23 - Jogging (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Rindu itu pilihan. Kalau kamu memilih rindu, berarti kamu hebat. Hebat sebab bisa menahan rindu yang terasa berat."

*****

Tampak seorang lelaki sedang berdiri di dekat gerobak bubur, menunggu pesanan miliknya siap. Mata tajamnya menatap lurus ke arah perempuan yang duduk tak jauh darinya di kursi taman.

Tersenyum kecil saat matanya menatap tangan gadis itu yang sedang mengurut kaki. Sepertinya gadis itu kecapekan karena terus berlari mengejarnya. Wajah yang cemburut sembari menggerutu kesal tampak semakin menggemaskan di matanya.

"Ini, Mas."

Fathan tersentak pelan. Terlalu asik menikmati Nasya yang di seberang sana hingga tak sadar bahwa pesanannya sudah siap.

Ia mengambilnya sembari memberikan uang dan mengucapkan terimakasih pada penjual lalu segera menghampiri gadis yang masih mengurut kakinya itu.

Tadi, setelah ia menaiki sepeda dari toko menuju taman, waktunya dihabiskan untuk berlari sendirian mengelilingi area taman yang memang banyak sekali yang berolahraga pagi-tanpa Nasya.

Gadis itu sudah lelah karena berlari tadi hingga membuat kakinya pegal dan kram lalu berakhir dengan kedua kakinya diselonjorkan di kursi taman. Cewek super cerewet itu terus-menerus mengeluh serta menyalahkan cowok itu yang sudah bertingkah menyebalkan hari ini.

Fathan yang saat itu juga merasa bersalah, hanya mampu menyengir lebar sembari menggaruk tengkuknya tak enak.

"Nih, ambil."

Nasya mendongak, menatap Fathan dengan wajah tak terbaca. Tatapan tajam milik lelaki itu seolah menyuruhnya untuk segera mengambil kresek putih yang berisi sterofoam. Dengan malas ia mengambil kresek itu dan botol air mineral yang juga sempat di beli cowok itu.

Fathan tersenyum kecil ketika Nasya menurunkan kedua kakinya yang sempat diselonjorkan di kursi taman. Lalu ia duduk di samping gadis itu, menunggu Nasya untuk membuka sterofoam putih berisi bubur ayam.

Nasya hanya diam, tidak berceloteh ataupun berteriak meluapkan apa yang gadis itu rasakan-seperti biasanya. Kedua tangannya sibuk memisahkan bubur miliknya dengan milik Fathan.

Cowok itu hanya mampu dan terus menatap wajah cantik yang terkena sinar mentari dan membuat iris matanya bersinar coklat. Menyimpit spontan ketika mata kecil itu terkena cahaya matahari.

Hidung gadis yang memiliki tahi lalat di pipi itu begitu mungil dan tidak terlalu ke dalam, pipinya memerah akibat cahaya mentari, serta bibir mungil yang tipis. Semua itu terbentuk sempurna di wajahnya yang kecil dan mungil, tak luput badannya yang pendek dan semakin menggemaskan di matanya.

Entah mengapa gadis itu selalu terlihat kecil. Dimulai dari badannya, matanya, hidungnya bibirnya, wajahnya, bahkan telapak tangan mereka pun berbeda jauh.

Ah. Rasanya semua yang dimiliki gadis di sampingnya ini selalu mungil dan kecil, ingin rasanya ia mencubit gemas gadis yang sedang melahap bubur yang ia beli.

Lucunya ....

Eh? Mengapa dirinya memikirkan itu semua?

Sial.

*****

Helaan napas terdengar di sebelahnya, Fathan menoleh ke arah Nasya yang tampak sudah menyelesaikan makannya.

"Udah? Mau langsung pulang?" tanyanya lembut.

Nasya melirik Fathan datar lalu mengangguk pelan.

Mendapat respon seperti itu membuat cowok itu terkekeh kecil.

"Kenapa? Capek?"

"Banget!"

Jawaban jutek dari Nasya membuatnya menyemburkan tawa. Dengusan pun terdengar keras dari gadis itu-bertambah bete dengan tawa Fathan yang seolah mengejeknya.

Melihat wajah gadis itu yang semakin cemberut, tangannya refleks mengacak-acak rambut Nasya.

"Gemes banget, sih," ujar Fathan sembari terkekeh geli.

Sementara Nasya, ia membeku di tempat. Desiran aneh menyelimuti dirinya ketika dengan tiba-tiba tangan besar itu menyentuh puncak kepalanya ditambah dengan perkataan cowok itu yang semakin membuatnya terasa kelu.

Mulutnya tak mampu berucap apalagi menepis tangan cowok tengil itu dengan tangannya. Ia seperti mati kutu, hanya dengan mendapat perlakukan manis dari Fathan sudah mampu membuatnya begini.

Menatap mata tajam itu tak berkedip, seolah ada gravitasi di mata pekat itu yang mampu membuat dunianya tertarik ke dalam. Fokusnya tak dapat terelakkan dari mata indah di hadapannya sekarang.

"Sya?"

Petikan jari tepat di depan wajahnya juga panggilan dari seseorang yang berada di sampingnya mampu membuat gadis itu terbang dan kembali ke dunia nyata. Melihat Fathan yang menatapnya geli, mampu membuat gadis itu merona. Wajahnya memanas tanpa ia perintah.

"Muka lo kok merah?" Fathan tergelak melihat gadis di depannya. Wajahnya semakin lucu di matanya ketika rona merah menghiasi gadis itu. "Napa lo?"

Fathan tertawa renyah dibuatnya dan itu malah membuat Nasya semakin memerah, antara kesal dan malu dirasakannya secara bersamaan.

Wajah yang tadi tersenyum malu mendadak kembali menekuk, bersunggut kesal lalu pergi meninggalkan Fathan sendirian di tempat. Sedangkan Fathan, ia kembali tertawa renyah melihat perubahan wajah Nasya yang begitu cepat.

Yah, secepat itu perasaan Nasya terhadapnya.

Sementara gadis yang berjalan sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya itu terus merutuk pada dirinya karena sempat terlena akan ketampanan wajah cowok yang tadi mengacak puncak kepalanya itu.

Argh. Maluu guee.

*****

Fathan tersentak ketika melihat Nasya mengambil alih sepeda yang tadi sempat ingin ia naiki secara spontan. Bagian belakang kaosnya ditarik gadis itu hingga membuat pegangannya pada stang sepeda terlepas dan kini dikendalikan oleh cewek gila itu.

Cowok itu menatap Nasya-yang sudah menaiki sepedanya dengan pandangan tak terbaca. Ia tercenung di tempat.

"Kejar gue! Wleee hahaha!"

Gelak tawa Nasya menyadarkan Fathan dari keterdiamannya akibat perlakuan gadis itu. Ia menatap Nasya yang kini sudah berada di depan- melaju kencang sembari berteriak lalu memeletkan lidahnya keluar, meledek cowok itu.

Mendapat perlakuan dan ditipu oleh gadis licik itu, membuat nalurinya mengejar gadis nakal yang sudah berada di ujung sana.

Dengan kekuatan dan kecepatannya dalam berlari, ia mengejar Nasya cepat tanpa mempedulikan gadis itu yang kini sudah ketar-ketir dibuat cowok itu, yang akan menyalip dan menyusul dirinya.

"Mampus gue! Cepet banget ngejernya," panik Nasya di atas sepedanya. Ia tak henti-henti menatap ke belakang untuk melihat Fathan yang semakin mengikis jarak di antara mereka.

Dengan kekuatannya yang tersisa sekarang, Nasya kembali mengayuh sepedanya lebih kencang dari sebelumnya, meninggalkan Fathan di belakang yang sudah geram melihat aksi gadis itu.

Laju larinya ia percepat lagi agar bisa kembali menyusul Nasya bersama sepedanya yang sudah melaju kencang di depan sana. Semakin semangat mengejar gadis mungil nan licik itu.

"Nasya!"

Fathan tersentak kaget ketika dilihatnya ada batu besar tepat di depan gadis itu. Sementara cewek itu masih melihat ke arahnya tanpa fokus jalanan di hadapannya.

"Sya! Berhenti!"

Fathan terlonjak dan kembali memaksimalkan laju larinya dengan sekuat tenaga ketika sepeda yang dinaiki gadis itu oleng akibat roda sepedanya menabrak batu besar di jalan.

Nasya tampak panik sendiri dan hal itu semakin membuat cowok itu ikut panik ditempatnya berlari.

"Rem-nya, Sya!"

Mendapat perintah dari arah belakang, cewek itu segera mengerem dengan spontan. Namun, tindakannya yang secara tiba-tiba membuatnya semakin oleng di tempat dan tak dapat dikendalikan olehnya.

"Fathan!"

Bugh.

"Aw! Shh."

Matanya terpejam kuat guna menormalkan kembali kepalanya yang terasa sangat pening karena sebuah benturan di pelipisnya dan menghasilkan denyutan di area tersebut.

Ah, ia membentur apa?

Dengan perlahan, tangannya meraba tempat ia bersandar saat ini. Apa ini? Di benaknya bertanya-tanya, apa benda yang terasa empuk namun terasa keras di waktu bersamaan? Memberanikan diri, tangannya naik ke atas masih dengan mata terpejam erat. Firasatnya memburuk ketika menyentuh sesuatu seperti ... leher? Dagu seseorang?!

Dengan cepat ia membuka matanya lalu mendongak demi bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang merengkuhnya?

Nasya terpaku.

Terpaku pada sosok yang memiliki mata tajam sebagai ciri khasnya. Tatapan itu seperti menunjukkan kekhawatiran yang kentara sekali. Tatapan itu dibuat hanya untuk dirinya? Tatapan lembut yang belum pernah pria itu berikan padanya, membuat gadis itu merasakan gemuruh di perutnya.

Lesung pipi yang biasa menghiasi di kedua pipinya, tak cowok itu keluarkan. Pancaran mata itu seolah menghipnotisnya di tempat. Tajam dan lembut.

Tanpa di sangka lesung pipi cowok-yang kini sedang menahan stang sepeda dan juga menahan dirinya itu-terbit di kedua pipi yang ia sentuh saat ini.

Ah! Sial!

Tangannya masih menyentuh lelaki itu tanpa ia sadari!

Ia tersadar dengan posisinya yang bersandar pada dada bidang milik Fathan, spontan mendorong dada cowok itu hingga membuat Fathan mundur beberapa langkah. Dan tanpa disangka, justru tindakan itu malah membuat dirinya berada dalam bahaya.

Brak.

Benarkan apa katanya?

Ia terjatuh.

"Ah sakitt ...," rengeknya ketika sepeda milik Fathan kini menindih kaki putih itu.

Fathan tersentak melotot pada Nasya yang kini sudah tak berdaya di tempat. Rasanya ingin menyemburkan tawa, namun ia tak tega.

Cowok itu mendekati Nasya sembari menahan tawa lalu berjongkok di tempat gadis itu. "Gimana? Sakit?"

Nasya menatap Fathan dengan mata berkaca-kaca. Ia sangat lelah dan malah berakhir dengan jatuh tragis seperti ini, di tambah lututnya perih menyentuh aspal.

"Elo sih!" runtuk Nasya sembari memukul keras bahu Fathan.

Sementara cowok itu hanya meringis pelan menanggapinya. Ia menghiraukan rengekan Nasya lalu membantu cewek itu untuk bangun dari posisinya.

Fatha mendirikan kembali sepedanya yang tadi terjatuh bersama gadis cengeng itu. "Rusak dah nih sepeda gue," celetuk Fathan.

Nasya berdecak kesal. "Itu juga 'kan gara-gara lo yang mulai duluan! Suruh siapa tadi ninggalin gue juga pake sepeda? Dikira nggak cape?" sentak Nasya.

Fathan terkekeh kecil. "Bales dendaman banget lo," jeda sebentar. "Yaudah cepetan naik!" perintah cowok itu yang kini sudah menaiki sepeda miliknya.

"Naik? Di manaa?" rengek Nasya sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya.

Pasalnya ia bingung akan posisinya yang akan bonceng di mana. Ia tidak mau bila bonceng di belakang dengan kaki yang menyangga pada tumpuan di samping sepeda. Karena itu hanya akan membuatnya akan lebih merasa lelah.

Sementara untuk duduk di boncengan depan-

"Ck. Manja banget lo," jedanya. "di sini, elah." Cowok itu menunjuk bencongan sepeda yang berada di depannya dengan dagu.

"Mau modus, ya lo?!"

Fathan memutar bola matanya malas. Gadis di hadapannya jika sudah manja seperti ini, sangatlah menyusahkan dan juga menggemaskan di satu waktu.

"Ngapain gue modus sama lo? Masih banyak cewek cantik yang mau gue modusin."

Nasya berdecih sinis.

"Yaudah cepetan!"

Dengan ogah-ogahan, Nasya menghampiri Fathan lalu duduk menyamping di atas sepeda hitam ini. Cukup sulit untuknya untuk manaiki sepeda itu, namun Fathan membantunya dan ia tak kesulitan akan itu.

Nasya menolehkan kepalanya dan menemukan lelaki berlesung pipi itu yang sedang menatapnya dalam. Ah. Mata itu mengapa hari ini berhasil mengalihkan perhatiannya? Mengambil alih fokus mata coklatnya pada mata pria ini? Mata tajam itu seolah tak henti melempar kelembutan yang ada.

Senyum itu terpancar lagi disertai munculnya lesung yang berada di pipi cowok itu, sangat manis. Perasaan hangat menjalar di dada. Desiran aneh itu hadir. Ia lagi dan lagi terpana dengan mata tajam yang selalu menatapnya jahil, tak lupa lubang pada pipi yang menghiasi wajah lelaki itu.

Dentuman aneh terasa bak drum yang ditabuh. Sengatan aneh yang ia sendiri tak tahu datangnya dari mana itu menggetarkannya. Dirinya seperti tersetrum listrik tepat di jantung. Meronta-ronta seolah ingin keluar dari tempat.

Semua terasa tiba-tiba dan mendadak, tetapi ini sangat menyenangkan ketika dirasa ada yang menggelitikinya di dalam perut.

"Woy! Malah liatin muka gue, terpana, hm?" tanya Fathan jahil.

Nasya mengerjapkan matanya. Lalu berdeham pelan. "E-elo yang liatin gue duluan!" cetusnya. Kenapa gue jadi gugup gini sih?

"Halah segala mau ngelak, udah ngaku aja napa," ejek Fathan.

Nasya berdesis sinis. "Bodo amat ah. Cepetan jalan, Fathan!"

"Ngapain jalan? 'Kan naik sepeda."

Memutar bola matanya malas mendengar celetukan Fathan. "Ayok berangkatt!" pekik Nasya.

"Berangkat ke mana? KUA?" tawarnya.

Nasya berdecak. "FATHAN!"

...

Tbc.

Ada yang nunggu?

Nasya kenapa?

Ada yang udah cek ig mereka? Kuy follow mereka, jangan lupa follow wp dan ig aku jga, ya wkkwk.

@denurhalimah_

Bye. Salam genit dari Fathan!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro