Bab 26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sesekali Asoka melihat jam tangan yang melingkar dilengan kirinya. Kakinya bergerak gelisah. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri seperti orang yang sedang mencari. Terpaan angin membuat rambutnya bergerak. Sesekali dia membenarkan poninya yang menutup matanya karena terkena angin. Beberapa pedagang minuman menghampirinya untuk menawarkan dagangan mereka, dan dia hanya menggerakkan tangannya untuk menolak.

Lebih dari tiga puluh menit Asoka duduk di bangku taman kota. Dia telah membuat janji dengan kekasihnya, namun hingga kini belum tiba. Hal yang membuat Asoka bosan adalah menunggu, namun demi bertemu dan memperbaiki hubungannya dengan Aldo, dia rela merasakan bosan yang luar biasa ini.

Tangannya mengecek handphone. Berjaga-jaga jika ada pesan dari kekasihnya masuk untuknya. Namun hingga saat ini tidak ada satu pun pesan dari Aldo.

Asoka bangkit dari duduknya. Dia berjalan mondar-mandir seperti setrika yang sedang di gunakan oleh tuannya. Matanya tak pernah lepas menatap pintu masuk taman. Seperti seorang detektif yang menunggu mangsanya.

"Nunggu lama ya." Kata seseorang dari arah belakang Asoka.

Asoka berjingkat kaget mendengar seseorang dari belakangnya. Dia menoleh ke belakang dan melihat seseorang yang selama ini dia tunggu. Tubuh Aldo yang menjulang tinggi membuat Asoka harus mendongakkan kepalanya untuk menatap mata lelaki itu.

"Kamu sibuk ya, Mas?" tanya Asoka dengan senyum kikuk. Dia melihat raut wajah Aldo yang dingin membuatnya merasa tak nyaman.

Aldo menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Dia duduk di bangku yang tadi digunakan oleh Asoka. Melihat Aldo yang mendaratkan bokongnya di bangku membuat Asoka mengikuti laki-laki itu.

Suasana berubah menjadi hening. Asoka menundukkan kepalanya sedangkan Aldo menatap ke arah depan menunggu Asoka berbicara. Keheningan yang terjadi di antara mereka membuat Asoka tak enak hati. Sesekali dia menoleh ke arah Aldo, namun Aldo sedikit pun tidak mengubah posisinya.

"Mas, kamu marah ya sama aku?" tanya Asoka lirih.

"Tidak." Jawab Aldo singkat.

Asoka tersenyum kecil mendengar jawaban singkat dari kekasihnya itu. Tidak biasanya dia seperti itu. Aldo yang dia kenal adalah laki-laki yang hangat dan baik, namun sekarang berubah dingin dan cuek. Mungkin karena dia belum juga memberi keputusan sehingga membuat Aldo berubah seperti ini.

"Mas kamu inget nggak ini tempat pertama kali kita bertemu." Kata Asoka pelan. Dia mencoba mencairkan suasana yang sedang beku ini.

Aldo mengangguk pelan. Tiba-tiba dia teringat pada kejadian tujuh bulan yang lalu. Saat itu dia baru pulang dari bekerja dan mampir ke taman ini karena mamanya titip jagung rebus.

Setelah mendapatkan jagung rebus, Aldo tidak langsung pulang. Telinganya mendengar gending jawa yang membuat kakinya melangkah untuk mencari sumber suara gending itu. Hingga akhirnya dia menemukan orang-orang yang bergerombol. Rasa penasarannya semakin tinggi, membuatnya semakin mendekat ke gerombolan itu.

Banyak pertunjukkan yang ditampilkan oleh para mahasiswa. Mulai dari pertunjukkan modern hingga tradisional. Ada yang dengan lihainya memukul alat musik tradisional yang biasa disebut dengan karawitan. Ada yang dengan percaya diri menyanyikan lagu jawa dengan suaranya yang merdu, biasanya ini disebut dengan sinden. Untuk pertunjukkan modern, ada satu band yang menyanyikan lagi pop masa kini, ada juga satu kelompok dancer yang dengan lincah memperagakan dance mereka.

Seorang gadis muda dengan anggun menggerakkan tubuhnya untuk membentuk sebuah tarian. Kain jarik yang tidak menutup semua kakinya dan kebaya panjang yang dia kenakan memberi tahu kalau dia seorang penari. Selendang panjang berwarna hijau yang akhir-akhir ini Aldo tahu bernama sampur dia ikatkan ke pinggangnya. Sesekali dia gunakan sampur itu menari.

Aldo menyunggingkan senyumnya. Sudah lama dia tidak menonton suguhan jawa seperti ini. Terakhir kali dia menonton pertunjukkan tradisional saat keponakannya khitan dan menggelar pertunjukkan sandur.

Penari muda yang mencuri perhatiannya itu berkeliling dengan membawa kardus setelah dia selesai menari. Kardus yang bertuliskan "Donasi Untuk Panti Asuhan Kasih Bunda" menggerakkan hatinya untuk ikut menyumbang. Hingga akhirnya gadis penari itu menyodorkan kardus yang dia bawa kepada Aldo. Aldo memasukkan selembar uang dua puluh ribu ke dalam kardus itu.

"Terima kasih." Kata penari itu sambil berlalu meninggalkan Aldo.

Aldo tersenyum sekilas mengingat kejadian itu. Dia tidak menyangka penari itu kini menjadi kekasihnya. Gadis muda yang berhasil membuatnya tergila-gila hingga dia tidak mampu berpaling kepada wanita lain.

"Sudah tujuh bulan berlalu ya, Mas." Kata Asoka membuyarkan lamunan Aldo.

Aldo menoleh ke arah Asoka. Di sana dia melihat senyum manis yang terukir dari bibir kekasihnya. Tiba-tiba hatinya menghangan. Akan gila rasanya jika dia kehilangan gadis ini dan tidak bisa melihatnya lagi. Dia berharap Asoka memberikan pilihan sesuai harapannya.

"Saat itu pertama kalinya aku melihatmu menari dan membuat aku jatuh hati." Kata Aldo dengan senyum kecil.

Asoka ikut tersenyum. Hatinya sudah lebih baikan saat melihat senyum terkembang dibibir tipis Aldo.

"Aku tahu. Saat aku menyodorkan kardus ke arah kamu, mata kamu menyiratkan kekaguman untukku." Jawab Asoka percaya diri.

Aldo mengerutkan keningnya mendengar jawaban dari Asoka. Dia mencubit pipi Asoka dengan gemas. Terdengar teriakan dar Asoka saat Aldo mencubit pipinya, hal itu membuat Aldo terkekeh pelan.

"Mas aku mau cerita sama kamu." Kata Asoka sambil menyerongkan tubuhnya ke arah Aldo.

"Apa?" tanya Aldo singkat.

"Waktu aku sengaja meminta teman-temanku meninggalkanku. Soalnya aku masih melihat kamu ada di sekitar taman ini. Jadi aku berpikir kalau hanya tinggal aku di taman ini, kamu akan menawarkan tumpangan untuk aku. Dan ternyata pemikiran aku benar." Kata Asoka bercerita. Dia mengingat awal-awal perkenalan dengan Aldo.

"Licik banget ya kamu." Komentar Aldo singkat.

"Hehehe ... Tapi berkat kelicikanku itu akhirnya kita bisa dekat, 'kan?"

Aldo menganggukkan kepalanya paham. Apa yang dikatakan oleh Asoka benar. Andai saja dia tidak menawarkan tumpangan untuk Asoka, dia tidak akan bisa bertukar nomor dengan gadis ini. Dan tentunya dia tidak akan menjalin hubungan dengan Asoka.

"Iya, tidak hanya dekat tapi bisa pacaran juga." Jawab Aldo sambil menautkan jarinya dengan jari Asoka.

Asoka menyandarkan kepalanya di pundak Aldo. Tangan mereka masih terpaut dengan erat satu sama lain. Aldo sedikit memiringkan kepalanya agar kepalanya dan kepala Asoka menempel. Terasa nyaman dan hangat. Rasanya mereka tidak ingin waktu cepat berlalu. Jika mereka bisa menghentikan waktu, mereka akan menghentikan waktu agar posisi ini bisa terus mereka rasakan.

"Mas." Panggil Asoka pelan.

"Hmm." Jawab Aldo singkat.

"Jangan pergi ya, Mas." Kata Asoka lirih. "Aku ingin kita terus bersama." Lanjut Asoka.

Aldo menegakkan kepalanya. Hal itu membuat Asoka mengikuti gerakan Aldo. Aldo menatap Asoka dengan lekat. Dia meminta penjelasan dari ucapan Asoka tadi.

"Bisa kamu perjelas ucapan kamu?" tanya Aldo lagi.

"Aku ingin melanjutkan perjuangan kita, Mas." Kata Asoka menjelaskan. Dia menyunggingkan senyumnya lebar.

Dengan refleks Aldo manarik tangan Asoka untuk masuk ke pelukannya. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari ini. Pelukan erat dari Aldo membuat Asoka tersenyum, dia merasa seperti sangat dibutuhkan.

================================

Bojonegoro, 25 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro