Her Wish - Tsurumaki Kokoro [Bang Dream]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama Donatur : Aohana Mashiro
Akun Donatur : aomashi
Tipe : Oneshoot
Judul : Her Wish
Pairing : Tsurumaki Kokoro x Sister!Reader
Fandom : Bang Dream

***

"Keinginanku?"

[Name] mengerutkan dahi tatkala ditanyai demikian oleh gadis bersurai pirang yang duduk di kursi seberang. Sedangkan si penanya― Kokoro mengangguk penuh semangat dengan senyum lebar tersungging di bibirnya seperti biasa.

Saat ini [Name] dan Kokoro tengah melakukan pesta teh di salah satu taman yang ada di Mansion Keluarga Tsurumaki. Berbeda dari biasanya, anggota band Hello Happy World! yang lain seperti; Hagumi, Kanon, Kaoru dan Misaki tak hadir hari ini, menyisakan mereka berdua dengan berbagai macam manisan impor yang baru datang pagi ini tersaji di meja. Sebagai anak dari Keluarga Tsurumaki yang terkenal dengan kekayaan tanpa batas, memesan barang impor seperti demikian hanyalah ibarat membeli permen di toko kelontong.

Walau pesta teh itu hanya dihadiri oleh dua orang, namun kegiatan harian tersebut tak terasa sepi karena perbincangan yang terjadi di antara keduanya. Atau lebih tepatnya, Kokoro yang menceritakan hal-hal absurd dan di luar nalar hingga percakapan itu bermuara pada pertanyaan yang baru saja disuarakan.

"Benar! Permohonan!" Kokoro memangku kepala, senyumannya melebar hingga kedua kelopak matanya tertutup. "Jadi, apa permohonanmu? Aku sangat
penasaran!"

[Name] memasukkan klepon ke dalam mulut, mengunyah manisan mungil berwarna hijau dengan taburan parutan kelapa tersebut. Bersamaan dengan timbulnya rasa manis dari isian gula merah, sang puan menyusun jawaban yang kemungkinan akan membuat saudari pirangnya itu tidak mengulik lebih lanjut tentang pertanyaan personal ini.

"Rahasia," respon si gadis [h/c] yang kemudian menyesap teh hitam dari cangkirnya― yang mana dibalas dengan ucapan 'heee' bernada penasaran dari Kokoro. "Lagi pula, mengapa Nee-sama tiba-tiba menanyakan hal ini?"

Kedua mata emas Kokoro mengerjap. Ekspresi yang sangat jarang diperlihatkan, [Name] menjadi semakin ingin tahu tentang alasan di balik pertanyaan sang saudari.

"Hei, [Name]."

"Ya?"

"Mungkinkah kamu lupa hari ini hari apa?"

[Name] mengangkat salah satu alisnya sembari terus menyeruput tehnya. Usai menurunkan cangkir dari bibirnya, ia berkata, "Sekarang hari Kamis, tanggal 7 Juli. Dengan kata lain hari ini adalah hari ...."

Iris [e/c] selarap melebar. Sang puan berambut [h/c] itu pun langsung meraih telepon genggam yang tergeletak tak jauh di sebelahnya, membuka aplikasi pesan dengan tergesa-gesa― mendapati segunung notifikasi dari kontak bernama Tsugumi.

Tsugumi adalah rekan sekaligus wakil ketua OSIS di Akademi Haneoka. Jika ia mengirim pesan beruntun seperti ini, maka perkiraannya benar. Namun   [Name] adalah seorang yang hati-hati dan teliti. Maka, ia memutuskan untuk menekan notifikasi tersebut dan menampilkan seonggok pesan di ruang obrolannya.

Seusai membaca seluruh pesan tersebut, [Name] langsung menepuk jidat. Ia lupa kalau hari ini diadakan Festival Tanabata di Akademi Haneoka.

Ya ampun ... bagaimana aku bisa seceroboh ini!

Rasa bersalah muncul dalam hati [Name] karena merasa telah gagal menjadi Sekretaris OSIS yang teladan. Selain itu, mengingat sifat Hina― sang Ketua OSIS yang sifatnya sebelas dua belas dengan Kokoro membuat kecemasan dalam hatinya tumbuh dua kali lipat. Tsugumi pasti kerepotan karena kecerobohannya ini.

Dengan terburu-buru, [Name] menegak habis teh yang masih tersisa. Diraihnya ponsel genggam dan beberapa permen gula yang terbungkus dalam kemasan warna-warni, memasukannya ke dalam saku celana.

"Ada apa? Sampai kamu tergesa-gesa seperti itu."

[Name] langsung mengalihkan muka ke sumber suara, mendapati Kokoro yang tengah mengunyah sepotong strawberry shortcake. Kedua mata aurumnya memancarkan rasa penasaran yang kentara.

"Ada Festival Tanabata di Akademi Haneoka. Selaku anggota OSIS, aku harus berada di sana dan memastikan acara berjalan lancar," jawab [Name], jemarinya dengan lincah mengetikan balasan kepada Tsugumi sebelum akhirnya mengucapkan pamit. "Kalau begitu, aku duluan, ya--"

"Aku ikut!"

"Hah?"

Belum sempat melontarkan penolakan, Kokoro sudah memberinya pelukan erat. [Name] hendak merasa heran, namun yang dibicarakan ini adalah kakak perempuannya yang notabene seorang gadis penuh semangat dan bersikap
kekanak-kanakan.

Melihat tindakan sang saudari yang telah memeluknya erat, perempuan bersurai [h/c] tak mendapati pilihan untuk menolak. Pada akhirnya, [Name] dengan berat hati mengiyakan permintaan Kokoro― yang mana membuat gadis bermata emas itu bersorak senang.

Semoga aku tidak membuat keputusan yang akan kusesali.

***

Atau itulah yang [Name] harapkan.

Ya ampun, ke mana kau pergi, Nee-sama?

Padahal dirinya baru meninggalkan sang saudari selama lima belas menit,
namun gadis berambut aurum itu telah hilang entah ke mana.

Seperti ini kronologinya. Saat sampai di Akademi Haneoka, [Name] menitipkan
Kokoro ke Kaoru yang tergabung dalam klub teater untuk sementara waktu
agar fokusnya tak terbagi dan dapat membantu anggota OSIS mengurus festival
dengan maksimal.

Namun, usai segala urusannya selesai dan ia kembali mendatangi ruang klub tersebut, Kokoro sudah tak berada di sana. Kaoru pun tak tahu ke mana perginya rekan satu band-nya itu sebab sedang tampil di ruang olahraga. Alhasil, gadis bermata [e/c] tersebut terpaksa mengelilingi sekolah untuk mencari keberadaan saudarinya.

[Name] meletakkan kedua tangan ke atas lutut, napasnya memburu bak orang yang baru saja dikejar kereta. Ia sudah mencari presensi gadis pirang dengan mata aurum ke seluruh penjuru sekolah, namun hasilnya masih nihil.

Decakan lolos dari bibir tatkala iris [e/c] menatap jam yang ditampilkan pada layar ponsel. Rasa cemas dan kesal yang telah berusaha ditahannya hampir meluap bak air panas yang terlampau mendidih dan hendak tumpah dari panci. Langit sudah sepenuhnya gelap dengan hiasan beribu bintang, acara utama pun akan segera dimulai. Dengan menghela napas, [Name] pun berjalan menuju pohon bambu yang telah disiapkan di taman sekolah dan bergabung dengan kerumunan siswi lainnya.

Atau, itulah yang hendak dilakukannya.

Nada beruntun yang menyembur dari ponsel mencuri perhatiannya. [Name] pun mengambil telepon genggam dari saku jasnya, menatap layar benda pipih tersebut dengan saksama.

Himari, nama yang mengejutkan. Tidak biasanya gadis merah jambu pemain bass itu meneleponnya di saat genting seperti sekarang.

Dengan harapan mendapat informasi keberadaan sang saudari, [Name] langsung mengangkat panggilan tersebut. "Halo? Himari-san?"

"Ah, halo, [Name]-chan. Kudengar, kau sedang mencari saudarimu, ya? Aku
mendengarnya dari Tsugu-chan."

[Name] mengangguk cepat. "Itu benar! Apa kau tahu dia ada di mana?" tanyanya dengan nada cepat.

"Jangan khawatir. Kokoro-chan berada di dekat pohon bambu untuk acara utama bersamaku dan Moca. Dia sedang memilih warna kertas untuk menuliskan permohonannya."

"Begitu, ya." Senyum mengembang di rupa [Name], mengubah rona muram menjadi cerah layaknya langit setelah hujan. "Syukurlah."

Kekehan terdengar dari ujung sambungan lain, Himari terdengar senang dengan respon yang diberikan oleh si gadis [h/c]. "Acara utama akan segera dimulai, sebaiknya kamu segera ke sini." Terdapat jeda singkat barang lima detik. Selama itu pula, [Name] dapat mendengar suara melengking Kokoro yang antusias di antara kerumunan. "Aku yakin, Kokoro-chan ingin mengikuti acara ini bersamamu," lanjut Himari lembut.

[Name] tak dapat menahan senyumnya, justru sunggingan di bibir itu malah semakin melebar bersamaan dengan rasa hangat yang muncul dalam dada. Memang begitulah keinginan saudarinya, selalu berhasil membuat orang-orang di sekitarnya tersenyum dengan caranya sendiri. Dan ia tak terkecuali dalam kategori orang-orang itu.

"Terima kasih, Himari-san. Aku akan segera ke sana."

[Name] pun mengakhiri panggilan tersebut secara sepihak, melangkahkan kakinya untuk berlari menuju taman sekolah. Tak seperti sebelumnya yang diliputi kecemasan, setiap langkah yang diambilnya kini disertai dengan rasa lega yang kemudian berubah menjadi senang.

***

Ketika sampai di lokasi, [Name] disambut dengan kerumunan siswi yang sedang menunggu di sekitar pohon bambu. Seperti yang diduga, semua orang sangat antusias dalam menantikan acara ini.

Selarap mata [e/c] menyapu pandangan sekitar, berusaha mencari presensi gadis berambut pirang di antara gerombolan manusia tersebut. Irisnya melebar begitu mendapati apa yang dicari. Kokoro berada di dekat pohon bambu bersama Himari dan Moca, persis seperti apa yang didengarnya dari panggilan tadi.

"[Name]!" Suara melengking itu mencuri perhatian sang pemilik nama. [Name] menoleh ke arah sumber suara, mendapati sang saudari yang tengah melambai ke arahnya dengan penuh semangat, kedua gadis yang berada di sebelah si pirang menyunggingkan senyum simpul.

[Name] menghela napas, kemudian berjalan ke arah ketiga perempuan muda itu― sesekali bertubrukan dengan para siswi yang berdiri berdesakan di sekitarnya. Begitu tiba, Kokoro langsung memeluknya dengan amat erat. Saking eratnya, [Name] sampai berpikir akan mati karena kesulitan menghirup oksigen.

"Akhirnya kau datang!" seru Kokoro riang, pelukannya melonggar seiring ia menarik kedua tangan, berkacak pinggang kemudian. "Kupikir kau tadi akan datang terlambat, [Name]!"

[Name] mengulas senyum. "Tapi aku tidak terlambat, 'kan?"

Kokoro menggeleng. "Sama sekali tidak! Pidatonya akan selesai sebentar lagi."

"Begitu, ya."

[Name] menoleh ke arah Himari dan Moca, membungkuk sembilan puluh derajat ke arah mereka. "Terima kasih atas bantuannya Himari-san, Moca-san. Tanpa kalian, saya akan kesulitan untuk menemukan Nee-sama."

"Sama-sama, [Name]-chan," balas Himari ramah, kedua tangannya berada di balik punggung.

Moca berdeham menyetujui. "Senang bisa membantumu."

Sang gadis [h/c] kembali menegakan posturnya― yang mana disambut senyuman oleh kedua gadis tersebut. Ia jarang berbicara dengan keduanya, namun dirinya yakin bahwa mereka adalah orang yang baik.

"[Name]!" Panggilan itu membuat [Name] menoleh, mendapati Kokoro yang tengah berdiri di hadapannya dengan sepotong kertas berwarna [f/c] serta sebuah pulpen. "Kau belum menuliskan permohonanmu, bukan? Jadi, tulislah sekarang!" ucap Kokoro sambil meletakkan kedua benda itu ke masing-masing telapak tangannya.

Tindakan tersebut disambut dengan senyuman oleh [Name]. "Baiklah. Kalau begitu, bolehkah aku meminjam punggungmu, Nee-sama?"

"Tentu saja!" Kokoro pun membalikkan badan, punggungnya menghadap pada sang saudari.

"Terima kasih."

"Sama-sama!"

[Name] pun meletakkan kertas [f/c] di tangan ke atas punggung Kokoro dan mulai menuliskan permintaanmu, sedangkan gadis pirang itu menggumamkan lagu sembari menunggumu selesai menulis. Gadis bernetra [e/c] berekspetasi jikalau permintaannya ini adalah yang terbaik.

Setelah rampung, [Name] mengangkat kertas tersebut dari burit Kokoro. Dibacanya sekali lagi rangkaian kata yang tertulis, lantas tersenyum. Jika permintaan yang diguratkan olehnya benar-benar terjadi, itu sudah cukup baginya.

"Apa permintaanmu? Lihat, dong!"

[Name] langsung membalikkan badan, menggenggam erat kertas dalam genggaman dengan kedua tangan― berusaha menyembunyikannya dari Kokoro yang berusaha mengintip secara terang-terangan. "Tidak boleh. Jika Nee-sama melihatnya, permintaanku tidak akan terwujud," ucapnya tegas.

"Ayolah ... sedikiiit saja--"

"Tidak boleh!"

"Aku mohon, [Name]. Boleh ... ya?"

"Tidak--"

"Sekarang, kita akan beralih ke acara utama--" Kata-kata tersebut membuat keduanya berhenti berdebat dan mengalihkan pandangan ke panggung di
mana sang Ketua OSIS masih berpidato. "Bagi para siswa yang sudah menuliskan permintaannya, kalian bisa menggantungnya di pohon bambu yang ada di sebelah sana. Bagi yang belum, segera tulis, ya!"

Akhir pidato tersebut disambut dengan sorakan oleh para murid. Selang beberapa sekon, mereka mulai mengerubungi pohon bambu yang ada di dekat [Name]― menggantungkan kertas berisi harapan pada dahan-dahan pohon setinggi lima belas meter itu. Tak terkecuali Himari dan Moca, mereka telah menggantungkan kertas permintaan mereka ke dahan tertinggi yang bisa mereka raih.

Tarikan di lengan jas menarik perhatian sang adiratna, membuat ia menoleh dan mendapati saudarinya tengah tersenyum lebar padanya. "Ayo gantung kertasnya!" seru Kokoro sambil menunjuk dahan tertinggi yang ada.

[Name] tertawa pelan. "Tentu. Tapi, aku tak yakin dapat menggapai setinggi itu."

Pada akhirnya, kedua gadis tersebut menggantungkan kertas permohonannya.

"Hei, [Name]. Sebenarnya apa permintaanmu? Sampai-sampai kau tidak mau memberitahuku."

Kedua ujung bibir ranum si pemilik nama. "Bukan permintaan yang besar,
kok."

(Semoga Nee-sama selalu tersenyum dan bahagia - Tsurumaki [Name])

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro