Bab 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Deras air hujan jatuh mengenai payung yang saat ini melindungi tubuh Aldo. Sepatu fantofel hitam menjadi sasaran kepakan dari air yang menggenang dijalanan. Berbagai warna payung dan mantel tampak bersliweran di bahu jalan. Banyak juga mobil dan motor yang menerobos hujan yang belum berhenti.

Aldo berjalan santai dibawah payung merahnya. Tangannya memegang erat plastik hitam yang berisi martabak manis pesanan Asoka. Saat ini dia menuju sanggar tari Asoka dan memilih berjalan kaki, karena memang jarak tempat bekerja mereka tidak jauh.

Suara gending jawa sudah masuk ke indra pendengaran Aldo. Hal itu menandakan jika dia sudah dekat dengan sanggar tari Asoka. Dia semakin mempercapat langkahnya agar segera sampai dan bertemu dengan kekasih cantiknya itu.

Aldo terdiam sejenak begitu melihat Asoka menari. Badannya yang luwes dan senyum yang tak pernah hilang dari bibirnya menambah sempurna penampilan tariannya. Beberapa muridnya sedang memperhatikannya menari, pandangan mereka sangat lekat melihat setiap gerakan Asoka bahkan ada yang langsung ikut menirukan gerak tari Asoka.

Tanpa sadar Aldo menarik kedua ujung bibirnya. Tak pernah terlintas dipikirannya jika dia akan terpikat dengan pesona seorang penari, selama ini dia selalu mengagumi perempuan yang berbalut jas kerja dan berkarir di dunia perkantoran. Namun kali ini dia bertekuk lutut pada perempuan yang selalu mengalungkan sampur disetiap kegiatannya. Bahkan dia sampai berjuang mempertahankan cintanya.

Suara gending jawa sudah tak terdengar lagi. Kini mata Asoka menangkap sosok lelaki yang sangat dicintainya. Senyum terlukis dibibir pinknya. Dia mengambil payung dan menghampiri Aldo.

"Kenapa bengong di sini?" Tanya Asoka ketika dia sudah berhadapan dengan Aldo.

"Lihatin kamu nari." Jawab Aldo jujur.

"Kan bisa naik ke panggung." Kata Asoka sambil menunjuk panggung yang biasa digunakan berlatih menari.

Aldo hanya tersenyum sekilas. Dia mengangkat tangannya untuk menunjukkan kantong plastik yang dia bawa. "Titipan kamu."

"Makasih ya udah bawain. Yuk ke sana!" Kata Asoka sambil menarik tangan Aldo untuk ke tempat yang lebih aman dari rintikan air hujan.

"Adek-adek ada anget-angetan. Sini makan dulu sambil istirahat." Teriak Asoka memanggil muridnya.

Enam anak remaja yang Aldo taksir masih duduk di bangku SMA berjalan mendekatinya dan Asoka. Mereka duduk melingkar dengan rapi. Asoka membuka kotak martabak yang dibawakan oleh Aldo.

"Ambil nih." Kata Asoka ramah.

"Terima kasih, Mbak." Jawab anak-anak itu serentak.

"Terima kasih juga sama Masnya."

"Terima kasih ya, Mas."

"Sama-sama." Jawab Aldo sambil tersenyum.

Dia kembali memfokuskan pandangannya ke Asoka. Tidak ada bosan-bosannya dia memandang wajah ayu Asoka. Malah membuatnya ingin terus memandang Asoka lagi dan lagi. Asoka mengusap wajah Asoka dengan lembut, membuat Asoka memegang tangan Asoka dan menggenggamnya.

"Ehemm ... Kita balik ke sana lagi ya." Kata remaja yang memakai jilbab hijau.

Aldo segera melepaskan genggaman tangannya pada tangan Asoka. Dia merasa sedikit malu dengan remaja yang ada di depannya.

"Bawa nih martabaknya. Habisin sekalian." Kata Asoka sambil menyerahkan sekotak martabak kepada murid tarinya.

"Terima kasih, Mbak."

"Iya." Jawab Asoka sambil tersenyum.

Asoka menatap Aldo yang masih salah tingkah. Dia tertawa kecil melihat wajah Aldo yang sedikit memerah karena malu. Ya salah dia sendiri sih banyak anak remaja malah pegang-pegang.

"Udah pergi kok anak-anak." Kata Asoka sambil menahan tawa.

Aldo menghela nafas lega. Dia melihat Asoka dengan datar, lama-lama dia tertawa sendiri jika mengingat hal tadi. Asoka yang melihat Aldo tertawa ikut tertawa juga. Sesederhana itu kebahagiaan mereka yang membuat hubungan mereka semakin hangat dan dekat.

"Aku mau bilang kalau besok ada acara keluarga di rumah. Terus aku kepikiran gimana kalau kamu ikut hadir sekalian ntar aku kenalin ke keluarga aku sekalian kamu bisa deket sama mereka." Kata Asoka mengutarakan apa yang ingin dia bicarakan.

Aldo terdiam, dia nampak berpikir sejenak. Ide Asoka memang bagus untuk kelanjutan hubungannya kedepan. Namun dia tidak yakin dengan reaksi orang tua Asoka, apalagi reaksi Bagas yang pasti akan terang-terangan menunjukkan ketidak-sukaannya.

"Apa gapapa kalau aku ikut hadir? Bagaimana kalau orang tua kamu nggak suka dengan kehadiranku? Aku takut malah mengacaukan semuanya."

"Gapapa. Kamu tenang saja, semua akan baik-baik saja." Jawab Asoka menenangkan pikiran-pikiran buruk yang menyerbu otak Aldo.

"Semoga ya." Jawab Aldo singkat. Pasalnya dia masih kurang yakin dengan rencana Asoka.

"Akan lebih baik kalau kamu datang sebelum acara dimulai." Kata Asoka lagi.

"Iya, akan aku usahakan. Memang jam berapa acaranya?" Tanya Aldo pelan. Pikiran buruknya memang belum hilang namun dia akan tetap berusaha mencoba ide dari Asoka. Dia berharap jika semuanya akan baik-baik saja.

"Jam 3 sore." Jawab Asoka sambil menunjukkan angka tiga dari jarinya.

"Aku usahain datang lebih awal ya." Kata Aldo pelan.

Asoka mengangguk sambil tersenyum. Dia berharap jika perjuangan mereka cepat berlalu, dan mereka bisa membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius.

Malam gelap tanpa taburan bintang. Hujan yang tadi sangat deras mengguyur kota Yogyakarta kini tinggal rintikan saja. Payung yang melindungi tuannya sudah nampak mulai berkurang. Orang-orang yang semula berteduh di teras pertokoan kini mulai melanjutkan perjalanan mereka. Langit yang hitam semakin hitam karena mendung yang belum hilang. Tiupan angin membuat udara semakin dingin hingga Asoka harus mengeratkan jaketnya lebih erat.

***

"Mbok nanti gelasnya langsung ditata di depan ya." Kata Eni memerintah Mbok Irah.

"Enggeh, Bu." Jawab Mbok Irah patuh. (Iya, Bu.)

Eni mondar-mandir membawa nampan yang berisi sepiring semangka dan sepiring melon. Matanya jelalatan melihat sekeliling dapur yang masih berantakan. Ada beberapa masakan yang belum terselesaikan.

Sedangkan ditempat yang tidak jaug dari Eni, Asoka nampak mengganggu pekerjaan Aldo. Dia ngemil messes yang harusnya ditaburkan di atas martabak mini buatan Aldo tapi malah dia makan. Aldo hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Asoka.

"Oka, daripada kamu ganggu nak Aldo mending kamu bantuin Mbok Irah nata di depan." Omel Eni pada Asoka.

Asoka menoleh kearah ibunya dengan datar. "Ganggu orang lagi pacaran aja." Gerutu Asoka dalam hati.

"Ini aku bantuin Mas Al." Jawab Asoka mengelak.

Eni berkacak pinggang. Dia memasang wajah yang garang. "Bantuin apa?" Tanya Eni galak.

"Bantuin naburin messes, Bu." Jawab Asoka sambil nyengir kuda.

Eni menatap Asoka tanpa bicara. Asoka yang ditatap se-insten itu merasa merinding juga. Dia meletakkan messes di samping loyang yang berisi martabak mini. Dia berbisik pelan kepada Aldo jika dia akan pergi ke depan.

"Iya kamu bantuin Mbok Irah aja daripada ibu marah." Jawab Aldo lembut. Dia merasa lucu juga dengan interaksi yang terjadi antara ibu dan anak itu.

Asoka berjalan cepat kearah depan. Dia tak ingin membuat ibunya semakin marah. Asoka mengambil sapu yang dipegang oleh Mbok Irah kemudian dia menyapu lantai yang belum selesai disapu oleh Mbok Irah. Tanpa bicara apapun Asoka segera menyelesaikan pekerjaannya.

Eni menghampiri Aldo dan ingin membantunya. Namun Aldo menolak karena dia rasa dia mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Namun Eni terus saja kekeh ingin membantu. Hingga Eni meminta Aldo untuk membuat hidangan lain dan dia yang meneruskan pekerjaan Aldo, karena memang sedikit beberapa adonan yang belum dicetak.

Aldo menuruti kemauan Eni. Dia membuat es manado. Aldo memisahkan sirsak dari isinya, setelah itu dia tuangkan minuman soda, air, dan sirup. Mencampurkan agar-agar yang sudah dipotong menjadi dadu dan menambahkan biji selasih. Aldo mencicipi rasa dari es manado. Dan dia rasa sudah pas. Kemudian dia memasukkan es batu ke dalam es manado agar menjadi dingin.

Aldo menghampiri Mbok Irah yang sibuk dengan penggorengan. Aldo mengambil alih tugas Mbok Irah dan meminta Mbok Irah untuk mengerjakan yang lain. Dengan sangat cekatan Aldo memasak makanan untuk para tamu nanti. Kehebatan Aldo di dapur tidak usah diragukan lagi, setiap eksekusi masaknya akan menghasilkan makanan yang enak dan pastinya ketagihan.

Aldo menata hidangannya di atas meja makan. Dia melihat semua hidangan sudah terselesaikan, tinggal membawa dan menata di ruang tamu. Aldo duduk sejenak, dia mengusap keningnya yang berkeringat. Bahagia rasanya dia bisa membuat hidangan yang akan dimakan banyak orang, terlebih keluarga Asoka. Dia berharap mereka semua menyukai apa yang sudah dia buat.

"Capek ya?" Tanya Asoka tiba-tiba. Dia menyodorkan air dingin kepada Aldo.

"Lumayan. Tapi nggak masalah kok." Jawab Aldo sambil tersenyum. Dia meneguk air dingin yang disodorkan oleh Asoka.

"Makasih ya, Mas." Kata Asoka pelan.

"Sama-sama." Jawab Aldo lembut.

Terdengar suara beberapa orang dari ruang depan menandakan sudah ada tamu yang datang. Tawa renyah dan sapaan ramah untuk melepaskan rindu yang lama tak bertemu. Pelukan hangat dan cipika-cipiki menandakan eratnya hubungan kekeluargaan mereka.

Asoka melihat kearah depan. Dia celingukan karena merasa kenal dengan suara-suara tersebut. Dia tak sabar ingin segera menyambut saudaranya yang sudah lama tak jumpa. Berbagi cerita dan kegiatan yang saat ini sedang mereka jalani.

"Mas, ke depan yuk!" Ajak Asoka ramah.

"Mas sungkan. Mas belum jadi apa-apa dikeluarga ini." Jawab Aldo tak enak hati.

"Makanya sekarang Mas kenalan sama mereka biar jadi apa-apa di keluarga ini." Jawab Asoka sambil tersenyum.

Aldo hanya bengong. Ada rasa sungkan dan malu yang menyelimuti hatinya. Dia sadar diri dengan posisinya, dia belum jadi bagian dari keluarga ini. Namun permintaan Asoka tidak bisa dia tolak begitu saja. Pamit pulang sekarang juga tak pantas rasanya, seakan-akan dia menghindar dari keluarga besar Asoka.

"Ayo, Mas! Nanti aku kenalin sama saudaraku semuanya." Kata Asoka sambil menarik lengan Aldo.

Mau tak mau Aldo menuruti keinginan kekasihnya itu. Dia bangkit dari duduknya dan mengikuti Asoka dari belakang. Ada sedikit rasa gugup dihatinya. Dia merasa ini terlalu cepat untuk kenal dengan keluarga besar Asoka, sedangkan restu dari keluarga inti Asoka belum dia dapat. Dalam hati dia hanya berdoa supaya mereka memberi tanggapan baik kepadanya.

================================

Bojonegoro, 12 April 2020

Kira-kira bagaimana tanggapan keluarga besar Asoka? Merima Aldo dengan baik atau justru bersikap seperti orang tua Asoka?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro