11. Coba Lagi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Loh, kok Mas Sean ngerjain tugasnya di sini? Kenapa nggak di dalam aja, Mas?" tanya seseorang yang membuat Sean langsung mengangkat wajahnya.

Pria itu pikir, Deli yang bertanya, tetapi setelah tau kenyataannya. Sean tersenyum kecut sembari menjawab. "Nggak pa-pa kok, Ra. Saya lagi pengen di sini aja."

Tatapan Sean beralih ke arah Deli yang tengah terdiam di sisi Ara. Perasaannya sedikit gundah saat perempuan itu enggan untuk sekedar menyapanya.

"Oh gitu, ya udah. Saya masuk dulu ya, Mas."

"Iya, silakan."

Saat sore tiba, Deli dan Ara yang sudah siap pergi ke balai desa dikejutkan dengan kedatangan Sean yang juga ingin ikut bersama mereka.

"Mas beneran mau ikut? Nanti capek loh," ucap Ara memastikan apa yang Sean inginkan.

"Iya, saya beneran."

Ara kemudian menoleh, menatap Deli yang langsung mengangkat kedua bahunya. Perempuan itu terlampau malas untuk berbicara dan hanya menanggapi seadanya.

"Ya udah kalau gitu. Yuk, kita pergi ke balai desa."

Saat Sean, Deli dan Ara mulai melangkah, tiba-tiba terdengar suara dari belakang mereka. "Del, Ra, tungguin."

Ketiga orang itu spontan membalik tubuh mereka dan mendapati Ares tengah berlari ke arah mereka. "Kamu kenapa, Res?" tanya Deli yang langsung membuat Sean menoleh ke arahnya.

Desahan pelan keluar dari mulut Sean setelah mendengar percakapan antara Deli dan Ares. Kalau sama Ares mau bicara, kalau sama aku enggak!

Sean menggerutu di dalam hati sembari menatap cemburu ke arah Ares. Walau menurutnya Ares tidak bisa melawannya, tetapi ada ketakutan di benak Sean jika Deli bersama dengan pria itu.

"Aku mau ikut sama kalian," ucap Ares sembari memperbaiki alunan napasnya.

"Kami mau ke balai desa loh, kamu beneran mau ikut?"

"Iya, bener."

Deli dan Ara kembali bertatapan setelah mendengar ucapan Ares. Setelah menyamakan pikiran, keduanya menganggukkan kepala. "Ya udah, kalau mau ikut. Yuk buruan. Nanti kita telat lagi."

Sesampai di balai desa, mereka langsung mendengarkan penjelasan kepala desa mengenai acara nanti. Ada beberapa hal yang kemudian menjadi fokus mereka yaitu acara makan malam dan pentas seni.

"Karena waktu kita sudah tidak banyak lagi, saya mau membagi tugas dan berharap agar kalian bisa mengerjakan tugas masing-masing dengan baik."

"Siap, Pak."

Satu persatu nama dipanggil dan langsung diberi tugas. Ada banyak warga yang ikut serta dalam kegiatan tersebut, terutama para prianya. Hanya beberapa wanita yang ikut serta itupun mereka yang masih muda dan seusia dengan Deli.

Setelah selesai pembagian tugas, kepala desa menatap ke arah Deli dan relawan lain duduk. "Karena kalian bukan warga sini, saya memberi kelonggaran untuk kalian memilih mau melakukan tugas yang mana."

Diberi pilihan oleh kepala desa, membuat ketiga relawan tersebut bingung. Mereka saling bertukar tatapan seakan meminta saran.

Sean yang paham dengan sikap diam para relawan kemudian mengangkat suaranya. "Sebelumnya, terima kasih atas kesempatannya, Pak. Tetapi, sepertinya teman-teman relawan sedikit bingung dan mungkin bapak bisa memberi arahan atau juga langsung memberi tugas pada kami."

"Begitu ya?" Kepala desa terlihat berpikir sejenak sembari melirik para relawan terutama Sean. "Begini saja, saya mau kalian ikut tampil di acara nanti."

"Tampil?" Sean cukup terkejut dengan ucapan kepala desa. Mereka berniat membantu, tetapi bukan untuk menjadi penampil di acara tersebut.

"Iya, saat pentas seni ada beberapa pertunjukan yang ditampilkan termasuk tari berpasangan. Kalian bisa belajar nari dan tampil saat acara nanti. Bagaimana?"

Keempat orang tersebut tidak menyangka dengan keinginan kepala desa agar mereka tampil pada acara nanti. Niat ingin membantu mereka pupus sudah.

"Saya tau, kalian cukup sibuk sekarang dan saya rasa belajar nari tidak masalah. Kalian bisa belajar setelah tugas kalian selesai. Sore atau malam. Nanti saya kasih tau pelatihnya untuk mengajar kalian."

Semakin dipikir-pikir, keputusannya mereka untuk menerima keinginan kepala desa adalah keputusan yang salah. Deli sudah menggerutu kesal kepada yang lain karena sebelumnya tidak pernah menari.

"Kalian beneran mau nari?" tanya Deli sembari berjalan mundur, menatap ketiga orang yang ada di depannya.

"Jalan yang bener, nanti kamu jatuh." Peringatan Sean membuat Deli berdecih pelan. Sembari memperbaiki posisinya, perempuan itu menyamakan langkahnya dengan Ara dan yang lain.

"Kalau aku sih nggak masalah, lagian seru juga kalau aku bisa nari setelah pulang dari sini," jawab Ara dengan santai.

"Tapi kan kita mau ngebantu mereka," balas Deli seakan menggiring pikiran Ara agar sama seperti dirinya.

"Ini juga kita lagi bantu mereka, Del. Bantu agar acara mereka berjalan lancar."

Deli menghela napas kesal mendengar ucapan Ara. "Ya udah deh, terserah kamu."

Deli mempercepat langkah kakinya agar dapat sampai ke rumah lebih dahulu. Sesampai di rumah, dia langsung masuk dan meninggalkan ketiga orang yang bersamanya tadi.

Sean menatap punggung Deli dengan perasaan yang resah, lalu beralih menatap Ara yang terlihat sedikit bersalah. "Nggak usah didengerin ya omongan Deli. Dia kayanya lagi nggak mood."

Menanggapi ucapan Sean, Ara tersenyum tipis sembari menatap pria yang berdiri di sisinya tersebut. "Iya, Mas. Nggak pa-pa kok."

Ares yang berdiri di antara Sean dan Ara, terlihat memperhatikan kedua orang itu secara saksama. Mata Ara yang berbinar jelas mengartikan jika dia memiliki perasaan pada Sean. Bagus deh kalau Ara suka Mas Sean. Berarti aku lebih gampang buat deketin Deli.

"Saya balik duluan ya, Ra, Mas Sean." Suara Ares memecah keheningan di antara mereka. Pria itu meninggalkan Sean dan Ara begitu saja setelah pamit.

"Saya juga mau masuk duluan ya, Mas," ucap Ara setelahnya dan Sean mengangguk pelan.

Karena hanya tersisa sendiri, Sean memperlambat langkahnya sembari menatap sekitar. Pikirannya kemudian beralih pada kegiatan yang dia dan relawan lain belum kerjakan. Kayanya aku harus ngebut nih ngerjainnya. Kalau enggak semuanya bakal hancur.

Sudah kewajiban Sean untuk membuat kegiatan relawan tersebut berjalan dengan lancar. Itulah yang selalu Sean pikirkan dan menjadi alasan utama yang membuatnya sering sakit kepala.

Sesampai di rumah, Sean mengambil obat yang ada di tasnya dan bergegas ke dapur untuk mengambil air. Saat itu dia bertemu dengan Deli yang tak sengaja menabraknya hingga obat yang dia pegang jatuh.

"Eh, maaf saya nggak sengaja," ucap Deli sembari berlutut mengambil obat milik Sean yang masih terbungkus rapi. Obat sakit kepala?

Deli mengangkat wajahnya agar bisa menatap Sean. "Mas lagi sakit?" tanyanya dengan wajah khawatir.

Sean tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Deli. Dia tidak menyangka jika perempuan itu akan peduli padanya.

Setelah paham, Deli bergegas mengambil air minum dan memberinya kepada Sean. "Diminum, Mas."

Sean menerima segelas air putih itu dengan senang hati dan meminumnya bersama obat yang Deli jatuhkan tadi. Setelahnya mereka terlihat canggung dan perlahan tangan Sean terangkat untuk menggenggam tangan Deli.

"Del, aku mau jelasin masalah kemarin," ucap Sean yang membuat raut wajah Deli berubah kecut. Perempuan itu berusaha melepas tangannya, tetapi terus ditahan oleh Sean. "Mereka yang mau bicara santai sama aku, aku nggak pernah minta mereka lakuin itu."

Mendengar penjelasan Sean, Deli menoleh menatapnya seakan meminta penjelasan lebih. "Cuman sama kamu, aku mau bicara santai seperti ini."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro