Bab 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aldo duduk di salah satu kursi kecil yang ada di ruang produksi batik. Setelah seharian membantu orang tua Asoka melayani pembeli, kini Aldo menguji kemampuannya untuk membuat batik. Ini adalah baru pertama kali dia memegang canting. Mengoleskan warna ke kain yang sudah ada desaign motif batik. Menggambar batik langsug pada kain bukan pada kertas lagi.

Aldo menggerakkan tangannya secara perlahan. Dia tidak ingin membuat desaign motif batik yang dipegangnya ini jadi rusak karena dia tidak hati-hati saat menuangkan malem. Karena jika hal itu terjadi sudah dapat dipastikan dia membuat orang tua Asoka rugi.

"Ngeten, Mbah?" tanya Aldo pelan. (Begini, Mbah?)

"Rapi sekali, Nak." Puji Mbah Ram lembut. Dia memperhatikan hasil batik Aldo, terlihat rapi. Walaupun Aldo sangat lama dalam pengerjaan.

"Matur suwun, Mbah." Jawab Aldo sambil tersenyum. (Terima kasih, Mbah.)

"Sing iki kek i warna abang." Kata Mbah Ram sambil menunjuk gambar bunga pada kain yang pegang Aldo. (Yang ini kasih warna merah.)

"Nggih-nggih, Mbah." Jawab Aldo mengerti. (Iya-iya, Mbah.)

Aldo mengambil canting baru lagi yang diisi oleh malem warna merah. Dengan hati-hati dia mengoleskan warna itu ke motif bunga mawar.

"Sugeng sonten." Sapa gadis muda dengan ceria. Sampur kuning masih tersampir dikedua pundaknya. (Selamat sore.)

"Sugeng sonten, Mbak." Jawab karyawan yang ada di pabrik batik itu. (Selamat sore, Mbak.)

"Mas." Panggil Asoka pelan. Dia berjongkok di samping Aldo sambil tersenyum.

Aldo menoleh ke sumber suara. Di sana sudah ada gadis cantik yang tersenyum padanya. "Kamu udah pulang? Kenapa nggak hubungi mas biar mas jemput." Kata Aldo lembut.

"Oka tadi bawa motor kok." Jawab Asoka.

"Ini karya, Mas?" tanya Asoka.

Aldo mengangguk sebagai jawaban. Dia meletakkan kembali canting yang tadi dipegangnya di atas meja kecil yang tak jauh dari jangkauannya.

"Bagus, Mas. Rapi juga." Jawab Asoka kagum. Matanya berbinar melihat batik tulis hasil tangan Aldo. Untuk ukuran orang yang belum pernah membatik sebelumnya, ini sudah sangat bagus.

"Terima kasih." Jawab Aldo pelan.

"Lanjut gih. Aku bantuin." Jawab Asoka ramah.

Aldo mengambil lagi canting yang tadi dia letakkan. Asoka bangkit dari jongkoknya untuk menyimpan tas dan sampurnya di ruangan bapaknya. Tak lama dia kembali lagi dengan kursi kecil dan sebuah canting bersih. Dia menata posisinya di samping Aldo agar dia lebih mudah untuk membantu Aldo menyelesaikan satu kain batik.

Sesekali Aldo tertawa melihat Asoka yang menyalipnya. Kepiawaiannya dalam mengoleskan canting yang berisi malem ke kain motif membuat Aldo kagum. Pasalnya baru saja Asoka mulai membatik, dia sudah bisa memyamai hasil yang didapatkan oleh Aldo.

Sepasang mata memperhatikan sepasang kekasih yang sedang asik membatik. Tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Namun tatapan tajam mengisyaratkan jika dia tidak suka dengan pemandangan yang ada di depannya itu.

Bagas mengepalkan tangannya erat. Semakim hari Asoka dan Aldo semakin dekat. Berkali-kali Bagas menghasut Asoka agar jauh dari Aldo tidak berhasil. Asoka selalu berkata jika Aldo adalah laki-laki baik yang Allah ciptakan untuk mendampingi hidupnya.

Bagas keluar dari pabrik batik milik orang ruanya itu. Semula dia ingin menemui ibunya yang ada di pabrik harus gagal karena melihat kebersamaan Aldo dan Asoka. Dia memutuskan untuk kembali ke mobi dan pulang ke rumah.

Dalam perjalanan pulang, Bagas memikirkan cara apa yang harus dia lakukan untuk memisahkan Aldo dari adiknya. Pertikaian masa lalu antara dia dan Aldo masih menyisakan dendam di hatinya hingga saat ini. Luka masa lalu mereka belum sepenuhnya hilang, trauma saat Nana lebih memilih pergi dengan Aldo membuatnya takut jika hal itu akan terulang. Memang saat itu dia yang salah, dia menyakiti istrinya yang baik hingga istrinya memilih pergi dari hidupnya dan menerima setiap pertolongan yang diberikan oleh Aldo.

"Kamu tau kalau Nana sudah memiliki suami, 'kan?" tanya Bagas dingin.

Aldo mengangguk pelan sebagai jawaban. Pipinya terasa nyeri akibat pukulan yang dilayangkan oleh Bagas. Darah disudut bibirnya belum kering dan harus ditambah darah baru lagi.

"Lalu kenapa kamu masih mendekatinya? Apa kamu tidak malu mendekati perempuan yang sudah bersuami?" tanya Bagas geram. Dia benar-benar tidak bisa menahan emosinya. Sudah lebih dari dua bulan ini dia pontang-panting mencari keberadaan istrinya, namun belum menemukan keberadaan istrinya.

"Kamu tau kan kalau kamu pria beristri? Apa kamu nggak malu menjalin hubungan dengan perempuan lain sedangkan status kamu masih suami orang?" balas tanya Aldo tak kalah geram. Andai saja dia tidak ingat pesan Nana untuk tidak main kekerasan dengan Bagas mungkin saat ini Bagas sudah terkulai lemah karena pukulan dan tendangannya.

Bagas mengepalkan tangannya kuat. Dia kembali ingin melayangkan pukulannya ke wajah Aldo, untung saja Aldo segera tahu niat Bagas sehingga dia langsung memegang kepalan tangan Bagas.

"Saat ini aku memang mantan kekasih Nana, tapi ingat baik-baik aku akan jadi ayah pengganti dari anak kamu." Ucap Aldo tajam. Aldo meninggalkan Bagas begitu saja.

Brukk

"Denger baik-baik ya, tidak akan ada satu pun pria yang akan jadi ayah sambung untuk anakku. Aku tidak akan melepaskan Nana, Nana adalah istriku, dia adalah wanitaku, dia hanya milikku." Kata Bagas setelah dia berhasil menendang kaki Aldo hingga Aldo tersungkur.

"Sudah cukup kamu menyakiti Nana. Kamu adalah laki-laki yang tidak bisa menjaga perempuan sebaik Nana. Sampai kapan pun aku akan melindungi Nana dari kamu." Kata Aldo dengan mata yang menyiratkan emosi.

Bagas menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ingatan masa lalunya dengan Aldo membuat Bagas takut jika Aldo datang untuk merebut Nana lagi. Sudah cukup dia yang patah hati karena hubungan dekat antara Aldo dan Nana dulu, adiknya jangan sampai merasakan sakit hati seperti yang dia rasakan.

"Aarrrgghhhhhhh ...." Teriak Bagas frustasi. "Aku akan melakukan banyak cara untuk menghancurkan hubungan mereka." Kata Bagas sambil meremas setir kemudi.

***

"Pak, ada tamu untuk Bapak." Kata salah satu karyawan Aldo kepada Aldo.

"Suruh masuk." Jawab Aldo pelan. Dia menutup dokumen laporan keuangan yang sedang dia susun. Akhir bulan selalu membuat Aldo sedikit sibuk karena dia harus menyusun laporan keuangan untuk mengetahui laba atau rugi restorannya.

"Baik, Pak." Jawab karyawan itu. Setelah itu dia pergi dari hadapan Aldo untuk meminta tamu Aldo masuk ke ruangan.

"Lama tidak jumpa." Kata seseorang dengan angkuhnya. Tidak ada senyum yang terlukis dibibirnya. Sikap dingin, raut wajah datar sukses membuat Aldo memicingkan matanya.

Aldo bangkit dari duduknya. "Silakan duduk, Gas." Kata Aldo mempersilakan Bagas untuk duduk.

Bagas melangkahkan kakinya mendekati Aldo. Dia menarik kursi dan duduk di sana. Matanya menatap sekeliling ruang kerja Aldo. Hingga tak sengaja matanya menangkap foto Aldo dan Asoka yang dipajang di tembok.

"Ada perlu apa?" tanya Aldo ramah. Dia kembali duduk begitu tamunya duduk.

"Aku belum sepenuhnya melupakan masa lalu kamu dan Nana." Kata Bagas pelan.

"Kenapa? Hubungan dengan Nana sudah berakhir sejak Nana memutuskan kembali denganmu." Jawab Aldo menjelaskan. Dia tahu hal yang membuat Bagas tidak menyetujui hubungannya dengan Asoka karena masa lalu mereka.

"Apa aku bisa langsung percaya mendengar jawaban darimu? Aku belum lupa bagaimana cinta kamu ke Nana dulu."

"Itu hanya masa lalu. Nana adalah masa laluku, dan Asoka adalah masa depanku." Jawab Aldo.

"Saat ini kamu bisa melupakan Nana karena kalian sudah tidak pernah bertemu. Tapi saat kalian sudah jadi saudara ipar, kalian akan sering bertemu dan bisa saja rasa cinta kamu ke Nana kembali tumbuh." Jawab Bagas tajam.

Aldo tersenyum kecut. "Sedangkal itu pikiran kamu tentang rasa cinta." Jawab Aldo meremehkan.

"Ada pepatah jawa yang mengatakan Witing tresno jalaran soko kulino yang artinya rasa cinta hadir karena terbiasa bersama. Kamu pernah dengar, 'kan?"

"Kamu cinta dengan Asoka karena sering bertemu, dan rasa cinta kamu untuk Nana bisa kembali hadir saat kalian sering bertemu. Apa aku salah berpikir seperti itu?" tanya Bagas lagi. Dia mencoba untuk berbicara baik-baik dengan Aldo.

"Salah." Jawab Aldo singkat.

Bagas mengerutkan keningnya mendengar jawaban dari Aldo.

"Aku sadar Nana sudah memiliki suami dan suaminya sekarang bisa menjaganya dan menghargainya sebagai seorang istri. Kenapa dulu aku masih mengejar Nana saat aku tau dia bersuami? Karena aku tau suaminya tidak bertanggung jawab." Kata Aldo menjelaskan. Dia menghargai keputusan Nana yang ingin memperbaiki rumah tangganya, dan dia tahu saat ini Bagas sudah bisa menerima Nana sebagai istrinya.

"Aku mencintai adikmu dengan tulus. Tolong jangan halangi hubungan kami." Kata Aldo lembut.

Bagas menggelengkan kepalanya pelan. Dia belum sepenuhnya percaya dengan apa yang dikatakan oleh lelaki yang ada dihadapannya ini.

"Jauhi adikku, kamu bisa cari perempuan yang sepantaran denganmu." Kata Bagas geram. Dia bangkit dari duduknya.

"Aku tidak akan melepaskan Asoka." Jawab Aldo yakin.

Bagas berhenti sebentar mendengar jawaban dari kekasih adiknya itu. Dia mencoba tak menghiraukan jawaban dari Aldo. Kakinya kembali melangkah untuk meninggalkan ruangan Aldo.

================================

Bojonegoro, 20 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro