Bab 12. Jaga Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malik menunduk malu. Sekarang ia mengenakan rompi bertuliskan Tahanan KPK berwarna oranye tanpa lengan dengan motif tiga garis hitam di bagian bawah rompi. Bukan jas hitam dengan kemeja putih. Sekarang ia didampingi oleh dua petugas yang berada di kanan dan kiri. Bukan seorang sekertaris muda yang begitu cantik. Pun, sekarang ia keluar dari ruangan khusus. Bukan sebuah perkantoran.

"Pak. Maaf sebelumnya ...," Malik menatap kedua petugas. Ia mengangkat kepala. Menerima hukuman atas apa yang dilakukannya selama ini. "Izinkan saya untuk bertemu anak saya yang terakhir kalinya, sebelum saya dipindahkan ke rutan!"

Kedua petugas itu saling pandang lalu menoleh ke belakang. Di sana, Azky masih berusaha membujuk kedua petugas itu untuk mengizinkannya.

"Saya mohon," Malik mengulang.

Kedua petugas tersebut mengangguk. Salah satu dari mereka mengatakan, "Baik, Pak. Hanya sebentar saja!"

"Azky!" panggil Malik yang berjalan menghampirinya.

Mendengar namanya dipanggil. Azky langsung menoleh ke samping si petugas. Pria berusia lima puluh tahun itu mencoba tersenyum. Kedua tangannya merentang, mempersilakan Azky untuk memeluknya.

Azky berlari dan mendekapnya erat. "Azky gak mau Papa di penjara!" Ia kembali mengeratkan pelukan itu. "Azky gak mau!"

Namun, Malik melepaskan pelukan Azky. Ia menggeleng pelan. "Siapa pun yang salah berhak menerima hukumannya, Azky! Siapa pun!"

Hidung Azky memerah. Kepalanya menggeleng tidak setuju. Ia ingin menolak hakim saat menjatuhkan hukuman, tetapi ia tidak bisa berkata-kata. Seperti ada sesuatu yang menahannya.

Malik melihat Rinda yang berjalan di belakang. Ia memanggilnya dengan gerakan tangan. Rinda tiba di hadapan mereka.

Tangan kiri Malik mengelus kepala Azky, sedangkan tangan kirinya mengelus bahu Rinda. "Kalian berdua jangan berantem terus ya! Harus bisa menjaga satu sama lain. Kalian saudara. Kalian anak Papa. Papa hanya punya kalian. Jaga diri kalian baik-baik selama Papa di sana!"

Azky memegang tangan Malik untuk diturunkan. Tanpa berpikir panjang, ia kembali mendekap Malik. "Azky sayang Papa! Azky hanya punya Papa dan Kak Rinda!"

Malik melihat langit-langit. Berharap agar air matanya tidak terjatuh. Bibirnya tersenyum ke arah Rinda dan mengangguk pelan. Sama halnya dengan Azky, Rinda juga ikut memeluk Malik.

"Rinda berharap waktu cepat berjalan. Supaya Papa ngerasa sebentar tinggal di sana. Rinda ingin Papa kembali dengan kita dan enggak perlu buat kita menunggu selama itu!" harap Rinda.

Malik menghela napas. "Tolong jagain Azky buat Papa ya, Rin. Tolong jangan tinggalkan Azky dalam keadaan apa pun!"

Rinda mengangguk.

"Mari, Pak!" ajak salah satu petugas. "Kita langsung masuk ke mobil!"

Malik melepaskan pelukan kedua putra-putrinya. Rinda dan Azky menatap punggung Malik yang sudah menuruni tangga dan masuk ke mobil.

***

Rinda menatap Azky yang duduk di kursi. "Kakak ambil piring buat naruh kuenya ya, Dek!"

"Iya, Kak!" balas Azky. Tangannya mengambil remote untuk menyalakan televisi. Namun, acara yang ditayangkan menggambarkan apa yang sedang dialami Azky. Azky berdecak. Ia mematikan televisi itu dan melemparkan remote ke bawah.

Tubuh Rinda refleks bergerak karena kaget. Ia menghampiri Azky dengan membawa piring lalu duduk di sampingnya. "Kamu nonton apa sih, Dek?" Rinda mengambil kue itu untuk diletakkan ke atas piring.

"Emang orang miskin harus banget di-bully ya, Kak?" tanya Azky sambil memalingkan wajah.

Rinda mengigit bibir bawah. Ia bingung dan harus menjawab apa?

"Azky sakit hati karena ucapan Reksi, Kak!" Tangannya menggembrak meja sampai membuat Rinda kaget. "Reksi injak-injak harga diri Azky karena Azky miskin. Azky dibilang penipu!"

Rinda bergeser pelan. Tangannya mengelus bahu Azky lembut. "Kamu jangan dengerin mereka ya, Dek!"

"Jangan dengerin kata Kakak?!" Azky membentak. Ia melebarkan jemari tangan ke arah wajah. "Argh!" Tangannya menunjuk Rinda. "Kak Rinda gak tau Azky diperlakukan di sekolah itu seperti apa!" Azky bangkit dan berjalan menuju kamar lalu ditutupnya pintu kamar dengan keras.

"Azky. Azky!" panggil Rinda. Ia menghampiri pintu itu dan diketuknya pelan. "Maksud Kakak gak gitu, Azky!"

"Azky malu, Kak! Mau ditaruh di mana muka Azky? Semua orang tau kalo papa itu korupsi dan akhirnya kita jatuh miskin kayak gini!"

"Kamu harus menerima semuanya, Dek. Karena papa udah salah dan harus menerima hukuman itu!"

Azky tidak terima. Ia menendang kursi dari meja belajar sampai membuatnya terjatuh.

"Azky!" Rinda berusaha membuka knop pintu. Sayangnya, Azky menguncinya. "Azky, Kakak mohon keluar!"

Azky kembali meraung. Tangannya menghantam meja belajar dengan kuat.

"Azky. Azky!" panggil Rinda. Namun, tidak ada jawaban. Ia terduduk lemah dan bersandar ke pintu kamar Azky. Rinda tahu betul sakitnya hati Azky diperlakukan seperti itu. Kepalanya menunduk dan diangkat kembali. Netranya melirik sebuah foto yang terpajang di samping televisi. Di foto itu terdapat Malik, Rinda, dan Azky yang sedang tersenyum. Rinda teringat akan ucapan Malik. Tangannya mendongkak foto itu dan merabanya. Netranya terpejam kemudian dibuka perlahan. Foto itu kembali ditaruhnya dan berjalan untuk mengambil kue. "Azky, kamu belum makan kue ini loh!" Ia mengetuk pintu. "Azky!"

Azky tidak peduli dengan ucapan Rinda. Ia duduk di bawah dan bersandar ke tempat tidur. Tangannya memeluk lutut dengan erat dan menenggelamkan kepala di atasnya.

***

Suara deruman motor mengarah ke gerbang utama SMUN II Bandung. Seseorang yang melajukan sepeda motor itu tidak henti-hentinya menekan klakson karena jalannya terhalang orang yang berlalu lalang. Tidak ada siapa pun yang mengacuhkannya. Semua mata memperhatikan setiap inci dari seseorang itu. Bukan hanya para siswi. Para siswa pun juga bertanya-tanya. Siapa seseorang yang memakai motor dengan harga jutaan tersebut. Hampir siswi yang menatapnya menjerit-jerit karena melihat sebuah motor Ninja 250 Fi berwarna hitam yang masih mulus.

Sesampainya di parkiran. Seseorang itu menurunkan kedua kaki dari motor. Tangannya membuka helm dengan perlahan-lahan. Sesekali telinganya mendengar sebagian siswi yang menggumamkan, "Gila. Pasti cowoknya ganteng. Motornya aja sekeren itu!"

Azky tersenyum mendengar semua siswi kagum terhadap dirinya. Oh tidak, mungkin saja mereka suka terhadap Azky. Setelah helm itu berhasil dilepas. Azky menatap spion untuk merapikan rambut. Namun, tiba-tiba saja tubuhnya sedikit bergeser karena seseorang menepuknya dari belakang.

"Widih. Motor baru nih!" pekik Reksi dan berdiri di samping Azky.

"Yo'i!" Azky menepuk motornya dengan pelan. "Gimana? Keren gak?" Ia mengangkat alis lalu menyeringai dengan pongah.

"Lo emang pantes jadi ketua geng kita!" tunjuk Glen. "Secara ... lo kan paling kaya!"

Azky mengangguk setuju. "Oh jelas, men!" Ia merapikan rambut. "Siapa dulu dong!" Tangannya menepuk dada dengan bangga. "Adzkiya. Adzkiya putra Malik Gunawan!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro