AKU INGIN BEBAS

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Author. : rachmahwahyu

Judul : Aku ingin bebas.

Hadiah : Confess (Colleen Hoover)

*****

Raka merengganggkan otot tubuhnya sembari memasuki sebuah minimarket. Tubuhnya terasa amat penat setelah seharian bekerja. Raka sempat memandang bayangan dirinya di pantulan pintu kaca minimarket tersebut. Wajahnya tampak kusam dan berminyak, rambut-rambut tipis sudah mulai tumbuh di sekitar dagunya. Raka mendesah, dia tak sempat bercukur selama seminggu terakhir karena pekerjaannya yang tidak pernah mengenal waktu.

Segera setelah masuk, Raka menuju rak tempat mie instan sambil membawa keranjang di tangannya. Dia mengambil sepuluh bungkus mi instan sekaligus dan memasukkannya ke dalam keranjang. Ketika dia hendak menghampiri rak kopi bubuk, Raka meghentikan langkahnya sebentar karena melihat satu sosok mencurigakan.

Di depan rak tempat roti, seorang gadis berambut pendek agak ikal berdiri di sana. Dia masih sangat muda mungkin siswi SMP. Tingginya hanya sekitar dada Raka. Baju yang dikenakannya serba ungu. Dari jaket, rok, sepatu sampai tas ranselnya. Gadis itu hanya diam di depan rak sembari mengawasi sekelilingnya. Raka sudah sangat sering berhubungan dengan para pelaku kriminal, sehingga Raka sudah hampir bisa menebak apa yang akan terjadi.

Raka berpura-pura mengabaikan si gadis meskipun sudut matanya tetap memperhatikan si gadis. Benar saja, begitu ada kesempatan gadis itu menyambar satu bungkus roti lalu memasukkannya ke dalam jaket. Raka berdecak-decak kesal. Anak jaman sekarang memang tak tahu aturan.

Raka menghampiri gadis itu tanpa suara lalu mencekal tangan si gadis tepat ketika gadis itu hendak mengambil satu bungkus roti lagi.

"Sudah, hentikan," kata Raka dengan garang.

Gadis itu terbelalak. Selama sepersekian detik dia hanya diam, tapi kemudian dia mengucapkan satu kalimat yang tak pernah disangka-sangka oleh Raka. "Mesum! Orang ini memegang pantatku!" teriak si gadis dengan suara lantang.

Raka terperangah, seketika dia menjadi pusat perhatian pengunjung di minimarket itu. Semua orang menatapnya dengan jijik. Tentu saja Raka refleks melepaskan si gadis untuk membersihkan nama baiknya.

"Bu-bukan, bukan begitu. Anak ini mau mengutil, jadi saya─" Raka tak melanjutkan kalimatnya ketika berpaling pada si gadis yang tenyata telah menghilang dari hadapannya dengan memanfaatkan kelengahannya.

***

"Ah, sial!" umpat Raka sembari menggaruk-garuk kepalanya frustrasi.

Gara-gara gadis pengutil aneh itu, dia harus bertahan dari tatapan merendahkan dari para pengunjung minimarket tadi. Ketika hendak berbelok menuju tempat kosnya, langkah Raka terhenti. Dia melihat sosok gadis pengutil tadi berdiri dalam jarak hanya lima meter darinya.

Gadis itu sedang mengobrol dengan seorang nenek tua. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi si gadis tampak sedih. Matanya berkaca-kaca. Sang nenek lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribu rupiah dari dompetnya lalu memberikannya pada si gadis pengutil. Si gadis tampak menolaknya, tapi sang nenek terus memaksanya hingga akhirnya si gadis bersedia. Setelah itu sang nenek pun meninggalkan si gadis.

Si gadis melambaikan tangan sambil tersenyum, namun setelah si nenek sudah menjauh ekspresinya seketika berubah menjadi seringaian setan. Gadis itu tertawa terbahak-bahak sembari menciumi uang pemberian si nenek.

"Dasar bodoh! Gampang banget ditipu," ujar si gadis yang belum menyadari keberadaan Raka yang sudah mendekat ke belakangnya.

"Oh, begitu," komentar Raka. Si gadis tertegun sejenak lalu membalikkan punggungnya. Mata cantik gadis itu membeliak menatap Raka dengan nanar. Raka tersenyum sinis. "Jadi setelah mengutil sekarang menipu? Kecil-kesil sudah jadi penjahat!"

Gadis itu buru-buru berlari, tetapi Raka segera mencekal tangannya dengan sigap. "Mau ke mana kamu? Jangan pikir kamu bisa kabur dua kali!" geram  Raka sambil melotot.

"Lepaskan! Lepaskan aku! Atau aku akan berteriak memanggil polisi!" ancam gadis itu sambil berupaya melepaskan diri dari cengkeraman Raka yang sangat kuat.

"Polisi? Ide bagus, ayo kita ke kantor polisi saja, kamu akan dapat hukuman ringan karena masih di bawah umur." Raka menggeret si gadis dengan kasar. Gadis itu ketakutan dan tak berkutik.

"Ja-jangan, jangan bawa aku ke kantor polisi! Baiklah, barang-barang yang kucuri akan kukembalikan," erang gadis itu menyerah.

Raka berhenti menarik si gadis, tapi masih mencengkeram tangan kanannya. Dia memandang gadis itu dengan murka sehingga membuat nyali si gadis menciut. Gadis itu mengeluarkan uang seratus ribu rupiah pemberian sang nenek yang ditipunya tadi dari sakunya.

"Ini uang yang diberikan nenek tadi boleh kamu ambil, tapi roti yang tadi kucuri sudah kumakan," jelas gadis itu takut-takut sambil menyodorkan uang itu pada si pemuda.

"Aku tidak percaya kamu hanya mencuri roti saja, sebelum-sebelumnya kamu pasti sudah banyak mencuri, kan? Kamu tadi terlihat profesional." Raka mencemooh.

Gadis itu menelan ludah. Dia tahu dia tidak akan bisa menang melawan Raka. "Baiklah, semuanya akan kukembalikan, tapi sekarang aku tidak punya uang, jadi aku akan membayarnya dengan sesuatu yang lain."

Raka mengerutkan dahi bingung. "Sesuatu yang lain?"

Gadis itu berdeham-deham, lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Akan kubayar dengan tubuhku."

Raka terdiam beberapa saat, kemudian tertawa terbahak-bahak sampai matanya berair. Gadis itu melotot karena kesal dibuatnya. "Apa yang kamu tertawakan, kurang ajar!" sentak si  gadis marah.

Raka menghentikan gelaknya, lalu memandangi si gadis dengan seulas senyuman menggoda. Gadis itu menelan ludah. Raka mendekatinya sehingga gadis itu terpojok di dinding. Raka lalu meletakkan lengan kirinya di tembok di samping kepala gadis itu.

"Jadi ... bagaimana kamu akan membayarnya?" tanya Raka.

Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri erat-erat. Raka kira-kira berusia delapan atau sepuluh tahun lebih tua darinya dan jelas lebih kuat. Gadis itu tak akan menang melawannya. Tapi sang gadis telah memantapkan hatinya sejak kabur dari rumah dua hari yang lalu. Dia telah siap dengan segala konsekuensinya. Gadis itu memejamkan matanya kemudian berkata, "Baiklah, lakukan saja."

"Lakukan apa?"

"Cium aku."

Tawa Raka pecah seketika. Kali ini sampai dia memegangi perutnya kesakitan.

"Kenapa kamu tertawa, kurang ajar!" hardik gadis itu marah.

"Hei, kamu anak yang kemarin, kan?" Gadis itu menoleh ke asal suara yang baru saja berseru padanya. Seorang pria berusia sekitar empat puluh tahun berdiri tak jauh dari mereka. Pria itu memelotori sang gadis dengan bengis. Gadis itu terkejut, dia mengenali pria itu. Dia adalah orang yang berhasil ditipunya kemarin.

Gadis itu ketakutan, dia langsung bersembunyi di belakang punggung Raka. Raka yang sudah berhenti tertawa memandang pria itu dan Gadis itu bergantian dengan bingung.

"Kamu anak yang kemarin menipuku, kan? Anak brengsek! Kamu bilang mau menemani semalaman, tapi ternyata malah kabur setelah mendapat uang. Ke sini kamu! Kamu harus melayaniku sekarang!" seru bapak itu gusar.
Gadis itu berlindung di belakang Raka dengan tubuh gemetar. "A-aku tidak mau!"

"Enak saja! Kamu sudah ambil uangku. Cepat sini!"

Bapak itu mencengkeram tangan sang gadis, tapi Raka juga mencekal tangannya yang lain. Gadis itu tertegun, dia menatap Raka dengan penuh harap dan memohon pertolongan.

Seolah mengerti permohonan si gadis itu, Raka mengangguk, lalu memandang si bapak dengan penuh amarah. "Lepaskan, dia sudah bilang tidak mau."

"Apa? Siapa kamu, berani melawanku? Kamu belum tahu siapa aku?" geram si bapak.

"Saya tidak perlu tahu siapa Anda. Setahu saya, Anda hanya seorang pria menjijikkan yang berpenyakit jiwa!" olok Raka. "Apa Anda tidak malu melakukan hal seperti ini dengan gadis yang seumuran dengan putri Anda?!"

Gadis itu tepekur mendengar ucapan Raka. Berani benar orang ini berkata dengan kalimat keren seperti itu.

Sementara si bapak menjadi semakin berang. "Kurang ajar kamu! Berani menghinaku, akan kulaporkan ke polisi dengan tuntutan pencemaran nama baik!" Bapak itu menyergah dengan emosi.

"Boleh, silakan saja," tantang Raka tak mengenal takut. Dia malah mengeluarkan kartu tanda pengenal di sakunya dan menunjukkannya pada bapak itu. Bapak itu melotot hingga matanya hampir keluar saat melihat tanda pengenal polisi yang ditunjukkan oleh Raka. "Atau sekalian Bapak mau melapor pada saya?" tawarnya dengan senyum penuh kemenangan.

Si bapak membeliak degan gelisah. Buru-buru dia kabur, meninggalkan gadis bersama Raka. Sang gadis diam dan memandangi Raka tidak percaya. "Ja-jadi kamu ...?"

"Kamu ini benar-benar, ya!" Raka menghadik dengan garang. Si gadis sampai ketakutan dan menunduk. "Mencuri, menipu, mau melakukan prostitusi. Apa lagi setelah ini?" geram Raka.

"A-aku hanya ...," Gadis itu berhenti bersuara, kemudian menunduk dengan malu karena setelah itu perutnya yang bersuara.

***

Gadis itu makan dengan lahap semua hidangan di depannya. Raka duduk di depannya sambil geleng-geleng kepala melihat cara makan gadis itu yang "luar biasa".

"Pelan-pelan, ikannya tidak akan kabur. Nanti kamu tersedak."

Belum selesai Raka bicara, sang gadis sudah tersedak sampai terbatuk-batuk. Raka menyodorkan segelas air putih padanya yang langsung diteguk habis oleh Gadis itu. Setelah makanan yang dilahapnya kembali ke jalan yang benar. Gadis itu pun kembali makan dengan lahap.

"Berapa hari sebenarnya kamu tidak makan?" tanya Raka penasaran.

"Dua hari," jawab si gadis sambil terus menguyah.

Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala takjub. "Setelah ini jangan berkeliaran lagi, cepat pulang ke rumah, orang tuamu pasti khawatir."

Gadis itu meletakkan sendok dan garpunya. Hatinya kembali terasa sakit karena teringat akan perceraian kedua orang tuanya. "Aku tidak mau pulang, di rumah juga tidak ada yang akan mengkhawatirkan aku," katanya lirih.

Pemuda itu diam sambil mengamati ekspresi Gadis itu yang sedih. Gadis itu melanjutkan kalimatnya. "Aku ingin bebas! Aku bisa hidup mandiri, aku tidak perlu mereka."

"Hidup mandiri? Dengan cara mencuri, menipu, dan prostitusi?" tanya Raka tepat sasaran. Gadis itu hanya bisa diam. "Mana mungkin anak SD sepertimu—"

"SMP!" potong gadis itu sebelum Raka meneruskan kalimatnya, tidak terima dirinya dibilang masih SD. Pemuda itu pun memperbaiki kalimatnya.

"Ya, ya, mana mungkin anak SMP sepertimu bisa hidup mandiri. Apa lagi kamu wanita, apa kamu tidak takut bapak tadi mengejarmu lagi nanti?" ulang Raka.

Gadis itu bergeming, tentu saja dia takut.

"Bebas itu bukan hanya sekedar bebas, tapi juga harus disertai dengan tanggung jawab." Raka lalu menyunggingkan senyuman kecil. "Pulanglah ke rumah. Aku yakin orang tuamu pasti mengkhawatirkanmu, ibumu pasti sedang menangis."

Gadis itu diam, dia teringat pada ibunya yang selalu mengasuhnya dengan perhatian dan merawatnya dari kecil, saat sehat maupun sakit. Mendadak Gadis itu menyadari dia sangat merindukan ibunya.

Raka melihat jam tanganya. "Wah, maaf, aku harus pergi. Aku ingat ada janji dengan seseorang." Raka mengangkat tangannya sehingga salah seorang pelayang restoran menghampirinya. "Pak, tolong bungkus."

Setelah membayar semua makanan dan mengambil makanan yang dibungkus, Raka dan gadis pengutil keluar restoran. Raka dia sejenak sembari berpikir. Sesungguhnya gadis ini adalah gadis yang manis dan baik. Kelihatannya dia juga baru pertama kali melakukan tindakan kriminal.

Apa lagi setelah mendengar cerita tentang kehidupan keluarganya, Raka jadi semakin tidak tega terhadap gadis tersebut.

Sepertinya tidak apa-apa jika aku melepaskannya sekarang. Rak bergumam dalam hari. "Kamu yakin tak mau kuantar?" tanya Raka pada sang gadis.

Gadis menggeleng. "Aku sudah banyak merepotkanmu hari ini," kata gadis itu sambil tersenyum.

Pemuda itu memicingkan mata. "Kamu harus langsung pulang, ya! Awas kalau aku melihatmu berkeliaran lagi!" gertak Raka.

"Aku akan langsung pulang, aku janji. Aku tidak mau membuat ibuku khawatir," kata gadis itu sambil tersenyum. Senyuman yang manis dan cerah. Senyuman yang membuat orang yang melihatnya juga ingin tersenyum. Perlahan Raka mengembangkan senyuman terindah. Gadis itu baru menyadari ketampanan Raka.

"Ah! Apa itu?" tiba-tiba Gadis itu menunjuk ke seberang jalan dengan terkejut. Raka pun menoleh ke arah yang ditunjuk oleh gadis itu. Dengan satu gerakan cepat gadis itu mencium pipi Raka.

Raka tertegun, dia berpaling pada Gadis itu. Tapi gadis itu sudah berlari dengan jarak sepuluh meter darinya dan berteriak "Terima kasih banyak, Pak Polisi!"

Raka  terpaku sejenak sembari berpikir. Dia memegang bekas ciuman Gadis itu di pipinya yang terasa hangat.

--END--

rachmahwahyu 0nly_Reader Jagermaster bettaderogers fffttmh CantikaYukavers Tyaswuri JuliaRosyad9 brynamahestri SerAyue summerlove_12 NyayuSilviaArnaz Intanrsvln EnggarMawarni HeraUzuchii YuiKoyuri holladollam veaaprilia sicuteaabis Bae-nih MethaSaja RaihanaKSnowflake xxgyuu Nurr_Salma opicepaka AnjaniAjha destiianaa aizawa_yuki666 somenaa beingacid nurul_cahaya realAmeilyaM spoudyoo FairyGodmother3 TiaraWales meoowii WindaZizty Vielnade28 AndiAR22 deanakhmad irmaharyuni c2_anin NisaAtfiatmico whiteghostwriter megaoktaviasd umaya_afs Nona_Vannie Icha_cutex

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro