9. Menjauh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semenjak ucapan Sean yang aneh waktu itu, Deli berusaha untuk menjauhinya. Bukan karena dia tidak menyukai Sean atau malah membenci pria, tetapi setiap kali Deli berdekatan dengan Sean, perasaannya menjadi campur aduk dan Deli tidak menyukai itu.

Rapat yang biasanya diadakan setiap malam, harus ditiadakan karena Sean dan relawan lainnya mendapat sebuah undangan tahlilan di sebuah rumah warga.

Tepat pukul delapan malam, Sean dan teman-teman relawan pria sudah siap di depan rumah. Mereka tengah menunggu para wanita keluar dan selesai bersiap-siap.

"Lama banget sih," keluh Wahyu dengan wajah kesal.

Berbeda dengan Wahyu, Ares langsung meneriaki teman-teman perempuannya dari luar rumah. "Woy, buruan. Jam berapa nih! Nanti telat!"

Mendengar teriakan Ares, beberapa teman perempuannya keluar. Termasuk Deli yang sudah berpakaian rapi juga memakai jilbab, hasil meminjam milik Ara. "Maaf, maaf."

Melihat sosok Deli yang begitu berbeda. Sean terdiam, memaku. Dia benar-benar terkejut dengan perubahan Deli. Biasanya, perempuan itu terlihat urak-urakan. Namun kini, Deli begitu cantik juga anggun.

"Kenapa kalian pada diem?" tanya Deli dengan dahi mengerut. Dia masih menunggu Ara selesai memakai jilbab walau tak tau sampai kapan.

Menanggapi Deli, Sean mencoba untuk mengalihkan pandangannya. Menatap arah lain dan menemukan Ares yang tengah menatap lurus ke depan.

Arah pandangan Ares, Sean susuri dan jelas, tatapan itu mengarah kepada Deli.

Tiba-tiba saja, perasaan Sean memburuk. Dia mencoba untuk menyangkal bahwa dirinya cemburu. Namun, tidak bisa.

"Yuk, buruan pergi."

Sean berjalan lebih dahulu dan mulai diikuti oleh para relawan lain. Untungnya mereka sudah berkumpul tanpa terkecuali.

Sesampai di rumah warga yang menyelenggarakan tahlilan, mereka harus berpisah. Para pria masuk ke dalam rumah melewati pintu depan yang sudah dipenuh dengan warga desa dan para perempuan masuk melalui pintu dapur guna membantu sang pemilik acara.

Setelah berdoa, Deli dan teman-temannya mulai melakukan tugasnya. Satu persatu piring berisi makanan mereka antar ke depan, tempat para pria duduk dan setelah semua selesai, mereka dapat makan dengan santai.

"Enak banget ya ayamnya," ucap Ara pada Deli setelah memakan ayam yang ada di piringnya. Sudah cukup lama mereka tidak makan sesuatu yang memiliki cita rasa tinggi seperti ini. Alasannya karena kebanyakan dari mereka tidak bisa memasak dan sinyal di Desa Dadak begitu susah sehingga mereka tidak bisa mencari informasi tentang cara memasak yang enak.

"Iya, udah lama banget ya kita nggak makan beginian," balas Deli setelah menghabiskan makanan di mulutnya.

Ara mengangguk pelan sebagai tanggapan. "Pokoknya setelah pulang dari sini, aku mau makan apapun yang enak. Yang nggak bisa aku makan di sini!"

Tak terasa, kegiatan relawan mereka sudah memasuki minggu ke dua. Deli sudah merasa rindu dengan rumahnya, makanan di luar dan segala hal lainnya. Namun, dia juga mendapat banyak pelajaran di Desa Dadak mulai dari sopan santun hingga hal kecil lainnya.

Setelah selesai makan, Deli mengajak Ara untuk membantunya mengangkat piring kotor. Keduanya ingin membantu sang pemilik acara sebelum pulang.

Sayangnya, hanya mereka berdua yang ingin membantu. Para perempuan lainnya malah langsung hilang entah kemana setelah selesai makan.

Sembari mencuci piring kotor, Deli dan Ara asyik berbincang. Karena hal itu, pekerjaan mereka selesai dengan cepat.

"Makasih ya, Nak. Sudah bantuin ibu cuci piring," ucap Ibu pemilik acara pada Deli dan Ara.

"Iya, Bu. Sama-sama. Kami juga berterima kasih, karena ibu dan keluarga sudah mau mengundang kami ke acara ibu," balas Deli dengan sopan. Dia tau bagaimana harus bersikap di depan orang yang lebih tua. Itulah kehebatan Deli yang membuat Ara cukup takjub di sisinya. "Ya udah, Bu. Kami balik dulu ya."

Ketika hendak pergi, teriakan ibu pemilik acara membuat kedua perempuan itu terdiam. "Eh, tunggu dulu, Nak."

Deli juga Ara berbalik arah dan kembali menatap ibu pemilik rumah dengan wajah kebingungan. "Kenapa, Bu?"

"Kalian tunggu di sini dulu ya. Ibu mau ambil sesuatu," jawab perempuan paruh baya itu sebelum akhirnya masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkan Deli yang langsung menatap Ara seakan meminta jawaban. Namun sayang, Ara pun sama seperti dirinya tidak mengetahui apa-apa.

Tak lama kemudian, Ibu pemilik acara datang dengan dua kresek bening di tangannya. Dapat Deli liat dari luar bahwa isi di dalam kresek itu adalah makanan yang mereka makan tadi. "Ini, Nak. Bawa ke rumah kalian ya. Cuman ini yang bisa ibu kasih ke kalian sebagai tanda terima kasih."

"Aduh, Bu. Nggak usah repot-repot. Kami ikhlas kok bantunya," tolak Deli dengan sopan.

Tangan ibu pemilik acara terus maju dan berusaha membuat kresek yang dia bawa berpindah ke tangan Deli. "Saya juga ikhlas kok ngasih ini, Nak. Tolong, diterima ya."

Deli menghela napas pelan setelah menatap wajah Ara yang berdiri di sisinya. Mau tak mau, kedua kresek tersebut harus mereka bawa. "Baik, Bu. Kami terima ya makanannya, sekali lagi kami berterima kasih atas undangan dan makanannya."

"Iya, Nak. Sama-sama."

Setelah berpamitan, Deli dan Ara beranjak dari rumah tersebut. Sembari berjalan, mereka berbicara dengan pelan tentang beberapa hal termasuk kegiatan mereka.

Sesampai di bagian depan rumah pemilik acara, mereka bertemu dengan Sean yang ternyata menunggu mereka.

"Loh, kok Mas masih di sini?" tanya Deli dengan dahi mengerut. Perlahan matanya melirik sekitar dan tidak menemukan sosok lain bersama pria itu. "Mas sendirian?"

Wajah Sean terlihat begitu menakutkan, datar, tanpa peduli ekspresi dan membuat Deli bertanya-tanya.

"Nggak usah banyak tanya. Ayo, kita balik."

Menanggapi sikap dingin Sean, Deli berusaha untuk menendang tubuh pria yang kini membelakanginya itu. Untungnya ada Ara yang menahan perempuan itu untuk melakukan tindakan aneh tersebut.

"Udah, sabar," ucap Ara pelan bahkan tak terdengar. Deli hanya mengetahuinya dari gerakan bibir perempuan tersebut.

Sesampai di rumah, Deli dan Ara segera pergi ke dapur guna memindahkan makanan yang dia bawa ke piring dan memasukkannya ke dalam lemari agar mereka bisa makan besok.

Setelah selesai, Deli berjalan menuju ruang tengah dimana Sean berada. Perempuan itu duduk sangat dekat dengan Sean yang tengah sibuk membaca sesuatu di bukunya.

Di tengah kegiatan Deli membuka jilbab, perempuan itu mendengar ada yang tengah berbicara dengan Sean. Suara orang itu adalah suara perempuan.

"Mas, aku masih kurang paham loh sama laporan ini," ucap orang itu yang Deli tak tau siapa karena posisinya tengah membelakangi Sean.

"Caranya begini, kamu pisahin keterangan dan fotonya. Kalau di samain kaya gini nggak bagus hasilnya," jawab Sean dengan pelan.

Mendengar interaksi kedua orang itu, dada Deli terasa sesak. Dia pikir, hanya dirinya yang Sean mau untuk berbicara informal. Namun ternyata, Sean juga melakukannya dengan perempuan lain.

Setelah jilbabnya terbuka, Deli segera pergi. Keluar dari rumah menuju teras.

Di depan rumah, Deli duduk dengan kaki bergoyang. Matanya menatap lurus ke depan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro