Chapter 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Semakin lama semakin brutal.

Ya. Serangan Mizuo Fan Club ini makin menyebalkan saja. Dari menghilangkan semua bukuku, mencoret-coret meja dan bangkuku, membuang sampah tepat di depanku, dan bahkan mereka sengaja menabrakku dengan keras ketika sedang turun di tangga. Untung saja aku bisa menjaga keseimbanganku, kalau tidak aku sudah mati hanya karena jatuh dari tangga. Cara mati yang sungguh konyol.

Kebrutalan ini terjadi semenjak kami kalah dalam kompetisi band itu. Tapi sebaliknya, mereka sangat bersimpati terhadap Kenichi. Yaa~ begitulah fans, selalu menyemangati sang idola ketika sedang mengalami kesulitan.

Lantas apa hubungannya dengan kalah perlombaan dan pembully-anku yang makin menjengkelkan ini?

Entahlah, aku juga tidak tahu.

Terkadang, terbesit dalam pikiranku untuk membunuh mereka satu-persatu, agar mereka belajar bahwa jangan pernah memancing emosiku.

Ahahahah.... bercanda, mana mungkin aku asal membunuh orang yang sudah berbaik hati menguji kesabaranku.

Untung saja, Kenichi tidak tahu (atau tidak peduli) tentang masalah sebenarnya. Dia memang tahu bahwa mejaku dicoret-coret, tapi dia menganggap itu hanya kerjaan orang iseng. Yaa~ kalaupun dia tahu, aku hanya berharap (dengan takaran sangat sedikit), dia bisa membelaku.

Ahh, tapi rasanya tidak mungkin. Maksudku, hei, dia selalu mengomentari setiap apa yang kulakukan, dan kebanyakan adalah sindiran. Dia memang tidak pernah absen untuk melakukan itu terus setiap hari. Entah dimana letak kesalahanku, yang pasti itu akan terlihat di matanya.

"Hei, Yuuki. Aku tahu kau ini hantu, tapi mentang-mentang kau tidak bisa dirasuki, bukan berarti kau bisa melamun seenaknya" sindir Kenichi sambil melirikku.

Tuh kan, baru saja aku membahas ini.

Aku cuma mendecak lidah sambil meliriknya kesal. Aku sedang malas membalas sindiran itu. Karena kalau dibalas, maka rentetan kalimat dingin akan keluar dari mulutnya, dan jujur itu menyakitkan.

Aku bukannya sedang melamun, melainkan sedang memikirkan cara untuk menghentikan mereka dengan mengesampingkan cara kekerasan. Yang kutahu, di dunia ini, masalah bisa diselesaikan dengan 3 cara, yaitu cara baik-baik, uang, dan terakhir kekerasan.

Dan juga, aku sudah mengetahui siapa dalang dari semua ini. Namanya Mikami Sayako, dari kelas 3-A. Dia biasanya suka berkumpul bersama sekutunya yang dia panggil Mizuo Fan Club. Hah, aku tidak percaya kalau Kenichi punya fans seperti ini, dan dia pasti akan terkejut jika mengetahuinya.

Selain itu, aku mengesampingkan cara kekerasan karena terlalu berisiko. Tapi bukan berarti aku lemah.

Apa? Kalian pikir aku lemah dan tidak berdaya? Kalian sungguh tidak sopan. Meskipun kelihatannya fisikku lemah, aku ini sebenarnya cukup kuat. Buktinya Kenichi selalu mengaduh kesakitan setiap kali kusikut perutnya. Itu cukup menandakan bahwa aku kuat kan?
.

.

.

Setelah latihan rutin, kami pun pulang. Kenichi tidak bisa pulang bersamaku, katanya dia sedang ada urusan, entah urusan apa, aku tidak peduli. Alhasil, aku berjalan pulang sendirian. Karena sudah sore, langit sudah berwarna jingga kemerahan, jalanan menjadi agak sepi. Aku hanya mendengar desiran angin yang pelan, langkah kakiku, dan suara burung gagak yang sesekali berkoar melewatiku.

Yaa~ rasanya tidak buruk juga, kalau aku bersama Kenichi, biasanya kami ditatap banyak orang karena saking berisiknya kami karena bertengkar di tengah jalan.

Drrrtt. Aku merasakan getaran ponsel dari tasku, aku segera mengeceknya. Ternyata Onii-chan meneleponku.

"Halo?"

"Ahh halo, Yuuki. Kau ada dimana sekarang?"

"Di jalan, mau pulang, ada apa?"

"Pas sekali. Bisa tolong belikan bahan  untuk kare? Aku mau membuat kare, tapi bahannya tidak ada."

"Kenapa tidak masak yang lain saja?"

"Aku sedang ingin kare. Lagipula, jarang-jarang kan Nii-chan mu ini memasak untukmu?" yang dia katakan memang benar. Kami hanya hidup berdua, dan kami sudah membagi tugas rumah. Salah satu tugasku adalah memasak. Jadi jarang sekali Nii-chan memasak untukku. Untung saja, kemampuan masaknya bagus, jadi aku bisa makan tanpa harus takut mati karena masakannya yang payah.

"Haah.... kau ini banyak maunya, baiklah kalau begitu"

"Mou~ imouto ku ini sangat penurut. Aku jadi ingin mencubit pipimu~" sontak aku memasang wajah jijik karena mendengar kalimat itu.

"Onii-chan, hentikan itu." Aku membalasnya dengan nada dingin.

"Hahahaha... oke, oke. Tolong ya, Yuuki-chan~" baru saja aku ingin protes, tapi dia sudah memutuskan sambungannya duluan. Dasar.

Aku hanya mendengus, dan berjalan berbalik arah menuju supermarket. Karena supermarket terdekat sudah kulewati tadi. Setelah sampai, aku langsung mengambil keranjang dan melesat pergi ke rak sayuran. Aku mengambil wortel dan kentang secukupnya. Setelah itu, aku ke rak daging. Aku mengambil daging yang agak murah. Terakhir, aku ke rak bumbu kare. Sedang serius memilih (yang mana yang paling murah), tiba-tiba ada yang memanggilku.

"Are? Ishika-san?" Aku segera menoleh siapa yang memanggilku, dan kulihat Natsume-kun sedang berjalan menghampiriku.

"Natsume-kun? Sedang apa kau disini?" Tanyaku.

"Aku hanya sedang membeli minuman, dan bertemu kau disini" jawabnya sambil mengacungkan sebotol minuman yang dia pegang.

"Sou ka"

Dia melirik ke keranjang belanjaanku.

"Hee~ pasti makan malam ini kare ya~" ujar Natsume-kun. Mendengar itu aku sontak terkejut, bagaimana dia bisa tahu? Dia melihatku yang menatapnya horor, tersenyum geli.

"Aku tahu karena melihat belanjaanmu, dan kau sedang berdiri di depan rak bumbu kare." Katanya sambil tersenyum.

Oh iya ya.... "ahahaha, kau benar juga" kataku. Aku merutuki kebodohanku sendiri.

Setelah selesai membayar belanjaan, kami berdua keluar dari supermarket. Aku berjalan pulang, tapi aku merasakan seseorang mengikutiku. Aku melihat kebelakang, dan kulihat Natsume-kun berjalan di belakangku sambil tersenyum.

"Kenapa kau mengikutiku?" Tanyaku.

"Aku ingin pulang bersamamu, Ishika-san" jawabnya sambil tersenyum.

"hah? Apa ada perlu denganku?"

"Tidak ada, aku hanya ingin pulang bersamamu."

"Tapi kan arah rumahmu berbeda"

"Biar saja"

"Tapi akan lebih jauh kalau kau lewat saja"

"Tapi aku ingin pulang bersamamu"

"Tapi, Natsume-kun-"

"Aku ingin pulang bersamamu, Ishika-san"

"Mou, wakatta wakatta." Aku mengangkat kedua tanganku. Aku tidak tahan berdebat dengannya dan melihat senyum lembutnya itu.

Alhasil, kami berjalan pulang berdua. kami berjalan dalam keheningan. Entah dia canggung, ingin mengobrol tapi tidak menemukan topik yang pas, atau dia memang hanya ingin jalan dalam keheningan seperti ini. Tapi yang pasti, aku merasakan suasananya agak canggung.

Dan juga, kenapa dia berjalan seperti ini? Dia berjalan tepat disampingku. Memang itu terlihat normal, namun tidak jika dia jalan sambil memojokkanku ke tembok.dan akhirnya, aku berjalan diantara tubuhnya dan tembok.

"Ano, Natsume-kun...." panggilku.

"Ya?" Dia menoleh padaku sambil tersenyum. Kenapa lelaki ini suka sekali tersenyum seperti itu?

"Bisakah kau minggir? Aku agak terjepit disini"

"Ehh? Sou ka? Gomen ne~" akhirnya dia minggir, dan memberi ruang untuk berjalan.

"Ngomong-ngomong, tumben sekali kau tidak pulang bersama Mizuo-san" ujarnya.

"Katanya dia ada urusan. Mungkin dia mengurusi fansnya yang membludak itu" kataku cuek.

"Hee~ kau cemburu ya~?" Katanya dengan nada menggoda. Sontak wajahku langsung memerah.

"A-apa maksudmu? Aku tidak cemburu. Untuk apa aku cemburu pada mata empat menyebalkan seperti dia?" Sanggahku sambil memalingkan wajah, agar dia tidak melihat wajahku yang memerah. Tapi percuma saja, dia tetap saja bisa melihatnya.

"Hahahaha.... Ishika-san manis sekali ya saat wajahnya memerah" katanya ujarnya sambil tertawa.

Oke, wajahku tambah memerah karena mendengar itu.

Tak lama, kami sampai didepan rumahku.

"Natsume-kun mau mampir dulu?" Aku mengajaknya masuk kerumah.

"Tidak, terima kasih atas tawarannya." Katanya sambil melambaikan tangannya.

"Saa~ kalau begitu, sampai jumpa besok" kataku.

"Hai~ sampai jumpa besok, Ishika-san~" katanya sambil tersenyum manis. Lalu dia berjalan berbalik arah.

Aku hanya menatapnya sampai dia menghilang dari pandanganku. Setelah itu, aku masuk ke dalam rumah. Di depan, aku melihat Nii-chan melihatku sambil menyeringai bak orang mesum.

"Apa?"

"Barusan itu tadi pacarmu?"

"Hah?" Aku hanya melongo, pacar apanya?

"Jangan berpura-pura bodoh, Yuuki. Aku tadi melihatnya, lelaki yang barusan mengantarmu itu pacarmu kan?"

"Dia itu hanya temanku, Nii-chan"

"Hee? Berarti lelaki yang berkacamata itu ya? Aku sering melihat dia selalu mengantarmu pulang" Yang dia maksud itu Kenichi.

"Tentu saja tidak. Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Ini, bukannya kau mau memasak?" Kataku sambil menyodorkan kantong belanjaan.

"Oh iya, sini" dia mengambilnya dan melesat ke dapur.

Aku langsung menuju ke kamar, dan mengganti baju. Aku menunggu sampai makan malam siap. Selagi menunggu, aku masih memikirkan perkataan Nii-chan tadi.

Pacar.

Jujur, aku tidak pernah sekalipun berpikir untuk memiliki pacar. Aku saja sudah bersyukur aku bisa mendapatkan teman. Walaupun teman yang kudapat teman menyebalkan seperti Kenichi, ataupun absurd seperti Shizuka-senpai, itu saja sudah lebih dari cukup buatku. Penampilanku lah penyebab aku tidak punya teman. Tapi mau bagaimana lagi, ada sesuatu yang harus kusembunyikan di balik poni panjangku.

"Yuuki, makan malam sudah siap~" seru Nii-chan dari dapur. Aku bergegas turun ke bawah menuju ke dapur. Aku langsung duduk bersebrangan dengan Nii-chan.

"Ittadakimasu"

Kami pun makan kare buatan Nii-chan, rasanya tidak buruk, hanya saja agak pedas. Kami makan dengan suasana hening.

"Ahh, ada sesuatu yang harus aku bicarakan denganmu" kata Nii-chan, tiba-tiba membuka topik pembicaraan. Aku hanya menatapnya penasaran.

"Aku ditugaskan dinas ke Osaka selama sebulan oleh atasanku" katanya singkat. Aku hanya menatap datar sebentar.

"Ohh"

"Hei, aku serius tahu."

"Aku tahu kau ini serius"

"Jadi aku boleh pergi tidak? Masalahnya kau akan sendirian dirumah selama sebulan lho" katanya mulai khawatir.

"Tidak masalah buatku. Asalkan kau mengirimkan uang untuk makan dan mengabariku, itu pun sudah cukup" kataku sambil memakan suapan terakhirku.

"Benar nih? Aku takut terjadi sesuatu padamu selama aku tidak ada dirumah"

"Nii-chan, aku ini sudah besar. Aku bisa menjaga diriku sendiri"

Dia tiba-tiba bangkit dari kursinya, menghampiriku, dan memelukku erat.

"Ahh~ imouto kesayanganku akan tinggal sendirian~ katanya sambil mengelus kepalaku.

"O-Onii-chan, lepaskan! Aku tidak bisa bernapas" aku berusaha memberontak dalam pelukannya.

Akhirnya dia melepaskan pelukannya, namun dia menatapku serius.

"Serius? Kau tidak apa-apa tinggal sendirian selama sebulan?" Tanyanya, untuk memastikan.

Aku pun tersenyum lembut, "iya, aku tidak apa-apa"

Dia pun memasang ekspresi lega, karena aku berhasil meyakinkannya.

"Jadi, kapan kau akan berangkat?" tanyaku.

"Besok pagi" jawabnya.

"Ahh... Pantas saja kau memasak hari ini. Supaya kau bisa membuatku senang, sehingga kau bisa minta izin dariku." ujarku sambil menatap datar Nii-chan.

"Hehe, ketahuan ya" katanya sambil cengar-cengir.

.

.

.

Sudah seminggu sejak aku tinggal sendirian dirumah. Semenjak itu juga, Nii-chan selalu meneleponku hanya sekedar tahu bagaimana kondisiku. Memang menjengkelkan juga, menghadapi saudara seperti itu, tapi aku tahu dia hanya mengkhawatirkan kondisiku.

Paginya, saat sampai disekolah, aku hendak mengganti sepatuku. Tapi pada saat aku membuka lokerku, aku menemukan sebuah buku tulis didalam loker. Aku mengambil dan melihat covernya, tidak ada namanya.

Punya siapa ini? Kenapa ini bisa ada dilokerku? Aku membuka bukunya, siapa tahu ada petunjuk mengenai pemiliknya. Begitu melihat isinya, itu membuatku kaget. Isinya banyak tulisan kasar berwarna merah yang mengejekku.

Mati sana!

Jelek!

Dasar hantu!

Aku hanya menghela napas panjang. Oke, ini sudah keterlaluan. Sepertinya aku harus membicarakan ini pada mereka.

"Ohayou, Yuuki" tiba-tiba Kenichi datang menyapa sambil menepuk pundakku. Aku terlonjak kaget dan cepat-cepat menyembunyikan buku itu.

"A-a-ahh, o-ohayou" Aduh! Aku tidak bisa mengendalikan diriku. Semoga saja dia tidak curiga.

"Ayo" katanya sambil berjalan mendahuluiku.

"Iya" Fiuh! Untung saja dia tidak curiga. Aku segera memasukkan buku itu ke dalam tas dan mengejar Kenichi.

Tapi di tengah jalan, kami-ralat, hanya Kenichi langsung dikepung fansnya, hanya ingin menyapanya.

"Ohayou~ Mizuo-kun" kata salah satu gadis dengan nada centil. Mendengar itu, hampir saja sarapanku tadi keluar lagi dari dalam.

Karena dorongan dari banyak orang, aku terjepit. Aku segera keluar dari kerumunan yang menyesakkan itu. Kalau sudah begini, mau bagaimanapun, Kenichi bakal susah untuk ke kelas. Maka dari itu, aku berniat meninggalkannya. Saat berjalan, sepintas aku melihat Mikami Sayako di pinggir kerumunan, sang pemimpin yang kulihat waktu kejadian di kantin. Dia melihatku dengan tatapan penuh benci. Aku hanya memandangnya datar, lalu melanjutkan berjalan menuju ke kelas.

Setelah sampai di kelas, aku langsung duduk dibangkuku dan menatap ke luar jendela sambil menunggu bel pertama berbunyi. Tak lama, Kenichi muncul dengan napas tersengal-sengal. Dia langsung duduk dan menatapku tajam.

"Tega sekali kau meninggalkanku disana" katanya kesal.

Aku hanya menyeringai, "rasakan itu"

Dia memicingkan matanya, lalu tiba-tiba dia mencubit pipiku dengan keras.

"Itte! Itte! Jangan mencubit pipiku, lepaskan!" Seruku sambil berusaha melepaskan cubitannya. Dia hanya menyeringai melihatku kesakitan.

"Aku hanya sedang melampiaskan sesuatu padamu" katanya santai.

Kesal, aku berniat memukul perutnya. Namun bel pertama sudah berbunyi, dan Yamada-sensei masuk tepat saat bel berbunyi.

Dia baru melepaskan cubitannya, dan menyeringai melihatku karena tahu aku gagal membalasnya. Aku hanya bisa membalas dengan menatapnya sangat tajam.

.

.

.

Tak terasa, waktu sekolah sudah berakhir. Aku membereskan semua bukuku, dan memasukkan ke dalam tas.

"Hei, hari ini ada latihan tidak?" Tiba-tiba Kenichi bertanya.

"Hmm... sepertinya tidak" jawabku.

Dia hanya manggut-manggut mendengar jawabanku. Setelah selesai, kami keluar kelas bersama. Namun ditengah jalan, banyak orang sudah memblokade koridor. Siapa lagi kalau bukan fans Kenichi?

Begitu melihat Kenichi, mereka langsung mengerubunginya.

"Kyaaa~ Mizuo-kun, ikut kami pergi karaoke yuk" ajak salah satu gadis sambil memeluk lengan Kenichi.

Aku hanya menatap mereka datar. Aku segera meninggalkan kerumunan, mereka membuatku gerah dengan sikap centil mereka. Kenichi yang sadar aku meninggalkannya (lagi), berteriak memanggilku.

"Hei, Yuuki. Tunggu!" Aku sebenarnya mendengar dia, hanya saja tidak kugubris.

Saat sudah jauh dari kerumunan, aku merasakan ada yang mengikutiku. Tapi saat menengok kebelakang, tidak ada siapapun. Aku mempercepat langkahku. Namun saat aku berbelok menuju tangga, tiba-tiba mulutku dibekap dengan sapu tangan dan tanganku ditahan di belakang. Sontak aku menjerit kaget, namun suaraku tertahan dengan sapu tangan.

"Jalan" perintahnya, kalau dari suaranya, meskipun suaranya (seperti dibuat) agak serak, tapi terdengar seperti suara perempuan. Mau tidak mau, aku berjalan sambil didorong olehnya. Aku digiring menuju gudang sekolah.

Setelah masuk, aku bisa melihat ada sekitar 4-5 orang didalam, dan disitu perempuan semua. Saat mereka menutup pintu, orang yang membekapku melepaskanku dengan kasar. Mereka mengelilingiku dengan tatapan tidak suka, ini pertanda tidak bagus.

"Kalian mau apa?" Tanyaku sambil menatap mereka was-was, takut salah satu dari mereka ada yang menyerang.

"Menurutmu apa?" tiba-tiba Mikami Sayako maju ke depanku. Cih, ternyata dia yang merencanakan ini.

Dia terus maju, membuatku terpaksa mundur kebelakang. Begitu aku terpojok dengan tembok, dia baru berhenti.

"Kau" katanya sambil menunjuk diriku. "Menjauhlah dari Mizuo-kun. Kau ini pembawa sial baginya."

"Hah?"

PLAK!

Tiba-tiba dia menamparku dengan keras.

"Masih belum sadar juga? Sekolah kita kalah kompetisi band, dan itu semua salahmu, gadis aneh" katanya dengan nada tidak suka.

"Hei, bukan salahku kami kalah dalam kompetisi itu. dengan kekalahan itu. Lagi pula, kalian lah yang harusnya menjauh dari Kenichi, dia tidak suka dengan gadis yang main kasar hanya untuk menarik perhatian. Kalian itu hanya bisa merepotkan orang lain" kataku kesal.

Dia terbelalak kaget, kemudian memicingkan matanya. Lalu dia merogoh sesuatu di saku roknya. Dengan cepat, dia menebas ke wajahku dengan sesuatu yang tajam.

"AAKHH!" Sial! Sakit sekali. Kulihat ditangannya memegang sebuah cutter dengan noda darah diujungnya, pasti itu yang melukaiku. Aku menyentuh luka di pipiku, kulihat telapak tanganku berwarna merah setelah menyentuhnya. Aku bisa merasakan darahnya mengalir, dan mengotori seragamku. Lukanya pasti cukup dalam.

"Ahahahaha.... kau mengerikan sekali, Ishika Yuuki" katanya sambil tertawa.

Dia tiba-tiba menjambak poni panjangku, maka tereksposlah rahasia yang selama ini kusembunyikan. Dia tampak kaget melihat wajah asliku, kemudian menyeringai melihatku panik saat rahasiaku ketahuan.

"Lihatlah, bahkan wajah aslinya lebih mengerikan" dia menarik rambutku, memaksaku berjalan ke tengah ruangan.

"Ishika Yuuki, monster dengan wajah yang mengerikan dan matanya yang abnormal" katanya lantang sambil menunjukku.

Semuanya tertawa sambil melihatku jijik. Bahkan ada yang memotretku dengan ponselku. Sadar ada yang memotretku, aku langsung memaksa melepaskan jambakan Mikami dan segera merebut ponselku. Namun, tepat sebelum aku menyentuhnya, ponselku langsung berpindah ke tangan lain. Aku langsung mengejar siapapun yang memegang ponselku. Tapi percuma saja, mereka lebih cepat. Aku sampai terjatuh karena harus bolak-balik berlari. Tanganku penuh lecet karena lantai gudang yang kasar. Mereka baru berhenti setelah aku tak sanggup berdiri lagi.

"J-jangan...." kataku dengan suara serak.

"Hmm? Jangan apanya?" Mikami berjalan ke arahku sambil memainkan ponselku ditangannya.

"Kau takut rahasiamu terbongkar? Kau taku kau akan dikucilkan satu sekolah? Kau takut teman-teman baikmu meninggalkanmu? Kau takut akan di keluarkan dari band sekolah? Atau....

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kau takut Mizuo-kun akan takut padamu dan meninggalkanmu?" Kata Mikami dengan menyeringai lebar.

Mendengar kata-katanya membuat mataku terbelalak.

Aku tidak mau dibenci.....

Aku tidak mau dikucilkan....

Aku tidak mau ditinggal sendirian....

Aku tidak mau dikeluarkan dari band sekolah....

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Aku tidak mau Kenichi meninggalkanku...

Aku tidak tahan lagi!!

Aku bangkit, dan dengan cepat melayangkan tinjuku pada wajah Mikami. Aku memukulnya sekeras yang kubisa, dan hasilnya dia terlempar jauh kebelakang. Aku menghampiri Mikami dan merebut cutter yang ada ditangannya. Agar dia tidak bisa melukaiku lagi.

"Dasar pengecut!!" Teriakku pada mereka. "Kalau kalian menyukai Kenichi atau apapun itu, silakan saja!! Kalian takut dengan orang yang paling dekat dengannya hah?! Lalu kalian pikir bisa merobohkan orang itu seenaknya?! Kalian pikir kalian siapa?!"

Aku maju perlahan ke arah mereka, sontak mereka kaget dan mundur perlahan. Mereka takut melihatku karena aku masih bisa berdiri setelah dianiaya dan bisa meninju kuat Mikami sampai terjatuh.

"Kalau kalian pikir kalian ini lebih kuat dariku, kalian salah besar" aku mengacungkan cutter itu ke arah mereka, sontak mereka menjerit tertahan.

"Jangan pernah berurusan seperti ini denganku, dasar brengsek!!!" masa bodoh dengan kata-kata kasar yang barusan, pikiranku sudah sangat kacau.

BRUK!

Tiba-tiba Mikami memukul kepalaku dari belakang. Sontak aku terjatuh.

"Tunggu apa lagi? Cepat hajar dia!" Perintah Mikami, mereka langsung sadar dari ketakutannya, dan dengan segera menghajarku.

Tubuhku menerima pukulan bertubi-tubi. Aku hanya menjerit kesakitan seraya menghindari ayunan kepalan tangan mereka. Namun percuma, 1 lawan 5 itu mustahil untuk menang, apalagi dalam kondisi seeprti ini. Perlahan penglihatanku mulai kabur, kalau begini terus, kesadaranku bisa hilang....

JEPRET!

Tiba-tiba ada sekilas cahaya terang.

"Hei, apa yang kalian lakukan disini?!!" Samar-samar aku bisa mendengar suara Reikichi-sensei.

"Gawat, ada guru! Cepat kabur" perintah Mikami, mereka yang tadinya mengerubungiku, lari tunggang langgang kabur melalui jendela.

"Hei! Jangan lari kalian!" Seru Reikichi-sensei. Tapi percuma saja, mereka sudah kabur duluan.

kulihat sensei langsung menghampiriku, dan disampingnya seperti ada seseorang, namun aku tidak bisa melihat jelas wajahnya.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya sensei.

Aku ingin menjawab pertanyaannya, namun suaraku tidak bisa keluar.

"Aku akan mencari bantuan. Kau, awasi dia" kata sensei.

Begitu sensei pergi, orang itu menghampiriku. "Bertahanlah, sensei sedang mencari bantuan" katanya. Aku mengenali suara itu, suara itu.... Chiriko-san.

Tak lama, sensei datang dengan seseorang, lagi-lagi aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena penglihatanku yang kabur. Dia menghampiriku dan menggendongku ala bridal style. Dia membawaku keluar gudang. Dalam jarak sedekat ini, aku masih tidak melihat wajahnya dengan jelas.

"Tenanglah, kau akan baik-baik saja" bisiknya.

Tunggu, suara ini...

.

.

.

.

.

.

.

Kenichi?

.

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro