Beautiful Destiny - chapter 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasanya Andrew ingin membenturkan kepalanya ke dinding saat ini juga. Apa yang melintas di pikirannya sampai tiba-tiba dia mencium Jenna? Demi langit dan bumi, gadis itu calon adiknya sendiri. Entah setan apa yang merasuki dirinya..dan Jenna, ya ampun gadis itu malah membalas ciumannya bukannya menampar, mendorong atau melakukan suatu apapun untuk membuatnya berhenti.

Dan sekarang..semua sudah terlambat. Apalagi yang bisa dilakukannya? Sudah hampir satu jam dia berdiri di depan kamar Jenna dan mengetuk pintunya, merayunya untuk keluar, memakai segala macam permintaan maaf. Tapi Jenna tak bergeming di dalam, menjawabnya pun tidak. Yang Andrew dengar hanya isakan kecil.

Entah sejak kapan dia menginginkan Jenna, gadis yang begitu manis jika tersenyum itu, tapi sayang, dia jarang tersenyum. Dan Andrew adalah salah satu orang yang beruntung karena selama beberapa hari disini, Jenna menerimanya dengan terbuka, bukan hanya senyum yang di dapatnya bahkan tawanya yang langka pun sangat Andrew nikmati, meskipun sempat ada salah paham di antara mereka. Andrew hanya ingin Jenna bisa belajar membuka diri dan sembuh dari traumanya. Membawanya melihat dunia dan segala warnanya, dan bahwa hidup tidaklah sehitam yang Jenna bayangkan. Celakanya apa yang di lakukannya itu malah membuatnya jatuh cinta pada gadis itu.

***

"Ma..Jenna harus balik ke Jakarta. Jenna sudah di airport sekarang."

Jenna setengah mati menahan isakannya. Sementara Mama di seberang telepon terdengar kecewa.

"Bukannya lusa kamu baliknya?"

"Iya..ada kerjaan penting."

"Andrew gimana Jen? Dia yang nganter kamu kan?"

Jenna menggigit bibirnya, mencari alasan untuk berbohong. "Andrew tadi tidur ma, Jenna nggak enak mau bangunin.."

"Oh..yasudah..kamu hati-hati nak. Sampai ketemu sebulan lagi ya Jenn.."

Jenna menyudahi pembicaraannya dengan mama tepat ketika air mata luruh dipipinya.

Ya sebulan..hari pernikahan mama dengan om Pram. Saat itulah dirinya akan bertemu dengan Andrew setelah semua ini. Jenna tidak ragu sedikitpun bahwa dia mencintai Andrew. Dia adalah satu-satunya pria yang berhasil menembus tembok besar dan tinggi yang di bangun Jenna. Andrew pula yang membuat Jenna akhirnya memaafkan ayahnya. Dan jika dia tidak segera pergi, apa yang terjadi nanti akan menyakitkan semua pihak. Mama dan om Pram berhak bahagia, dan Jenna tidak ingin menjadi penghalang.

Kenapa harus Andrew Ya Tuhan??

Kenapa dia harus jatuh cinta pada calon kakaknya sendiri?

Dia ingin lari ke pelukan Andrew. Tapi semuanya sudah terlambat bukan?

Bukan, semuanya bukan terlambat. Tapi sudah salah dari awal. Andaikan Jenna tidak pernah membuka hatinya, tidak pernah membiarkan Andrew masuk, dan tidak pernah memaafkan ayahnya. Pasti sekarang hatinya tidak sesakit ini.

Pikirannya melayang pada kejadian tadi siang, ketika akhirnya dia membuka pintu kamarnya karena dia tahu pria itu tidak akan pergi sebelum Jenna bicara padanya.

"Jenn..kita harus bicara."

Jenna terus menunduk dan terdiam. Berusaha tidak melakukan kontak mata dengan Andrew.

"Aku minta maaf.."

"Aku akan pergi.."

Mereka mengucapkannya hampir bersamaan.

Wajah Andrew memucat, "Jangan Jenna.."

"Apa yang kita harapkan Drew? Kita bersatu dan menghancurkan hati orang-orang yang paling kita sayangi? Aku tidak segila itu.." Bibirnya mulai bergetar.

"Demi Tuhan Jen..jangan pergi! Kenapa tidak berusaha berjuang untuk kita? Kau mencintaiku kan?"

Andrew mengacak-acak rambutnya terlihat frustasi.

"Dengar Drew..jika aku mencintaimu lalu apa?? aku bukan tidak mau berjuang untuk kita, tapi kebahagiaan mamaku taruhannya. Apa yang bisa kulakukan? Sudah lama sekali aku menantikan kebahagiaan mama, dan sekarang aku tidak akan tega menghancurkannya.."

Airmata yang sedari tadi di tahan Jenna mulai mengalir tanpa bisa di kontrol lagi.

Andrew mendekat, aroma tubuhnya yang seperi hutan pinus membuat Jenna hampir kehilangan akal sehatnya. Pria ini.. Pria yang telah membuatnya jatuh cinta. Namun tidak pernah bisa ia miliki. Jenna mendorong dada Andrew pelan.

"Jangan Drew..terima sajalah. Aku adalah calon adikmu. Dan tolong lupakan saja tentang perasaan kita masing-masing. Aku mohon."

Andrew tertawa getir, "Kau bisa melupakannya? Karena aku tidak. Sedetik pun aku tidak bisa melupakan kebersamaan denganmu.."

Andrew berbalik dan meninggalkan Jenna yang kemudian merosot terduduk kemudian menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Perlahan punggung Andrew terlihat makin jauh.

"Tidak Drew..aku pun tidak akan bisa melupakanmu..." Ujar Jenna lirih.

Dan disinilah dia berada sekarang. Jenna memutuskan melepaskan cintanya dengan Andrew dan kembali ke Jakarta membawa puing-puing kehancuran hatinya. Air matanya mengalir deras, badannya bergetar. Jenna terisak-isak, dan semakin dia mencoba menahan isakannya semakin keras pula dia menangis. Jenna tidak peduli, tidak peduli lagi pada tatapan orang di sekitarnya. Yang dia harapkan sekarang adalah Andrew ada di sampingnya dan memeluknya.

----------------------------------------------------------------

Haii,

Welcome part galau :D

Aduuh Jenna, nggak mau bayangin jadi Jenna ah. Hati kayak di remes-remes itu rasanya.

Ayo vote dan comment ya dear biar next part cepet dibikin dan di posting..

Maaf ya kalo part ini sedikit, seperti pepatah favorite saya "lebih baik sedikit tapi sering" :D *pepatah apa itu* hehe.. Soalnya saya nulisnya ganti-gantian sama Railway in Love dan Stick With You.

Buat yang udah baca, vote dan comment, trimikisi banyak sayaang :*

Love,

Vy

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro