PENENTANG MIMPI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Author : CantikaYukavers

Judul :  PENENTANG MIMPI

Pilihan Hadiah: 1. CONFESS.

*****

Gemerlap bintang kerlap-kerlip dari gedung pencakar langit. Hawa kebisingan kendaraan tak pernah sepi dan sunyi. Padatnya penduduk dari sabang sampai merauke, mengurungkan diri menjadi kota keheningan. Kesibukan tangan manusia sepanjang waktu membuat kota itu tidak pernah mati. Semakin berbondong-bondong orang ingin tinggal di Ibu Kota Indonesia. Kota yang selalu hidup.

Tinggallah seorang pemuda bernama Rafli Fendika. Dikenal sebagai anak yang aktif dan gila. Ia terlahir dari  keturunan keluarga musik.  Maka dari itu keluarganya sudah dikenalkan dengan dunia musik sejak kecil. Seluruh keluarganya pun diharuskan pandai memainkan segala jenis alat musik.  Keluarganya pecinta dan penggila musik.

Rafli Fendika adalah anak sulung dari dua bersaudara. Dia biasa dipanggil dengan nama Rafli atau Fendik saja. Sejak kecil Fendik memainkan segala jenis alat musik dan aliran yang dikenalkan adalah jazz. Karena keluarganya menggeluti  aliran musik jazz.  Setelah beranjak dewasa Fendik pun menambah pengetahuannya  mengenal  segala tentang musik. 

Fendik lebih berminat untuk memainkan alat musik gitar. Diam-diam menyukai musik yang bergenre punk, ternyata aliran yang berbeda dari keluarganya geluti selama ini.

Fendik mempunyai adik laki-laki yang bernama Gruski.  Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama. Usia mereka yang tidak berpaut jauh hanya dua tahun. Setelah adiknya juga beranjak dewasa dan sama seperti Fendik mencoba untuk mengenal jenis musik yang berbeda. Fendik melihat adiknya sedang mendengarkan musik, dengan earphone yang ada ditelinganya. Fendik mencoba mendekati adiknya yang sedang duduk melamun itu.

"Lagi dengar lagu apa Grus?" tanya Fendik to the point.

Fendik yang tidak sabaran. Langsung menarik earphone yang digunakan adiknya. Lalu mendengarkan dengan saksama.

"Suka musik ini? Basket Case-nys GreenDay, kan?" tanya Fendik ke Gruski.

"Iya, Kak. Asik dan seru. Green day, mah, nggak diraguin lagi."

"The Same,  That is fun!  Lagunya yang lain juga seperti American Idiot, Boulevard of Broken Dreams, 21 Guns, dan When I Come Around."

"Astaga. Kak. Aku belum dengar yang 21 Guns, Bagi lagunya, kak."

"Itu lagunya yang paling hits. Lihat di laptop kakak ada."

Mereka berdua pun berkeinginan untuk bermain musik punk bersama pada keesokan harinya. Mereka memadukan alat musik yang mereka minati, Fendik memetik gitar dan Gruski membetot bass. Hubungan mereka menjadi lebih dekat, merumuskan mimpi bersama  yaitu mencoba untuk membuat band punk  yang bagus dan bisa terkenal di seantero dunia.

Mereka sadar mimpi besar jika tidak dibarengi dengan usaha rasanya mustahil untuk mencapai mimpi tersebut. Fendik dan Gruski pun melakukan langkah awal, mereka berdua sangat rajin berlatih mengasah kemampuan yang dimiliki.

Hingga pada suatu hari mereka sedang berlatih musik punk di ruangan musik. Ayah mereka datang dan menyuruh mereka untuk berhenti berlatih. Ternyata Pak Koppus tidak menginginkan keluarganya bermain atau menggeluti aliran musik lain kecuali jazz dan pop. Pak Koppus hanya ingin menggilakan aliran musik pop dan jazz, melestarikan genre pop dan jazz tidak boleh yang lain.

"Ayah peringatkan pada kalian tidak boleh bermain musik aliran selain jazz dan pop. Jangan pernah kalian bermain musik punk ini lagi."

Fendik dan Gruski sempat kebingungan dengan larangan ini. Mereka sungguh-sungguh ingin menggeluti aliran punk serta berkeinginan membentuk band. Fendik saat ini memfokuskan diri mengasah kemampuan memetik gitarnya dan Gruski adik  Fendik mendalami betot bassnya. Mereka sudah menemukan jati diri mereka dibidang itu.

Tidak salah jika  mereka tidak jera, mereka tetap memutuskan bermain musik punk secara diam-diam. Mereka sudah terlanjur suka, bagaimana bisa ditentang? Mereka sudah tahu passion diri masing-masing kok mencari passion lain? Tuhan sudah berbaik hati telah memberi tahu potensi mereka, tanpa harus mengenal semua bidang yang luas. Kok, nikmat Tuhan disia-siakan.

Suatu hari, Fendik dan Gruski berlatih musik punk. Mereka sempat berhenti memainkan jenis musik kesukaan mereka. Tetapi, Gruski dan Fendik ingin mengikuti ajang kontes musik di Jakarta. Mereka ingin sekali berduet di atas panggung sesungguhnya. Ambisi mereka yang kuat, secara diam-diam mereka latihan berdua di kamar Fendik.

Ayah mereka mendengar. Tiba-tiba pintu kamar Fendik terbuka dengan satu hempasan keras. Pak Koppus menendang pintu kamar itu. Mereka terkejut, tidak disangka yang muncul adalah Ayah mereka, Pak Koppus.

Pak Koppus masuk ke kamar Fendik dengan raut muka yang tidak biasanya dilihat oleh Rafli dan Gruski.

"Apa-apaan ini! Mengapa kalian masih memainkan musik ini?!" Mereka berdua hanya bisa diam membisu. Mati aku! Gumam Fendik.

"Apa yang salah dengan musik ini, Yah? Nggak ada yang salah!" jawab Fendik protes.

"Kami lebih suka musik ini, Yah," jawab Gruski.

"Berani kau menjawab! Aku sudah peringatkan tidak memainkan musik ini!" Pak Koppus menjawab dengan penuh emosi.

Pak Koppus berkata, "Lebih baik kalian tidak usah bermain musik lagi. Terserah kalian! Ayah tidak akan peduli lagi pada kalian." Seketika itu juga, Fendik dan Gruski menangis. Mereka sadar kalau mereka telah membuat kesalahan. Tapi apa boleh buat.

Mereka mengurungkan mengikuti kontes musik itu.  Mimpi mereka terhalang, tapi mereka hanya bisa pasrah.

Sudah satu minggu Fendik dan Gruski tidak bertegur sapa dengan Ayahnya. Fendik mendapat sebuah brosur Festival Musik. Mimpi mereka kembali diangan-angan. Mereka pun sepakat untuk melakukan suatu rencana yaitu kabur dari rumah agar bisa mengikuti Festival besar tersebut.

Nasi sudah menjadi bubur toh Ayah mereka juga masih marah. Daripada tanggung lebih baik sekalian pikir Fendik. Mereka pun berkemas dan meninggalkan rumah itu tanpa tujuan yang jelas. Mereka beralasan untuk pergi camping bersama teman-teman sekolah. Mereka keluar rumah saat matahari hampir tenggelam.

Tidak lupa mereka Fendik dan Gruski membawa alat musik dan sejumlah uang yang mereka punya. Mereka tidak tentu arah, tidak tahu tujuannya. Yang pasti mereka besok pagi akan pergi ke lokasi Festival tersebut.  Mereka memutar-mutar berjalan mengitari komplek perumahan yang mereka tinggali. Hari sudah semakin larut, mereka  berdua pun memilih tidur di area lapangan basket perkomplekan dekat dengan rumah mereka.

Keesokan paginya mereka berjalan mengitari daerah Jakarta, mereka melihat kebenaran brosur tersebut. Ternyata benar adanya sayembara "Festival Musik" di Tennis  Indoor Senayan. Mereka tertarik dengan festival itu dan ingin sekali mengikutinya.

"Tapi kita nggak punya band, gimana Kak?"  tanya Gruski.

"Nanti kita cari personil lain, masih ada waktu," jawab Fendik kepada adiknya.

Hari sudah semakin siang, panas matahari semakin terik. Perut mereka sudah keroncongan, mereka pun berjalan mencari rumah makan. Tanpa sengaja Fendik  melihat tiga pemuda yang sedang duduk di depan rumah besar milik temannya. Fendik ingat salah satu dari mereka adalah temannya, Fendik pun menyapa temannya tersebut yang bernama Boki.

"Hai Boki, apa kabar?" Rafli menyapa.

"Hai...Bro! baik, lo gimana?"

Mereka berlima pun berkenalan lalu bercengkrama panjang lebar. Hingga tibalah Rafli mengajak Boki berbicara berdua.

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan Boki," bisik Rafli.

Boki pun menunjukan ekspresi penasaran setengah mampus.

"Ah lo ngomong, santai aja kali." Respon Boki pada Rafli. "Ada apa?"

"Aku ingin mengajakmu bergabung denganku dan mengikuti festival musik  Bagaimana?"

"Boleh.. Ide bagus! Gue bakal ngajak Will dan Tio. Apa lo setuju?"

"Setuju!" tanpa ragu-ragu Rafli menjawab dengan semangat membara.

Mereka berlima pun langsung pergi ke studio yang berada di dalam rumah Boki. Mereka memulai menyamakan aliran musik mereka, yaitu punk. Mereka membagi-bagi jenis alat musik untuk memainkanya. Will dan Tio memainkan gitar, Boki menggebuk drum, Gruski membetot bass, dan Fendik bernyanyi. Mereka berlatih tanpa kenal lelah. Gruski dan Fendik diizinkan Boki untuk tinggal di rumahnya.

"Boki terima kasih udah ngizinin tinggal di rumah ini." Boki hanya menjawab dengan mengedikkan bahu.

"Thanks juga loh udah ngajakin gue ikut Festifal Musik itu, 'kan festival besar. Banyak yang ikutan. Kita harus semangat."  Boki benar-benar teman yang baik.

Mereka selalu berlatih hingga mereka sudah sangat cocok dan siap untuk mengikuti Festival Musik itu.

Tiba saatnya mereka mengikuti Festival Musik itu. Pada saat giliran mereka untuk tampil tiba, mereka sangat tegang. Mereka takut bermain berantakan.

"Semoga kita menang yah guys!" doa Fendik dan teman-temannya.

"Aamiin... Pake hati mainnya, biar hasilnya maksimal." Respon bijak Boki, Mereka bisa mengatasi segala kegelisahan yang mencuat di pikiran mereka semua. Mereka bermain dengan rapi dan sangat bagus. Selama masa latihan mereka selalu serius dan semaksinal mungkin, mereka memodifikasikan segala jenis musik punk yang pernah mereka dengar. Hadirlah band punk rock yang berbeda, memiliki keunikan tersendiri. Mereka membawakan lagu ciptaan mereka yang bertemakan rindu anak kepada Ayahnya. Dan rindu Ayah kepada anaknya.

Hari itu juga pengumuman pemenang. Tidak disangka-sangka, waktu yang mereka habiskan, kerelaan menentang orangtua, kabur dari rumah dan kerja keras mereka terbayar. Akhirnya, mereka tampil sebagai juara. Mereka menitikkan air mata terharu dengan kemenangan ini. Mimpi mereka tercapai.

Setelah mereka menerima piala dan hadiah, Fendik melihat seorang pria paruh baya yang tidak asing baginya. Ternyata itu adalah Pak Koppus. Ayah Fendik datang melihat festival itu. Melihat penampilan anaknya yang luar biasa bagus. Fendik dan Gruski tahu, Ayahnya pasti akan menonton festival besar ini. Dan berkemungkinan Ayahnya juga ikut berkecimpung dalam festival Musik ini.

Pak Koppus terharu, dia merasa bersalah karena sudah menelantarkan anaknya. Seharusnya dia tidak menentang kemauan anaknya yang dirasa itu positif. Tidak ada yang salah, tidak ada unsur negatif dari anaknya memilih aliran musik punk.

Pak Koppus tahu anaknya sangat mencintai musik, anaknya menyukai semua jenis musik. Hanya saja anaknya lebih menekankan aliran musik punk. Dia tidak boleh egois, anaknya berhak mengerjakan sesuatu yang dicintainya. Pak Koppus bangga anaknya pasti telah berlatih sekuat tenaga walau tanpa sepengetahuannya dan kini terbayarkan.

Pak Koppus menghampiri mereka dan memeluk mereka tiba-tiba.

"Fendik maafkan Ayah."

"Gruski maafkan Ayah."

"Ayah tidak salah, kami memang salah Yah tidak menuruti perkataan Ayah."

Beliau meminta maaf kepada Fendik dan Gruski karena sudah menentang mimpi anaknya dan tidak memikirkan anaknya. Mendiamkan mereka dan tidak memberikan solusi kelada anaknya.  Seharusnya dia sebagai orang tua harus memberikan pencerahan. Bukan marah-marah tidak jelas. Beliau juga memperbolehkan mereka untuk bermain musik punk. Fendik dan Gruski berterimakasih kepada ayahnya atas kebijaksanaannya itu.

"Yah sudah selamat Nak, atas kemenangannya! Ayah bangga pada kalian."

--END--

Jagermaster fffttmh CantikaYukavers Tyaswuri JuliaRosyad9 brynamahestri SerAyue NyayuSilviaArnaz Intanrsvln EnggarMawarni HeraUzuchii YuiKoyuri holladollam veaaprilia sicuteaabis Bae-nih MethaSaja xxgyuu AnjaniAjha Nurr_Salma

umenosekai aizawa_yuki666 destiianaa nurul_cahaya somenaa TiaraWales RaihanaKSnowflake FairyGodmother3 opicepaka realAmeilyaM iamtrhnf summerlove_12 beingacid TriyaRin

0nly_Reader bettaderogers Vielnade28 spoudyoo rachmahwahyu meoowii c2_anin deanakhmad irmaharyuni NisaAtfiatmico umaya_afs megaoktaviasd Icha_cutex whiteghostwriter AndiAR22 Nona_Vannie glbyvyn meoowii Riaa_Raiye

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro