Bab 23. Yakin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Azky menghela napas. Harus dengan cara apa lagi ia meyakinkan kedua pria di hadapannya ini? Bahkan, ia sendiri tidak berpikir sampai ke sana. Bisa-bisanya mereka mencurigai Azky seperti itu. Namun, ketakutan dari mereka memang hal yang wajar. Bagaimana tidak, seseorang yang sering melakukan tindak kejahatan pasti akan berhati-hati.

"Kalau niatan gue datang ke sini untuk memberitahu polisi atas semua perbuatan kalian. Pasti gue ke sini bareng mereka!" Azky menggeleng. "Buktinya, gue ke sini sendirian karena itu bukan tujuan gue!"

"Lalu? Tujuan lo?"

Pria di hadapan Azky ini benar-benar sedikit berbicara. Bagi Re, berbicara banyak itu tidak ada untungnya. Lebih baik sedikit berbicara dan banyak bekerja. Supaya hasilnya memuaskan.

"Jawab pertanyaan gue, kerja lo berdua apaan?" Azky kembali bertanya.

Jo melirik Re. "Lo sendiri udah liat kan, kerjaan kita berdua apaan?"

"Itu hanya sebagian dari pekerjaan lo berdua yang gue liat!" Entah kenapa Azky merasa begitu yakin karena ia melihat semua barang-barang mewah itu pasti sangat mahal. Mencuri sepeda motor atau mencopet uang itu tidak seberapa banyaknya. Azky terdiam. Mendadak saja keadaan di sana menjadi hening. Re dan Jo menatap Azky. Azky sangat yakin dengan hatinya sekarang. Ia harus melakukan semua itu, demi harga dirinya dan demi kedudukannya. "Ajarin gue pekerjaan itu!"

"Ajarin lo?" Jo membelalak lalu menggeleng. "Lo ngomong kayak gitu mikir gak, sih?"

Azky membuang napas kesal.

"Kenapa lo bisa seyakin itu?" Re menatap Azky tajam.

"Sebentar!" Jo menghentikan Azky yang sudah membuka mulut untuk menjawab pertanyaan dari Re. "Sebelum pembahasannya lebih jauh. Dari mana lo tau rumah kita? Dari mana?"

"Gue ngikutin kalian!" Telunjuk Azky mengacung ke arah Jo. "Udah cukup! Sekarang giliran gue!"

Jo membuang wajah. Anj*ng. Bocah di hadapannya benar-benar membuat Jo kesal. Berarti waktu Re dan Jo memutar arah, Azky mengikutinya dari belakang. Nekat bener lo bocah!

"Gue yakin karena gue pernah di-bully, cuma gara-gara gue jatuh miskin. Gue sekolah di SMUN II Bandung, ketua dari The Kings. Geng orang-orang kaya yang sudah memilih gue, tapi ...," tangannya mengepal kuat. Re terus mendengarkan setiap kata yang dikeluarkan Azky. Berbeda dengan Jo yang sudah kesal terhadap pria itu. "Temen-temen gue semuanya pengkhianat. Mereka mengeluarkan gue dan menindas gue. Mereka hajar gue habis-habisan gara-gara gue mertahanin kedudukan itu. Harga diri gue diinjak-injak!"

Re membuka topi dan penutup wajah membuat Azky berhenti dari kata-katanya. Alis hitam tampak mempertegas wajah Re. Matanya bersinar dengan buas. Bibirnya begitu tipis dengan hidung yang mancung. "Lanjutkan!"

Azky kembali menceritakan semua kejadian yang dilakukan Reksi kepadanya.

"Jadi, gimana?" Azky menyimpulkan. "Lo berdua mau ajarin gue?"

Re menggeleng. "Sorry. Gue lupa ngenalin nama. Gue Re!" Ia menunjuk dirinya dan beralih kepada pria di sampingnya. "Ini Jo!"

Azky mengurut kening. Bodoh! Dari tadi ia berbicara panjang lebar, tapi lupa bertanya nama mereka. Itu bukan salah Azky. Ia hanya terbawa emosi akan Reksi dan ketiga temannya.

Jo merasa sedikit kepanasan. Ia membuka penutup wajah dan topi. Berbeda jauh dengan Re, Jo justru memiliki wajah garang. Alis kirinya sengaja ia sabit sedikit di bagian tengah yang hampir ke ujung. Tatapan dari matanya juga tajam. Alisnya menukik karena terus memperhatikan Azky.

"Gue tertarik!" Re berdiri dan berjalan ke depan. Ia menatap jendela dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. "Gue tertarik karena kegigihan dan keberanian lo, tapi ...," Re berbalik badan dan menghadap Azky. "Gue dan Jo bukanlah pencuri biasa seperti yang lo kira."

Perlahan-lahan amarah yang tertahan di hati Jo mulai memudar. Ia tahu betul sakit hati Azky seperti apa karena Jo juga pernah mengalaminya. "Yang lo liat kemarin itu hanya sebagian dari pekerjaan kita yang sebenarnya."

Azky menatap keduanya tidak mengerti.

Re kembali berjalan dan duduk di samping Azky. Tangannya memegang bahu kokoh Azky. "Lo yakin, ingin jadi bagian dari kita?"

Azky memejamkan mata sangat lama. Hatinya berkata bahwa ia tetap harus melakukan semua itu. Ucapan-ucapan Reksi seakan terus diputar berkali-kali di sekitar telinganya. Azky berusaha menepis itu dan kembali membuka mata. "Gue yakin, Bang!"

"Pencurian kita sangat berisiko." Re menatap Jo. "Waktu kita mencopet dompet si ibu dan mengambil sepeda motor siswi itu, semuanya hanya sampingan."

"Berhubungan dengan nyawa, apa lo sanggup?" Jo terus menatap Azky dengan tajam.

Azky menelan ludah. Pertanyaan dari Jo membuatnya diam. Namun, ia tetap harus melakukannya. "Gue sanggup!" Ia menatap Re dan Jo bergantian. "Gue gak peduli apa pun risikonya yang terpenting, gue bisa punya duit dan gue bisa jadi kaya supaya mereka kembali menghormati gue!"

"Selamat. Lo bergabung dengan kita!" Re mengulurkan tangan.

Azky langsung menjabat tangan Re. Ia tertawa puas karena telah menjadi bagian dari mereka.

"Jo. Tolong ambilin bajunya, dong!" titah Re kepada Jo.

Jo berdiri dan berjalan ke kamar di lantai bawah.

"Baju?" Azky bertanya tidak mengerti.

"Lo pasti sering liat kan, kita selalu memakai pakaian serba hitam?"

Azky mengangguk. Ia berpikir bahwa pakaian itu adalah pakaian yang sering mereka gunakan saja. Namun, sepertinya itu mempunyai arti khusus bagi mereka.

Setelah Jo mengambil baju tersebut kemudian memberikannya kepada Azky. Jo membalutnya dengan sebuah kotak persegi berwarna hitam. Jo kembali duduk di tempatnya semula.

"Lo simpan baju ini dan bawa ketika kita melakukan tugas. Jangan sampai ada yang mengetahuinya dan jangan bocorin tempat tinggal gue sama Jo ke orang lain!" Re menekankan di setiap ucapannya. "Lo paham?"

"Paham, Bang." Azky mengangguk.

***

Jam pelajaran pertama sudah selesai. Namun, bangku Azky tetap saja kosong. Guru yang mengajar di jam kedua pun masuk.

Bu Mita—guru Bahasa Inggris—itu langsung duduk di kursi dan membuka buku. "Waktu itu Ibu nyuruh kalian ngerjain tugas, kan? Sekarang kumpulkan!"

Semua murid mengumpulkannya ke depan secara bergiliran. Setelah buku itu terkumpul. Bu Mita meminta salah satu dari mereka membagikannya secara acak. Tanpa sengaja, Bu Mita melihat dua bangku yang kosong.

"Itu kenapa dua bangku di sana kosong?"

"Yang satunya emang kosong, Bu. Dan satunya lagi tempat duduk si Azky," balas Abigail sambil mengambil  buku di atas meja guru untuk dibagikan.

"Ke mana dia?"

Abigail mengangkat bahu. Semuanya menggelengkan kepala tanda tidak tahu tentang keberadaan Azky.

***

Setelah Azky pulang. Jo menepuk bahu Re. "Lo yakin mau jadiin dia partner?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro