapku lekat, binar matanya tidaklah sama seperti dulu. Tanganku mengelus pipi Taehyung pelan, kulitnya terasa sehalus beludru. Taehyung menyunggingkan senyum kecil. Aku rindu senyuman itu.
Aku rindu saat matanya ikut hilang dalam gelak tawa, aku ingin terus bersama dia, tak peduli dalam suka atau duka. Yang penting di sana ada dia.

"Esok lusa aku dan kamu akan seperti langit dan bumi," bisikku tepat di depan bibir randum yang dulu selalu tersenyum hanya untukku. Taehyung menangguk menyetujui ucapanku. Binar dalam matanya semakin hilang.

Tanganku masih betah bergeriliya di seputar wajah dan rahangnya. Taehyung menghela nafas gusar, di raihnya tanganku, membuatku berhenti membelai wajahnya.

"Karena esok lusa kamu akan menjadi istri sahabatku."

Suaranya selaksa gaung, terus berputar dalam kepala. Manik hitam Taehyung mengunci pandanganku. Di tatap seperti itu, aku merasa dahaga dalam diri mulai menguar. Lama aku dan Taehyung saling menatap, tak sedetikpun kami mengalihkan atensi.

"Jangan ingatkan aku soal itu, kamu tahu berapa banyak luka yang harus aku terima?!"

Suaraku naik, dia bergeming. Taehyung membuang muka, enggan menatapku kembali. Mungkinkah dia merasa bersalah? Dia dengan begitu mudah mengatakan agar hubungan ini berakhir, lalu memintaku untuk menikah dengan sahabatnya. Meskipun bukan sepenuhnya salah Taehyung. Tetap saja ia pun punya andil dalam hal ini.

Ayahku punya andil yang besar dalam perjodohan konyol ini. Ayahku dan ayah Jimin, bersahabat sejak dulu. Mereka berdua terlibat dalam mega proyek. Untuk melancarkan proyek,ayah memilih menjodohkan aku dengan Jimin, kasarnya ayahku menjual diriku pada keluarga Jimin. Dan yang lebih membuatku dongkol adalah kenyataan bahwa Jimin dan Taehyung juga bersahabat, tidakah dunia begitu sempit?
Tentu aku tidak menurut begitu saja, aku sudah berulang kali meminta, bahkan memohon pada Taehyung untuk membawaku pergi. Tapi si bodoh itu malah mengatakan akan lebih baik jika aku menuruti keinginan ayah. Lelaki mana yang sudi melihat kekasihya menikah dengan orang lain, kecuali dia.

"Tidak bisakah kamu bawa aku lari dari sini?" pintaku, aku memohon.Tatapan ku meminta iba, dan jawabannya masih sama dari dulu, "tidak bisa, kamu adalah sumber kebahagiaan Jimin."

"Dan kamu adalah sumber dari kebahagiaanku."

Aku menangkupkan kedua tangan, sekali lagi memohon padanya.

Tangisku berderai, menimbulkan isak yang memilukan. Taehyung meraih tanganku, di kecupnya berkali-kali.
Taehyung menghapus jejak air mata di pipiku dengan lembut. Taehyung menggeleng pelan, ia berbisik memintaku menghentikan tangisan.

"Jangan memohon padaku. Kamu tahu aku tidak akan bisa mengabulkannya."


Taehyung merengkuh wajahku, di tatapnya aku cukup lama. Mata kami saling berkelindan, sebelum akhirnya ia memanggut bibirku. Aku membalas pagutannya dengan pelan. Ini bukanlah ciuman pertama kami, tapi sensasinya masih sama seperti dulu. Tubuhku serasa di sengat listrik bersekala kecil. Kehangatan menjalar sampai ke ujung-ujung kuku. Aku di buatnya mabuk kepayang.

Aku semakin mendekat, mengikis jarak yang ada. Ciuman ini tak lagi pelan, namun terasa menuntut dan memburu. Taehyung berulang kali mengecup leher dan daun telingaku, beberapa kali pula lenguhan lolos dari bibirku. Tanganku sudah melingkar indah di lehernya, aku menekan tengkuknya semakin dalam. Meminta dia memperdalam ciuman, saat ini aku laksana binatang jalang.

Taehyung melepaskan tautannya begitu aku dan dia kehabiasan nafas. Ada perasaan tidak rela kala ia melepaskan tautan di antara kita, manik hitamnya menatap penuh akan kabut gairah. Nafas Taehyung sama tersengalnya denganku. Ada titik-titik keringat di dahinya, tanganku terulur menghapus peluhnya. Taehyung menahan tanganku untuk tetap diam di sana, di kecupnya tanganku berkali-kali menciptakan sensasi aneh. Aku tahu dia ingin lebih dari ini, tapi akalnya lebih dulu mengambil alih. Karena sejak ia melepaskan ciumannya, Taehyung tak kunjung menuruti apa yang berkecamuk dalam kepalanya.

"Ini tidak benar." Ujarnya sambil mencoba bangkit dari posisinya, berkali-kali dia mengutuk kebodohannya. Ku raih lengannya, menahannya agar tetap diam di tempat. Matanya menatapku protes, tapi siapa peduli?
Taehyung menggeleng, matanya menatapku tajam, sorotan penolakan tercetak jelas di sana. Aku sakit. Ia melepaskan cekalanku pelan.

"Jadikan aku milikmu, seutuhnya." Pintaku.

"Kamu gila?!" bentakannya aku balas dengan gelengan pelan. Taehyung memelotot mendengar ucapanku. Ia mengusap wajahnya frustasi mendengar permintaanku. Aku menatapnya memohon, dia menggeleng hiperbolis.

"Aku akan menikah ........ jika kamu mau menuruti permintaanku ini."

Aku tahu ini gila, tapi jika ini sampai terjadi, maka aku punya alasan untuk tidak menikah dengan Park Jimin.
Aku juga tahu ini sangat picik, tapi orang tua mana yang ingin anaknya menikahi gadis yang tak lagi suci? Biar saja aku di sebut gadis tak tahu malu. Meminta sesuatu yang jelas adalah dosa. Tapi, bukankah cinta itu buta?

"Aku tidak bisa. Bagaimana jika ...... "

"Kamu harus melakukannya, jika tak mau melihat sahabatmu patah hati karena aku lari." Ancamku. Taehyung menghela nafas berat. Dia menarik diri dari posisinya, lalu duduk di pinggir ranjang.

"Clara, ini gila. Kamu sudah tidak waras, aku tidak bisa."

Lagi dia menolakku, air mataku berjatuhan tanpa bisa ku tahan.

"Kenapa kamu tidak mau menuruti permintaanku? Saat aku dengan mudahnya mengikuti semua inginmu, termasuk menikah dengan Jimin, sahabatmu." Tanyaku pilu. Hatiku sudah terkoyak sampai tak berbentuk lagi.

Taehyung membawaku kedalam pelukannya, menenangkan aku sebisanya. Kenapa begitu menyakitkan? Orang yang begitu aku cintai bahkan menolakku. Dan tidak lama lagi aku akan menikah dengan orang yang tidak aku kenal. Yang aku tahu dia adalah sahabat dari Taehyung.
Dan aku dengan bodohnya menuruti semua keinginan Taehyung.

"Maaf membuatmu terluka. Tapi aku tak mau jadi pria brengsek yang melanggar ketentuan Tuhan atas jalannya."

Taehyung tetaplah Taehyung. Yang akan memegang teguh apa yang telah di ucapkan. Dia hanya tidak tahu bagaimana cara membahagiakan orang yang di sayanginya. Yang dia tahu jika dia merelakan aku untuk Jimin, maka Jimin dan aku akan bahagia. Tapi dia salah, nyatanya aku tidak akan pernah bahagia bersama Jimin, dan akan aku pastikan Jimin tidak akan bahagia selama bersamaku.

Semalaman aku menangis di pelukan Taehyung, aku tahu lelaki itu juga ikut menangis dalam diam. Tangannya memeluk erat, menghantar seribu duka yang siap menyambut di depan mata. Hangat peluknya masih terasa hingga aku terbangun dari tidur. Kala itu ia berkata.

"Pertemuan tidak sengaja di antara kita, adalah takdir sang pencipta."

Itu adalah kali terakhir aku mendengar suara Taehyung dalam batas antara sadar dan tidak. Setelah mengucapkan itu dia mengecup keningku lama, hingga air matanya jatuh menerpa.

Setelahnya aku tak pernah lagi melihat sosoknya. Aku tak lagi mendengar kabar Taehyung. Bahkan menjelang penikahan ku pun dia tak kunjung datang, untuk sekedar memberikan selamat. Taehyung hilang seoalah di telan malam.

Taehyung pergi membawa sebagian dari hatiku. Setelahnya hidupku tak pernah lagi utuh tanpa dia.

Taehyung seolah pergi setelah membuatku patah hati. Dia seolah tak ingin sekedar melihatku.

Aku pernah mencoba memberi hatiku untuk Jimin, tapi Taehyung masih bertahta dalam sanubari. Mungkin perkataan Taehyung waktu itu memang benar, pertemuanku dengannya adalah takdir sang pencipta.









Happy birthday to our boy Kim Taehyung aka V 🎂🎉🎁 doanya terbaik buat Tae 😍 sukses terus yah empi 😊 ARMY's love you.

Jangan protes karena pendek, apalagi protes adegan di atas 😂 BTW akan ada sequel untuk part ini.
Vote-comment jangan lupa guys 😂

Salam istrinya Bangtan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro