d u a b e l a s

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Eliza mengamati beberapa kereta kuda yang lewat. Dia mencari kereta yang mempunyai dua pintu, karena kereta seperti itu memiliki pijakan kaki di sisi kiri dan kanan. Jika hanya satu, pijakannya tersedia di sisi kanan dan tentu saja dia akan tertangkap oleh penjaga gerbang istana.

Manik safirnya menemukan apa yang dia cari. Kereta kuda berwarna putih berpadukan emas melintas. Bagian kaca pintu dan jendelanya ditutupi tirai berwarna kelabu. Eliza menyengir, tanda menemukan sasaran empuk yang ia tunggu-tunggu. Segera gadis itu berlari, berusaha menyamai kecepatan kereta kuda sasarannya. Begitu berada di samping kereta, Eliza langsung memijakkan kakinya di pijakan pintu kiri, lalu menundukkan badan agar kepalanya tidak terlihat.

"Haruskah aku mengikuti hari peringatan ini? Biar pun tidak ke sini, aku tau kalau aku cantik. Ini membuang-buang waktu! Lebih baik aku duduk menikmati bebek bakar di kamarku!" Suara seorang gadis terdengar. Dari intonasi bicaranya, sepertinya gadis itu sangat kesal.

"Zeloise Baxcer! Jaga sopan santun  bicaramu! Kau ini gadis bangsawan, bukan budak! Beraninya bicara seperti itu di hadapan Ibu! Bahkan budak pun lebih sopan darimu. Lagipula kau harus diet. Berhenti memakan banyak daging atau badanmu akan seperti babi. Setelahnya, tidak akan ada satu orang pun yang mengatakan kau cantik!" Suara wanita yang merupakan ibu dari gadis itu terdengar begitu jelas. Eliza yang tidak sengaja mendengar percakapan ibu dan anak itu tersenyum sinis.

"Sepertinya aku harus bertamu ke rumahnya agar bisa makan bebek bakar. Ah, perutku berulah lagi!" Eliza memekik kesal kala perutnya terasa keroncongan dan panas.

"Ibu tau, kan kalau Raja dan Ratu Jesse menghilang? Bisa saja istana belum aman. Tapi Ibu malah mengantarku ke sini. Apalagi cermin agung itu berada di kamar Ratu Jesse. Oh God, terima kasih Ibu sudah membantu menggali kuburan untukku."

"Tutup mulutmu, Zeloise! Apa kau mau orang yang kau cintai direbut rakyat jelata yang derajatnya di bawah kita hanya karena kalah cantik? Lady Lila sudah merasakannya. Semalam dia mendatangi wanita rendahan itu dan memberinya pelajaran. Dan untungnya lagi, Ratu Ophelia berpihak pada kaum bangsawan. Jadi diamlah dan duduk tenang! Ratu Ophelia berusaha membuat kita—para bangsawan—terlihat lebih menarik."

Zeloise tidak peduli dengan ibunya yang terus mengoceh. Dia bahkan tidak mendengarkannya sama sekali. Gadis beriris abu-abu cerah itu menyibak gorden mini yang menghalangi jendela sebelah kirinya untuk melihat keadaan di luar. Saat itu juga, netranya beradu pandang dengan netra Eliza.

Zeloise terkejut dan refleks menutup mulutnya saat Eliza mendekatkan jari telunjuknya ke bibir, lalu menurunkan jarinya ke leher dan membuat garis horizontal tak terlihat. Yang artinya diam atau kau akan tamat.

Sepertinya aku benar-benar akan mati. Ibuku sudah menggali kuburan untukku, dan sekarang Tuhan telah mengutus malaikat maut. Oh God, aku bahkan belum sempat makan bebek bakar, batin Zeloise memelas.

Eliza memutus kontak mata dari Zeloise dan menatap lurus ke depan. Deretan kereta kuda berbaris menjadi dua, karena pemeriksaan dilakukan di kedua sisi gerbang istana. Eliza melirik Zeloise, memberi kode agar dia menutup jendela kereta dengan gorden. Gadis di dalam kereta itu menelan ludah, lalu buru-buru menarik gorden di sebelahnya. Kusir menghentikan laju kereta saat berada di ambang gerbang istana.

"Siapa yang kau bawa?" tanya penjaga gerbang dengan tatapan awas.

"Lady Evelyn Baxcer dan Zeloise Baxcer."

Evelyn membuka tirai yang ada di jendela sebelah kanannya. Penjaga gerbang melihat wanita berusia empat puluhan itu bersama anak gadisnya, lalu mempersilakan kereta mereka untuk lewat.

Saat itu juga, keributan terjadi. Salah satu kuda yang menarik kereta lain tidak bisa dikendalikan dan bergerak ke sana kemari, bahkan menabrak kereta kuda lain di sekitarnya. Para prajurit langsung berlari untuk membantu mengendalikan kuda tersebut, kecuali penjaga gerbang. Mereka tetap harus memeriksa siapa yang memasuki wilayah istana.

Eliza melompat turun dari kereta tempatnya bersembunyi dan berlari masuk ke istana. Kesempatan emas tidak boleh dilewatkan begitu saja. Eliza mengedarkan pandangannya. Para bangsawan wanita bersama anak gadis mereka tampak berkeliaran di istana. Beberapa prajurit yang mengitari lorong juga terlihat.

Eliza bersembunyi di balik tembok saat dua pelayan wanita melintas. Kalau istana dalam keadaan ramai seperti ini, pergerakannya akan semakin terbatas.

"Ke mana kita akan pergi?"

"Kepala pelayan memerintahkan kita untuk mengambil gaun Ratu di ruang ganti."

Mendengar kata ruang ganti, terbesit ide di kepala Eliza. Dia tidak akan mudah menyelinap ke kamar Ratu Jesse dengan berpakaian seperti itu. Dia bahkan tidak memakai gaun. Eliza mengendap-endap mengikuti dua pelayan tadi, sesekali bersembunyi di balik tembok saat prajurit lewat.

Ia menunggu hingga dua pelayan itu keluar dari ruang ganti. Begitu mereka keluar, Eliza langsung masuk ke ruangan tersebut. Ia disuguhi dengan deretan gaun beragam warna, aksesoris, dan sepatu.

"Wow," ujar Eliza sambil mengangkat alisnya.

Eliza berjalan sampai ke ujung ruangan. Dia harus memastikan gaun yang  dipakai tidak sering dipakai Ratu Ophelia. Gadis itu langsung meraih gaun berwarna putih-maroon. Eliza melepas jubah dan pedang yang tersampir di pinggang, lalu mengenakan gaun yang dipilihnya. Rasanya agak gerah karena harus mengenakan baju double.

Eliza beralih ke rak sepatu dan meraih sepatu berwarna senada dengan gaunnya. Untuk menutupi rambut cokelatnya, Eliza menggunakan aksesoris berupa topi bundar berhiaskan pita. Dia menahan rambutnya di atas kepala, lalu mengenakan topi yang ia pilih.

Eliza melipat jubah merahnya dan menyembunyikan pedangnya di sana. Ia lantas memegang jubah tersebut lalu keluar dari ruangan. Dengan berani, Eliza langsung menuju kamar Ratu Jesse.

"Silakan masuk. Setelahnya bercerminlah di meja rias." Pelayan wanita membukakan pintu.

Eliza melirik pelayan itu sekilas, lalu ragu-ragu masuk ke kamar Ratu Jesse. Setelah dia masuk, pelayan tadi langsung menutup pintu kamar.

"Mirrophelia Day .... Kenapa dia melarang rakyat bercermin dan memberi hak istimewa pada gadis bangsawan?" gumam Eliza yang duduk di depan meja rias.

Belum sempat gadis itu berkedip, sebuah portal hitam langsung muncul dan menghisapnya masuk. Eliza berteriak, namun suaranya seolah teredam dan tak terdengar. Eliza mual. Perutnya terasa tidak nyaman, seolah isi lambungnya tengah diaduk-aduk. Kepalanya juga terasa berputar. Hingga akhirnya dia terjatuh begitu saja dan mendarat di atas tanah dengan keras, menciptakan rasa remuk di badannya.

Di sisi lain, Ratu Ophelia yang sedang menyantap sarapan paginya mendadak mual. Tenggorokannya juga terasa sangat kering. Ia refleks terbatuk, dan darah pekat keluar dari mulutnya.

"Yang Mulia! Anda tidak apa-apa?" Panik Poli.

Ratu Ophelia tidak bisa bernafas dengan benar. Dadanya terasa sesak. Wanita itu berusaha sekuat tenaga untuk meraup udara di sekitarnya. Banyaknya darah yang keluar dari mulutnya membuat Poli berteriak panik, menyuruh pelayan lain untuk segera memanggil bantuan.

"Yang Mulia! Yang Mulia bertahanlah!"

Ratu Ophelia merosot jatuh dari kursi meja makan dan memegang dadanya yang terasa sesak. Ia menatap nanar darah di lantai yang keluar dari mulutnya.

"Tidak mungkin. Ratu Ophelia membolakan matanya. "Kutukannya!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro