3 : getting weirder

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siang yang cukup terik, Yev memutuskan untuk berjalan santai di sekitar kota. Ya, itu agar dia tak tergoda untuk bercermin dan melakukan hal-hal berbahaya kepada wajahnya. Sesuatu seperti menyayat atau memecahkan benjolan itu ... Yev menggeleng cepat. Dia harus memanfaatkan hari bebasnya sebaik mungkin.

Mungkin karena matahari dirasa bersinar terlalu terik, Yev merasa frekuensi pejalan kaki di jalan utama sedikit berkurang ...? Masih banyak sosok-sosok aneh sebenarnya, hanya saja kali ini berbeda rasanya, lebih lenggang. Namun, Yev tetap terus memegangi topengnya.

Langkah kakinya tanpa arah, tak terasa membawanya ke suatu gang, tempat yang cukup familiar bagi Yev. Tempat di mana ....

Ah, dia!

Seseorang berdiri membelakanginya di sudut gang tempat Yev menyelamatkan orang yang waktu itu. Dan pemilik punggung di sana jelas-jelas dia! Bocah yang Yev selamatkan, tetapi tidak berterima kasih sama sekali, bahkan kerap kali menghindar. Gang ini memberikan keunikan sendiri baginya, jadi, dalam sekali pandang, Yev tahu itu adalah orang yang sama.

Entah kenapa kali ini orang itu menunjukkan dirinya jelas-jelas, maksudnya, Yev tahu sosoknya nyata, hanya rasanya baru kali ini dia berani terang-terangan. Sebelum-sebelumnya dia seperti debu yang Yev tangkap fokusnya, lalu dalam sekali kedip bisa melebur dengan partikel lainnya. Lenyap seketika.

Yev mendekat, orang itu masih termenung melihat tong sampah yang dibukanya.

"Aku menemukanmu."

Tangannya mendarat di pundak orang itu, sedikit menekan buku-buku jarinya, agar ia tak kehilangan sosok di depannya sekali lagi. Yang pundaknya ditepuk menoleh ke belakang. Iris mereka bertemu, tidak terlalu asing rasanya.

Namun, tidak ada balasan yang keluar dari mulut di balik topengnya. Matanya masih menatap milik Yev, terlihat menyipit perlahan. Mengernyit atau ... tersenyum?

...

"Kau seperti spesialis kabur-kaburan, ya?"

Yev menyingkap bagian lengan bajunya, tangannya bersandar ke belakang, posisinya terduduk dengan satu kaki di atas kaki yang lainnya. Sementara orang itu juga duduk di samping Yev, punggungnya membungkuk santai, tangannya saling bertaut. Pohon di pinggiran sungai waktu itu menjadi tempat bersandar mereka.

Matahari, walau tidak seterik tadi, masih menggantung di langit. Yev terkekeh setelah mengatakan itu. Dan orang di sampingnya hanya balas mengangguk, sepertinya bisu.

"Kenapa kau kabur waktu itu? Maksudku, kau tahu, 'kan, aku berusaha menyelamatkanmu dari yang mengganggumu waktu itu? Ya ... aku sendiri yang mengklaimnya sebagai aksi penyelamatan, sih. Beruntungnya diriku saat orang itu bilang enggan berurusan denganku." Entah kenapa, dia merasakan suasana yang santai. Seperti dia telah akrab dengan orang di sampingnya selama beberapa waktu.

Tidak ada balasan.

"Aiyah ... terlalu banyak berbicara. Em, jawab dengan anggukan atau gelengan saja, apa kau takut juga denganku?"

Satu gelengan diterima.

"Apa kau takut dengan orang itu?"

Satu gelengan lagi. Aneh, apa jangan-jangan selama ini Yev salah mengartikan semuanya?

Tangannya mengelus-elus bagian tengkuk leher, Yev sedang menyusun pertanyaan yang hanya bisa dijawab dengan ya atau tidak. Orang di sampingnya fokus memandang aliran sungai di depan, memang dari awal mengobrol ia tidak menengok ke arah Yev, sih.

"Apa kau tinggal tak jauh dari sini?"

Tidak ada jawaban.

"Ah, kita baru saja mulai mengobrol, tapi aku sudah menanyakan pertanyaan yang sensitif. Maaf, ya, bagaimana kalau kita membahas yang lain?"

Akhirnya sebuah anggukan menjadi balasan.

"Pendapatmu tentang kota ini, apakah indah atau tidak?"

Tidak mengangguk atau menggeleng, orang di samping Yev malah memiringkan kepalanya, tampak mengetuk-ngetuk topeng yang dipakainya. Seperti dalam pose berpikir, lalu punggungnya menegak. Jari-jari tangannya ia jalin satu sama lain, lalu memisahkannya. Seperti memberikan efek dramatis dengan gerakan lambat, telapak tangannya mengepal, lalu mengeluarkan jari telunjuk dan tengah, menautkan ujungnya lalu membuat jarak di antara keduanya.

Tudung yang menutupi seluruh wajah kecuali matanya berayun pelan didorong angin.

Gerakannya terlalu abstrak, Yev juga tidak pernah berinteraksi dengan orang bisu. Jadi, yang dapat diartikannya mungkin ... pelangi dari gumpalan awan padat? Orang itu ingin menciptakan pelangi dengan kedua tangannya? Bisa jadi.

"Jadi begitu, aku ... ingin sesuatu yang baik terjadi untuk kota ini. Ya, terutama untuk warga-warganya. Aku tidak kenal seseorang di kota selain ibuku sebelumnya." Yev melayangkan pandangannya ke seberang sungai. "Kemarin sepertinya kita saling bertatapan, sesaat sebelum aku kehilanganmu di belokan itu. Aku benar, bukan?"

Anggukan kedua diterima.

"Baiklah, ada sesuatu yang ingin kau sampaikan kepadaku? Atau aku harus mengetahui sesuatu darimu? Kau tahu, aku selalu merasa kau ada di sekitarku saat aku di luar rumah."

Angin kembali berhembus menggerakkan dedaunan di atas mereka, begitu juga dengan surai putih milik Yev dan baju panjang teman di sebelahnya. Yev menatap langit yang masih berada pada tempatnya, tentram rasanya, ia terhanyut di dalam atmosfer kehangatan siang hari menuju petang.

Oh, dia sampai lupa melihat jawaban pertanyaannya.

Yev mendaratkan pandangannya ke arah semula. Sedikit terhenyak, teman di sampingnya masih menghadap ke depan, namun, tolehan kepalanya menuju Yev yang berada di samping. Tidak ada anggukan maupun gelengan lagi, tetapi salah satu tangannya bergerak, dengan jari telunjuk teracung mengarah ke keningnya sendiri.

Bingung, satu kata yang tersirat dalam kepala Yev.

Tangan itu bergerak menguncup sebentar, lalu dengan cepat membuka telapaknya, dan mengayunkan di sekitar topengnya. Ke atas, kanan, kiri, bawah, dan kembali ke atas, seperti berputar. Yev terdiam sembari berpikir keras maksud dari tindakannya, namun, prosesnya terganggu di saat putaran tangan itu semakin cepat. Yev bergidik ngeri sampai pada satu satuan waktu, dia menemukan satu kesimpulan di kepalanya.

Iris mata yang terlihat di topeng berlubang kanan itu seketika membulat.

Yev langsung berbalik membelakangi orang di sampingnya, membungkuk sangat dalam seakan-akan hanya rumput yang diperbolehkan menjadi saksi mata ia melepas topengnya, meraba-raba wajahnya.

INI SEMAKIN PARAH!!!

Masih dalam kepanikan, tanpa berpikir untuk memakai topengnya kembali, ia berbalik ke arah lawan bicaranya tadi.

Nihil.

Yev memberikan respon frustasi hanya kepada angin kosong.

...

Matahari semakin bergerak ke tempat peristirahatannya, sementara bocah itu semakin cepat berjalan kembali ke rumahnya. Ia kembali berdesak-desakan di jalan utama. Masih dengan perasaan frustasi, Yev memegang topengnya dengan kedua tangan, berharap segera kembali ke kamarnya. Poninya basah oleh keringat dingin.

Merasa beberapa pasang mata mulai menatap ke arahnya, Yev semakin menekan topeng ke arah wajahnya, sampai-sampai seperti benda itu akan melekat sempurna di kulitnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro