13 ~ Ditangkap Polisi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah keputusan Arel memutuskan hubungan dengan Deandra, kini gosip yang beredar di sekolah adalah hubungan Arel dengan Sandrina. Saat hari penting bagi semua penghuni sekolah yang merupakan ulang tahun sekolah, gosip itu sudah beredar hingga ke guru-guru, termasuk Bu Hani.

“San, Rel. Kalian jadian?” Sandrina yang sudah berganti gaun seperti Cinderella pun menoleh, dan Arel yang di sebelahnya juga menatap Bu Hani.

“Gosip dari mana, Bu? Kita temenan.” Sandrina membawa naskahnya untuk menghafal.

“Doakan, Bu. Dia sulit digapai. Kayak mau buat permata, harus dipoles, diasah, baru mengkilap,” jawab Arel melantur.

“Apa hubungannya?” tanya Sandrina kepo.

“Ya, sesusah itu buat dapetin kamu.” Panggilan Arel terhadap Sandrina sudah menjadi aku-kamu.

“Masih ada saya di sini, Rel. Pesan saya, jangan bikin anak orang nangis karena tingkah kamu. Saya yakin, setiap masalah pasti ada sebabnya. Mudah-mudahan, sebab kamu putus dari Deandra bukan karena bosen atau ingin berpindah ke Sandrina. Sandrina gadis baik-baik.” Bu Hani menepuk punggung Arel.

Terdengar suara MC yang mempersilakan pemeran pentas Cinderella dan Rakyat Jelata untuk bersiap diri karena penampilan mereka segera dimulai. Semua murid bersiap dan berdoa sebelum naik panggung.

“Ayo, kita berdoa dulu!” Bu Hani mengajak para pemain berkumpul, tangan kanan diluruskan ke depan dan para pemain mengikutinya. “Semoga pertunjukan kita sukses, tidak ada halangan satu apa pun. Yoosh....” Teriakan semangat terdengar hingga menggema.

Bu Hani menunggu di belakang panggung sambil berharap cemas karena penampilan anak-anak didiknya. Kecemasan semakin bertambah melihat pementasan Rakyat Jelata ada yang lupa teks. Hal itu membuat Bu Hani menepuk jidatnya. Ia jadi deg-degan dengan pementasan Cinderella nanti.

Suara ponsel terdengar nyaring. Bu Hani melihat ke sekeliling, di belakang panggung tidak ada yang memegang ponsel, karena pemain Cinderella sedang fokus terhadap penampilan Rakyat Jelata.

Bu Hani berjalan ke ruang dandan, di sana terdengar jelas. Sheina yang berada di ruang dandan memanggil Bu Hani.
“Bu, ini ponsel Sandrina dari tadi berdering terus. Ada panggilan dari Mama tulisan di ponselnya.” Sheina ingin mengambil ponselnya, tapi tidak berani. Ponsel itu tergeletak begitu saja di atas tasnya.

“Biar nanti Sandrina yang angkat. Tolong masukkan ke dalam tasnya! Takutnya ada yang iseng di sini.”

Setelah dimasukkan ke dalam tas, Bu Hani berjalan ke belakang lagi menantikan penampilan dari Cinderella. Sedangkan Sheina, ia menggulir ponsel karena pekerjaannya sebagai MUA telah selesai. “Eh, ini bukannya bokapnya Deandra?” bicaranya pada diri sendiri. Kemudian ia membuka laman berita tersebut, digulirnya perlahan hingga ke bawah.

“Eh, Gaes. Yang di berita ini bokapnya Deandra, ‘kan?” tanyanya pada sebagian orang di sekitarnya.

“Iya, eh, bentar. Gue buka dulu coba.” Mereka berkerumun dan melihat ponsel masing-masing berita yang sedang populer saat ini.

Sheina berjalan ke belakang panggung dan berbicara pada Bu Hani. “Bu Hani, bapaknya Deandra ditangkap polisi, ya?”
Bu Hani menoleh. “Jangan sembarangan bicara kamu! Bisa ditahan kalau salah bicara.”

“Bener, Bu. Ini buktinya.” Sheina memberikan ponselnya pada Bu Hani, ia membaca berita tersebut dengan perlahan.

“Iya. Deandra ada di depan panggung tadi.” Bu Hani ke depan panggung mencari Deandra. Dia sudah tidak ada di sana.

“Deandra ke mana, Nin?” Nindi yang sedang menyaksikan Cinderella pun menoleh.

“Tadi pamit dijemput sama kakaknya.” Bu Hani pun kembali ke belakang lagi. Tepat sampai di belakang, tim Cinderella pun turun dari panggung.

“Wahhh... selamat, ya. Sukses pertunjukannya, kalian memang hebat,” puji Bu Hani sambil memeluk Sandrina dan Indri. Ia melepaskan pelukannya dan menggiring Sandrina untuk menyingkir dari teman-temannya.

“San, papanya Deandra ditangkap polisi. Ponsel kamu tadi bunyi, cuma ibu sama Sheina nggak berani angkat. Kamu pulang sekarang, gih! Biar Arel yang antar.”

“Bu Hani tahu dari siapa kalau Om Andra ditangkap?”

“Udah ada di laman berita. Coba kamu cek!” Sandrina langsung menuju ruang ganti dan Bu Hani berjalan ke arah Arel. “Rel, anterin Sandrina pulang, ya!”

“Siap, Bu.” Tanpa bertanya, ini adalah kesempatan Arel untuk berduaan dengan Sandrina. Tidak mau berlama-lama, Arel langsung mengambil tasnya di ruang ganti sekalian mengajak Sandrina keluar.

“Pake jaket aku aja, biar nggak dingin.” Arel langsung memakaikan jaketnya saat di parkiran. “Jangan lupa pegangan, aku bakal ngebut entar.”

Arel sudah diberitahu Sheina dan Bu Hani jika ada masalah dengan Andra—ayah Deandra—yang merupakan adik dari ayahnya Sandrina. Dalam berita itu disebutkan jika ayah Deandra menggelapkan dana yang membuat perusahaan keluarga Sandrina hampir bangkrut.

Menyusuri jalanan dengan minim lampu, dan angin berembus kencang membuat Sandrina mengeratkan jaketnya, dan ia berpegangan di pinggang Arel, lebih tepatnya pada bajunya.

Selama perjalanan pulang tidak ada suara atau percakapan yang membuat mereka beradu suara, hanya keheningan yang menemani perjalanan mereka.

“Gue langsung masuk, ya. Udah ditunggu nyokap di dalem.” Sandrina melepaskan helmnya, saat akan melepaskan jaket yang dipakainya, Arel melarangnya.

“Lo pake aja! Masih dingin. Gue balik, ya.” Sandrina mengangguk dan langsung masuk rumah.

Suasana rumahnya sepi, tetapi rumah Deandra terlihat ada beberapa orang, seperti Bodyguard yang berbadan besar, juga ada beberapa tetangga yang masih berdiam di depan gerbang rumah mereka untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di rumah Deandra.

Sandrina memasuki rumahnya, di ruang tamu sudah ada lima orang, yaitu karyawan Rian. Shita duduk di sebelahnya.

“Ma, Pa,” panggil Sandrina dengan suara pelan.
Shita langsung keluar dan menuntun Sandrina untuk ke kamarnya.

“Ada apa, Ma?” Suara Sandrina pelan, takutnya terdengar orang lain.

Setelah memasuki kamar Sandrina, Shita mengunci pintunya lalu berdiri di depan sofa, Sandrina duduk di sofa, depannya.

“Papanya Deandra ditangkap polisi. Dia mengambil uang kantor, dan itu membuat keuangan kantor tidak stabil dan hampir bangkrut kemarin.”

“Nggak mungkin om Andra begitu, Ma. Yang Sandrina tau, om Andra itu tulus, baik banget. Nggak mungkin om Andra ngelakuin penggelapan dana.” Sandrina berdiri ke depan Shita. “Pantesan akhir-akhir ini papa sering lembur. Ternyata....”

“Mama juga awalnya nggak setuju, sama kayak reaksi kamu. Tapi, bukti udah ditangan. Mau nggak mau papamu manggil pihak hukum.”

“Kasian Deandra, tapi dia juga gede kepala, sih, kalo ada yang muji. Suka pamer. Mungkin ini teguran buat dia kali, ya, Ma?”

“Sudah nggak usah diperpanjang. Besok libur, sana tidur! Mama mau keluar dulu. Takut papamu nyari.”

Sandrina membuka ponselnya. Saat di sekolah, ia tidak sempat membuka ponsel karena Arel buru-buru mengajaknya pulang. Dibukanya laman yang memberitakan jika Andra diciduk polisi. Tidak mungkin jika omnya tersandung kasus yang memalukan, terlebih bekerja di perusahaan adiknya. Tapi, yang terpampang di sana memang benar adanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro