Bab 10:

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tatapan pria itu kosong, benar-benar seperti orang mati, hanya saja dia terus bergumam seperti orang gila dengan sesekali menyentuh, menyeramkan. Polisi datang ke sini, suara sirine berdengung dan sorot lampu merah biru menyala ke segala arah. Para polisi membopong pria itu ke dalam ambulan, tak jauh dari sana, 3 orang yang terdiri dengan isak tangis, mereka keluarga pria itu. Aku memerhatikan gerak gerik para polisi dan medis yang datang,jelas sekali mereka Intel BA.

"Zero memang berulah lagi," ujar Nabil yang datang ke sini setelah mendapat berita korban Zero berikutnya, begitupun kami. Nixie tidak bisa melacak keberadaan Zero, kami terpaksa harus melakukan cara manual, berkeliling kota.

"Apa misimu selesai?"

Wajahnya masam. "Entahlah, aneh aku tidak melihat the Others di sekitar sini."

"Aku juga tidak," akhirnya Nixie menyaut ucapan Nabil. "Rasanya seperti jalan buntu, atau seseorang sedang mempermainkan kita."

Nabil menyengakan dengan raut frustasi. "Aaa sial, aku tidak mau masuk ruang konsentrasi!" Dia mengacak-acak rambutnya sendiri.

Ruang konsentrasi, ruang untuk menghukum anak-anak BA yang melanggar aturan, termaksud gagal dalam Misi. Siapa yang masuk ke dalam, mereka tidak akan sama lagi jika keluar. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam sana, setiap melewati tempat itu, hanya ada teriakan yang terdengar.

"Kalau begitu mari kerja sama lagi," cetusku, Nixie dan Nabil menatapku. "Ini demi kebaikan kita, jadi aku berharap kalian akur." Aku mengelus pistol, dan memasukkannya ke saku sabuk khusus, beberapa peluru juga kuletakan di sana agar mundah tergapai.

Nixie mendengus keras. "Baiklah, ayo lakukan."

"Kalau Nixie setuju ayo lakukan." Nabil memaparkan senyum khasnya. "Jadi ... apa yang akan kita lakukan?"

Aku memeriksa jam dari HP, jam 11 malam, masih ada banyak waktu sebelum pagi. "Akan lebih mudah jika kita berpencar. Kota ini punya 3 jalur jalan utama, satu orang satu jalur. Lalu saat menemukan mininal the Others, beritahu saja ke kupu-kupu Nixie." para peliharaan Nixie berkerumun dekat tubuhku dan Nabil.

"Ini tidak akan berhasil dalam pencarian satu malam," decak Nabil.

Aku tersenyum, "Jika belum mencoba mana tahu. Dan lagi, kita tidak tahu makhluk seperti apa Zero itu." aku terdiam,melihat kepergian rombongan mobil polisi dan ambulan. "Kalau begitu ... berpencar!"

###

Gadis itu, saat ini dia dipanggil dengan sebutan Zero, nama yang diberikan oleh anak-anak berpakaian SMA dengan kekuatan aneh. Zero duduk di cafe, bukan- tapi atap cafe? tentu saja bersama pelanggannya, seseorang yang berfikir hidupnya menyedihkan. Kali ini pelanggannya adalah seorang wanita, demi meluapkan kesedihan dia menggores garis di lengannya.

"Jadi dia meninggalkanmu, lalu dengan cepat menggantikanmu. Padahal kau sudah berkorban semua ke dia, termaksud menyerahkan tubuhmu. Dia Pria yang gila," ujar Zero dengan sengiran dan sorot mata merah menyala.

"Aku ingin mengakhiri semuanya, aku lelah hidup sendiri. Orang hancur sepertiku tidak ada yang mau menerima," lirih Bella, nama wanita dengan pakaian pelayan itu.

"Neraka itu lebih menyakitkan dari dunia, kau tidak takut?"

"Setidaknya semuanya selesai, daripada harus mengulang kesedihan seperti ini berulang kali. Aku sudah lelah, muak, Kenapa terus seperti ini."

Zero melipat kertas origami merah menjadi berwarna merah. "Daripada ke neraka, aku bisa membawamu ke tempat serupa, hanya saja lebih indah. Tanpa kesedihan apalagi penderita." Bella menunjukkan ketertarikan dengan melihat ke Zero. Zero mengulurkan bangau merah yang ia buat dengan senyum yang sama. "Kau mau? Pergi ke tempat itu...."

Bella tanpa ragu menerima bangau origami merah yang diberikan Zero. "Aku mau," jawabnya. Tak perlu waktu lama, mata Bella langsung kosong, ekpresinya menjadi datar dengan mulut menganga. Tenaganya berkurang dengan cepat, Bahkan sampai tidak mau menahan posisi duduknya. Bella tergeletak di atap cafe dengan ekpresi datar dan tatapan kosong.

Corong dingin berbau misil tercium, Zero melinguk ke belakang, dia tersenyum padaku yang menyodorkan pistol tempat di belakang kepalanya. Awalnya ku fikir mereka hanya 2 orang biasa yang sedang curhat, siapa sangka akan berakhir seperti ini, tidak sia-sia aku mengawasinya. Senyum yang ia berikan lebih menyebalkan dari senyum Nabil. Apalagi sorot merah terang dari matanya, hampir seterang bulan purnama yang saat itu tepat berada di atasku.

"Apa kita pernah bertemu?" tanyanya dengan santai.

"Jangan bicara omong kosong. Kau sebentar lagi akan kembali ke neraka atas perbuatanmu." Aku melihat Bella- wanita yang dia buat tidak sadarkan diri, sama dengan pria itu. Tidak salah lagi, gadis ini Zero. Namun rasanya aneh, aku tidak merasakan jejak the Others dalam dirinya. Sama ketika aku berhadapan dengan salah satu 4 penjaga neraka, apa gadis ini salah satu dari mereka? Tapi ... 4 makhluk itu selalu bekerja dengan cara halus, tidak terang-terangan seperti ini. "Kau akan mati."

"Kau tidak bisa membunuhku," jawabnya dengan percaya diri.

"Sudah kubilang, jangan berkata omong kosong." dia terus saja tersenyum, dan kali ini mengangkat ke dua tangannya setinggi telinga.

"Amara jangan bunuh dia!" teriak seseorang
Bau manis menyebar di udara, aku menghadap ke belakang, meminta penjelasan dari Nixie. Tidak biasanya aku melihat Nixie segelisah imi saat misi. "Dia manusia, kau tidak bisa membunuhnya."

Aku tersentak, buru-buru ke singkirkan pistolku dari belakang kepala Zero, pantas saja dia sangat percaya diri. Aku sudah terlanjur menarik pelatuk, akhirnya satu peluru terbuang sia-sia dengan tembakan mengenai tembok gedung di sebalah. Zero membalikan badan, salah satu tangannya di masukan ke dalam kantong jaket berwarna merah, ah sial ... aku benci cara Senyumnya. Kupu-kupu Nixie sudah mengepung segala sisi Zero, sehingga dia tidak mungkin bisa kabur. Walaupun bukan the Others, dia harus bertanggungjawab atas perbuatannya.

"Apa dia anak yang punya kemampuan khusus?"

"Entahlah, yang pertama tahan dulu dia. Dan menjauhlah, dia berbahaya," sahut Nixie. Aku tidak mengambil 3 langkah mundur, walau sebenarnya ada dorongan kuat untuk mencekik lehernya.

Dia menyengir, memamerkan jejeran gigi putih rapi, lalu tangan yang bersembunyi di dalam kantong keluar, memegang origami merah burung bangau. "Aku tahu apa yang kau inginkan?" serunya.

"Jangan berfikir untuk mencoba menghasutku. Walau kau bukan the Others, kami tetap akan menahanmu."

"The others, jadi kalian mencari mereka ya. Kalian tahu, aku tidak menyebut mereka seperti itu."

Bangau origami yang ia pegang tiba-tiba melayang ke atas, bersamaan dengan warna bulam yang berubah menjadi semerah matanya. Robekan besar mucul di udara, lalu terbuka menjadi lubang besar yang menarik angin masuk ke dalam. Kupu-kupu Nixie menjadi agresif, seperti mereka mencium bau makanan yang sangat lezat, mereka mulai bergerak tidak beraturan. Aku melongok ketika melihat ratusan the others dengan beragam bentuk keluar dari sana, mereka langsung terbang dan menutupi cahaya bulan, kupu-kupu Nixie pun ikut mengejar mereka, dan tidak lagi mengepung Zero.

Ini sebuah pengalihannya, tapi ini jelas-jelas the other asli, apa dia mengumpulkan mereka semua dan menyembunyikannya? Siapa sebenarnya Zero itu, Kenapa aku merasa merinding mengetahui kemampuannya, dia manusia, tapi lebih menakutkan dari the Others.

Di tengah kerumunan the Others dan kupu-kupu yang terbang ke sana kemari, tangan dingin memegang pundakku. Zero saat ini berada dekat sekali denganku, hanya satu jengkal dari wajahku dengan senyum menyebalkan itu. Aku melangkah mundur, tapi tidak ada pijakan lagi di saka, alhasil tubuhku jatuh, bersama dengan dia. Tidak masalah bagiku jika sekali lagi terbentur, tapi belum tentu baik ke dia.

"Aku tau yang kau inginkan, aku bisa membawamu ke sana," lagi-lagi bualan yang ingin menghasutku.

"Itu tidak akan mempan."

"Kalau begitu, kita lihat saja sendiri. Temui aku kalau kau berhasil."

Dia mendorongku semakin ke bawah, dan baru melepas genggamannya. Aku semakin menjauh darinya, dan tubuhku tertarik lebih cepat ke bawah. Ini perasanku, atau memang aku jatuh di tempat yang sangat tinggi, cafe itu hanya terdiri dari 3 lantai, harusnya aku sudah mendarat daritadi, tapi sampai saat ini aku masih melayang di udara. Apa yang sebenarnya terjadi?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro