43 - Bersalah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Haii. Aku punya game, nih!

SAAT KALIAN BACA PART INI, KALIAN HARUS :

1. Komen setiap part yang menurut kalian berkesan, entah itu seneng atau sedih.

2. Screenshot bagian yang kalian suka lalu post di instastory
kalian dan jgn lupa tag aku @denurhalimah_ Gak ketinggalan sama tokoh2 kecintaan kalian @nasya.beloved_ @fathan.beloved_ dan @aldi.beloved_

...

Btw, ada yg aneh sma ig mereka. Skrg aku gk bisa buka dn handle ig mereka, gatau knp. Tiba2 keapus aja gtu. Ada yg tau knp?

*****

"Aku jadi ragu. Cintamu itu sedalam laut atau hanya sebatas mulut?"

*****

Nasya tersenyum cerah begitu tau Tim Olim-nya berencana untuk mengadakan acara kecil-kecilan guna mengapresiasi perjuangan mereka hingga maju ke babak final.

Nasya, Aldi, Fathan, dan Tiara mengadakan acara bertema barbeque garden di rumah Fathan. Acara ini tidak hanya untuk mereka berempat, karena nyatanya mereka akan merayakan bersama Deon, Bianca, dan juga Gilang.

Senyum gadis itu bertambah mengembang ketika tau siapa yang menjemputnya.

Aldi.

Rasanya Nasya ingin menjerit di tempat sekarang juga ketika Aldi begitu tampan dengan setelan simplenya. Kaos oblong putih yang dilapisi jaket abu, yang membuatnya tampak kasual dan tampan.

Ah sejak kapan Aldi tidak tampan dalam tatapnya? Bahkan hanya menggunakan kaos oblong saja, Aldi mampu mengikat kaum hawa di perkarangan rumahnya.

"Kamu cantik."

Pujian singkat, tetapi mampu membuat gadis itu menerbitkan lengkungan indah di bibirnya. Nasya menoleh ke arah Aldi yang berada di kemudi sembari tersenyum manis menatapnya, menampilkan lesung pipinya.

Tanpa bisa dicegah, semburat merah muda menghiasi pipi Nasya. Ia mengulum senyum lalu duduk tegak—berusaha menetralkan wajah semunya dan bersikap santai.

Nasya mendongak menatap Aldi, matanya menyimpit penuh intimidasi pada cowok di sampingnya. "Kenapa makin hari makin lancar aja gombalnya?"

Ditatap demikian oleh kekasihnya, membuat Aldi tertawa geli. Dibuat gemas dengan wajah Nasya yang terlihat lucu kala menyimpitkan matanya.

Aldi masih terkekeh lalu mengacak rambut Nasya. "Lucunya, pacar siapa sih?" Tangannya turun mencubit pelan pipi Nasya.

Gadis itu berdesis sinis lalu telunjuknya ditaruh di lesung pipi milik Aldi yang kini terlihat sebab cowok itu tengah tersenyum lebar.

"Gantengnya, pacar siapa ini?" goda Nasya balik membalas.

Aldi kembali tergelak di tempat. Ia tak pernah berpikir dengan balasan yang akan Nasya berikan. Terlebih cara ucapan gadis itu yang lucu membuatnya tak bisa menghentikan tawa gelinya.

Sungguh, ia begitu mencintai gadis di sampingnya kini. Nasya berhasil mengambil hatinya dengan mudah. Gadis itu datang dengan tingkah lugunya yang mampu membuat sosok mantan wakil ketua OSIS tak dapat mengalihkan perhatiannya, selain Nasya.

Nasya begitu berarti baginya.

*****

"Mengapa aku begini?

Hilang berani dekat denganmu.

Ingin 'ku memilikimu.

Tapi aku tak tahu.

Bagaimana caranya?"

Suara seseorang mengalun merdu, menyanyikan lagu Budi Doremi-Tolong. Suara itu berasal dari seseorang yang berada di seberang sana. Bersamaan dengan petikan gitar yang ikut mengiringi alunan suaranya.

Nasya menatap Fathan dan Tiara yang berada di depannya—dengan tatapan datar.

Fathan dan Tiara tampak menikmati lagu yang dibawakan Fathan. Cowok itu bernyanyi dengan suaranya yang merdu, sesekali menatap Tiara yang berada di sebelahnya.

"Tolong katakan pada dirinya."

Fathan menatap Tiara sembari menggoyangkan tubuh ke kanan dan kiri, seolah menikmati lirik lagu.

"Lagu ini kutuliskan untuknya."

Matanya beralih memandang Nasya yang juga sedang menatapnya. Ia tersenyum genit membalas tatapan tak terbaca Nasya.

"Namanya selalu kusebut dalam doa."

Ia semakin menatap dalam mata coklat milik Nasya, seolah liriknya sangat pas untuk gadis di depannya.

"Sampai aku mampu ...."

Matanya kini beralih perlahan ke arah Tiara yang ikut tersenyum menatapnya.

"Ucap ...."

Fathan melirik Nasya lewat ujung matanya tepat di mata gadis itu dengan posisi kepala masih menoleh ke arah Tiara. "... maukah denganku?"

"Yey!" Tepukan tangan ringan Tiara terdengar setelah Fathan usai bernyanyi. Gadis cantik itu terlihat manis dengan setelan kaos putih yang dipadukan rok jeans berwarna pink.

Nasya diam tak bereaksi apa-apa ketika Fathan mengakhiri lirik dengan satu kedipan genit ke arahnya.

Gadis itu sempat menahan napas dengan jantung berdegup kencang. Entah apa maksud tatapan itu dan juga lirik yang cowok itu nyanyikan.

Sepanjang reff lagu, mata Fathan tak lepas darinya. Seolah sedang berbicara dengannya lewat lirik lagu. Hingga membuat gadis itu tak karuan di tempatnya kini.

Meski terlihat datar, tetapi tak menutup kemungkinan di dalam sana jantungnya berdegup kencang melihat tatapan dalam Fathan.

"Sya."

Nasya terkesiap ketika Aldi memanggilnya saat lelaki itu turun dari tangga menghampirinya.

Lelaki itu turun tampak tergesa lalu setelah berhasil berdiri di samping Nasya yang menduduki sofa ruang tamu, Aldi mengelus pelan puncak kepalanya.

"Aku ke rumah Amel dulu, ya, sebentar. Kamu di sini sama Fathan. Tiara juga ada, nanti yang lain sebentar lagi dateng. Jadi kamu nggak sendirian," bisiknya pelan.

Baru ingin membuka mulutnya untuk membalas perkataan Aldi, tetapi cowok itu sudah berlari keluar menuju pintu utama.

"Gue pamit bentar, ya! Acaranya lo mulai duluan juga nggak apa-apa. Nggak usah nungguin gue!" teriak Aldi dari pintu pada Fathan yang terbengong di tempat.

Sementara Nasya hanya mampu diam, menatap nanar punggung tegap cowok itu yang sudah di telan pintu utama.

Gejolak dirinya tak terima ketika Aldi, lagi dan lagi menemui Amel ketika sedang bersamanya. Apa tidak adakah waktu spesial untuknya bagi cowok itu?

Ataukah ia tak sepenting itu?

Nasya mendengar deru mesin mobil Aldi yang meninggalkan perkarangan rumah. Setelahnya ia tersenyum miris sembari memainkan jemari. Perasaannya sulit dideskripsikan saat ini.

Terlalu sakit untuk ia rasakan.

"HEI, EPRIBADEH! DEON GANS KAMBEK EGEN!"

Nasya tersentak ketika suara memekakan khas Deon terdengar di segala penjuru ruangan. Lelaki itu datang bersama Gilang dan Bianca di belakangnya.

Mereka tadi memang menunggu kedatangan Bianca, Deon, dan Gilang tiba—yang membeli bahan-bahan di minimarket sekaligus Deon menjemput Bianca dan Gilang.

"Berisik!" pekik Bianca sinis sembari menampol keras kepala Deon dari belakang.

"Aw! Mantap!" kekeh Gilang. "Mulut lo nggak pernah bener sih," desisnya ikut menampol Deon dari belakang lalu duduk di dekat Fathan.

"Anjir! Sadis lo berdua," runtuk Deon kesal pada Bianca dan Gilang.

Nasya tersenyum kecil melihat perdebatan mereka yang tiada habisnya. Meski begitu, suasana di sini menjadi cair setelah melewati keterdiaman yang melanda—sejak Aldi keluar dari ruangan ini.

"Yaampun, udah pada ngumpul semua? Ini Tante bawa beberapa camilan kue sama minuman untuk kalian. Di makan sampai abis, ya. Jangan disisain!" ancam Najla terkekeh kecil.

Dengan semangat empat lima Deon dan Gilang langsung menyerbu kue coklat buatan Mama Fathan yang begitu lezat dan menggugah rasa.

Bianca memakan kuenya habis lalu menatap Nasya yang hanya diam di sampingnya sembari memainkan acak ponsel gadis itu.

"Kak Aldi mau kemana, Sya?" tanyanya iseng lalu mengambil kue coklat selanjutnya, karena tadi ia sempat berpapasan dengan Aldi di teras depan.

Nasya menoleh menatap Bianca sebentar, lalu kembali berpusat pada ponselnya. "Pergi."

"Ke mana—"

"GUYS KITA LANGSUNG KE TAMAN BELAKANG AJA, KUY!"

Teriakan Fathan mengalihkan atensi seluruh orang di ruangan ini lalu dengan cepat mereka berlari ke belakang rumah Fathan.

Dalam hati Nasya berterima kasih pada Fathan yang menginstrupsi mereka dengan tepat dan cepat, hingga membuatnya tak lagi melanjutkan perbincangannya bersama Bianca.

Yah, walaupun begitu, yang namanya Bianca tetaplah Bianca. Si kepo yang selalu berhasil meraih tuntas keingintahuannya terhadap sesuatu.

*****

Acara perayaan kecil-kecilan yang dilaksanakan di belakang rumah Fathan dengan tema barbeque telah selesai.

Acara berlangsung dengan diiringi musik dan bernyanyi bersama. Beberapa lagu, band mereka sumbangkan saat acara dimulai.

Bukan hanya group bandnya saja yang menyumbangkan lagu saat itu, siapapun boleh berpartisipasi menarik suaranya di halaman belakang Fathan.

Termasuk Deon yang begitu cempreng menyanyikan lagu 'Hati Tersakiti'. Yah, mungkin passion cowok itu hanya menjadi drummer.

*****

Fathan berjalan cepat menuju ke dalam rumahnya dengan emosi yang sudah di puncak—setelah pulang mengantar Nasya. Dadanya bergemuruh akibat terlalu lama memendam amarah.

Brak!

"Brengsek lo!"

Tiba-tiba saja Fathan menendang keras pintu kamar Aldi yang tertutup rapat hingga menyebabkan pintu itu terbuka lebar—menampilkan sosok Aldi terheran-heran melihatnya yang tersulut api.

Fathan berjalan cepat ke arah Aldi yang masih duduk di pinggir ranjang lalu menarik kerah cowok itu paksa agar berdiri.

Bugh!

"Kurang ajar lo!" teriak Fathan marah setelah melayangkan bogeman mentah tepat di dagu Aldi hingga membuat pria itu tersungkur di lantai kamarnya.

Emosi cowok itu sudah tak dapat dibendung lagi mengingat selama ini apa yang selalu dilakukan Aldi pada kekasihnya sendiri.

Beruntung di rumah ini hanya ada mereka berdua, sebab Mama dan Papa mereka sedang menghadiri acara bisnis. Sementara asisten keluarga mereka sudah pulang karena jam kerja telah usai.

"Maksud lo apa?" tanya Aldi berani menatap Fathan nyalang, mengabaikan darah yang keluar dari sudut bibirnya.

Kejadiannya begitu cepat hingga tak sempat untuk Aldi menghindari pukulan Fathan yang diarahkan padanya. Ia barusaja sampai di rumah ketika tiba-tiba saja Fathan menampir pipinya.

Fathan tertawa sinis. "Lo masih tanya? Lo nggak mikir perasaan Nasya pas lo ninggalin dia? Dia dateng sama lo! Lo juga harusnya yang nganterin dia pulang!" ujarnya murka.

Aldi terdiam menatap Fathan.

Fathan yang melihat reaksi Aldi yang hanya diam tanpa mau membalas, terkekeh hambar. "Lo gila! Kenapa lo selalu ninggalin dia dengan alasan yang sama? Lo kenapa nggak ngotak?" Telunjuknya terangkat menyentuh pelipisnya berulang kali, seolah sedang mempertegas ucapannya.

"Gunain otak pinter lo untuk masalah ini. Nasya selalu ngalah buat lo yang selalu mentingin Amel. Bahkan lo nggak ngerasa khawatir sedikitpun sama dia! Lo bahkan nggak tau 'kan dia hampir ketabrak?"

Aldi mengangkat wajah terkejut mendengar ucapan sinis Fathan. "G-gue—"

Fathan tertawa mengejek. "See? Lo terlalu sibuk sama Amel. Sampe lo lupa kalo pacar lo sendiri, lo acuhin. Jelas lo nggak tau masalah ini. Lo nggak peduli sama dia! Yang lo pentingin selama ini cuma Amel! Sementara Nasya? Lo anggap posisi dia cuma figuran. Lalu Amel? Lo anggap peran utama!"

Aldi mengepalkan tangannya, ikut tersulut emosi menatap Fathan dengan pandangan marah tak terima apa yang diucapkan cowok itu.

"Amel lagi butuh gue!" ujarnya penuh penekanan menatap Fathan tajam.

"Terus lo lupain Nasya? Lo abaiin kehadiharan dia dengan pergi nemuin Amel?" Fathan menatap Aldi tak percaya, mengusap wajahnya kasar. "AMEL MASIH ADA BOKAPNYA BUAT NGURUS DIA! JADI LO NGGAK USAH SOK JADI PAHLAWAN."

Aldi tergelak menggeram. "Nasya juga punya temen kek lo semua yang bisa jagain dia tanpa adanya gue! Bokap Amel sibuk sama kerjaan, dia nggak selalu nemenin Amel!" Berusaha untuk terus mengontrol emosinya agar tidak meledak.

Fathan terkekeh hambar mendengarnya. "Tapi lo sama sekali nggak khawatirin cewek lo sendiri, bahkan kejadian Nasya pengen ketabrak aja tepat di depan mata lo."

Aldi tergelak di tempat.

"Gue jadi ragu, cinta lo sebenernya untuk siapa?" tanya Fathan tajam penuh intimidasi.

Aldi terdiam di tempat, tidak mengubah posisinya sejak Fathan memukul cowok itu tadi.

Fathan berdecih melihat Aldi yang tercenung tanpa menatapnya. Dengan muak, ia pergi usai menendang keras pintu kamar Aldi.

Emosinya kali ini benar-benar meledak saat itu juga. Dirinya tak tahan untuk terus menatap Nasya yang selalu terlihat sedih ketika Aldi lebih memilih Amel.

Menghembuskan napas kasar, Fathan membanting tubuhnya di atas ranjang. Menyimpan lengannya menutupi kedua matanya yang terpejam.

Rasanya sakit ketika melihat gadis itu terlihat murung. Tidak pernah ia sangka sebelumnya, Aldi sama sekali tidak mengetahui gadis itu hampir tertabrak.

Sebenarnya Fathan mengetahui apa yang membuat Nasya tak fokus menyebrang dan juga menangis di jalan sembari memeluknya kala itu. Semua karena gadis itu melihat Aldi dan Amel yang sedang bersama.

Ya, Fathan menyadarinya, juga mengetahuinya. Cukup sakit hatinya ketika melihat gadis yang dicintainya—menangisi seseorang yang dicintai gadis itu.

Argh!

Fathan menggeram rendah kesal dengan dirinya sendiri yang masih peduli dengan seseorang yang jelas-jelas cintanya bukan untuk dirinya.

Sementara di kamar sebelahnya, tampak Aldi mengusap kasar darah yang mengalir di bibirnya, meringis pelan. Pukulan Fathan tak pernah gagal mengingat cowok itu telah menyandang sabuk hitam.

Hatinya kembali mencelos bersalah ketika tanpa sadar ucapan Fathan terngiang kembali dalam otaknya.

Gue jadi ragu, cinta lo sebenernya untuk siapa?

Aldi memejamkan matanya dengan tajam terkepal erat. Merutuki dirinya sendiri yang tak sempat mengabari gadisnya yang sekarang entah sedang apa.

Aldi memukul keras lantai kamarnya dengan posisi duduk hingga menyebabkan buku-buku jarinya memerah. "Argh! Sial!"

*****

Di lain tempat, Nasya menghela napasnya lelah. Tatapannya tertuju pada bingkai foto kecil yang terdapat di ujung nakas.

Fotonya bersama Aldi saat mereka datang ke Dufan kala itu.

Gadis itu tersenyum kecil, menatap nanar foto yang penuh kebahagiaan pada masanya. Menggeser duduknya lalu mengusap pelan sosok pria di dalam sana.

Mungkinkah cinta yang selama ini ada akan hilang begitu saja?

Siapa yang mampu bertahan bila terus begini?

*****

Amel tersenyum sinis menatap nyalang foto seorang gadis yang berada di tangan kirinya. Sementara tangan lainnya membawa cutter kesayangannya.

Sesekali senyum mengerikan itu pudar tergantikan dengan tatapan sendu kala melihat sosok lelaki yang dicintainya berada di samping gadis di dalam foto itu. Tampak cairan bening bertumpuk di pelupuk matanya.

"Nyokap lo udah ngambil semua kebahagiaan yang gue milikin. Apa sekarang gue juga ambil kebahagiaan lo secara perlahan?"

Gadis itu terkekeh tajam, ia kini terlihat bukan Amel yang manis di luaran sana. Ditaruhnya kembali foto digenggamannya ke atas kasur.

Ia mengarahkan cutter ke arah wajah gadis di dalam foto. Menggores ringan ujung cutter yang tajam hingga membentuk coretan silang tepat pada wajah gadis dalam foto.

Tidak, ia hanya menggores fotonya, bukan memotongnya. Ya, hanya menggoresnya ringan hingga terlihat sedikit guratan samar di sana.

Amel tersenyum miring menatapnya.

Ini baru permulaan, Nasya.

...

Haihai! Up di malam Minggu menemani para jumblu-jumbluu!

Maaf terlula lama updatenya hihi.

Dhlh mengcapek. Ngoceh gni gk diapresiasi😭kuy voment yuk! Biar aku nambah semangat nulisnya!❤️

Satu kata untu part ini?? =>

Kenalin ini Amel🤗 gpp, Amel baik kokk

Kuylah. Bye!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro