Bab 37. Jangan Memaksa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pacar gue yang gebukkin dia. Dibantu sama warga juga!" Yuppi berdiri dan hendak mengambil bolpoin yang terjatuh.

"Reksi emang jago berantem sih." Abigail mengangguk, menyetujui ucapan Yuppi.

"Harta pacar lo abis gak, Yup?" Windi menaikkan sebelah alisnya. "Gak akan abis, kan?"

Yuppi tertawa. "Ya, enggak dong!" Netranya mendelik ke arah Azky yang sedang menatapnya. "Reksi gak bakalan jatuh miskin kali!" Yuppi langsung memalingkan wajah dan mengambil bolpoin itu lalu duduk kembali.

"Percaya deh. Bokap si Reksi kan kaya banget!"

"Ya, iyalah! Papa pacar gue gitu loh!"

"Yup." Azky tersenyum ke arah Yuppi. Ia berdiri di samping wanita itu. "Istirahat nanti kita ke kantin bareng yuk!"

Namun, wanita itu mengacuhkan Azky dan lebih memilih untuk mengobrol dengan Yani dan Windi.

"Yup. Yuppi!" Azky kembali memanggil.

Yuppi menghela napas. Tangannya menangkup di arah dada dengan tatapan yang bosan melirik Azky, kemudian memandang meja-meja kosong. "Apa?"

"Aku di depan kamu loh, Yup! Kalo ngomong itu tatap orangnya!" Azky meminta. Tangannya hendak menyentuh wajah Yuppi, tetapi wanita itu langsung menepisnya.

Yuppi meluruskan pandangan ke arah Azky.

Pria berkumis tipis itu mengeluarkan beberapa lembar uang seratusan. "Kamu mau kan kalo balikan lagi, Yuppi Arlianka?"

"Enggak ya, Azky! Sekali enggak, tetep enggak!" Yuppi membentak pria di hadapannya.

Tubuh Azky tersentak. Ia melihat jelas raut wajah yang memerah dari Yuppi.

"Gini nih, kalau udah terlanjur bucin!" sindir Yani.

Windi mengangguk setuju. "Dasar bucin akut!"

Azky menutup telinga. Tidak peduli dengan ucapan Yani dan Windi. Tatapannya kembali tertuju kepada Yuppi, wanita yang amat ia cintai. "Aku gak pernah mau kehilangan kamu, Yup. Gak pernah sedikit pun terlintas untuk tinggalin kamu. Rasa sayang ini begitu besar, Yuppi. Jadi aku mohon, kamu kembali ya! Kita sambung lagi kisah cinta yang pernah putus!" Azky mengungkapkan perasaannya.

Yuppi mendekat ke arah Azky dan mengelus wajah pria berkumis tipis itu dengan lembut. "Sayang ...," ia menghela napas lalu menggeleng dramatis. "Sayangnya. Gue enggak bisa sayang lagi sama elo, Azky!"

Netra Azky terpejam erat lalu dibuka kembali. Ia menarik tangan dan mengajak Yuppi ke arah meja guru.

Yuppi menghentikan Azky dengan kedua tangannya. "Stop ya Azky! Gue gak akan pernah mau lagi sama lo! Gak akan pernah!"

"Tapi gue sekarang gak miskin lagi, Yup! Gue udah punya uang. Gue mampu ngabulin semua keinginan lo!" Azky memandang Yuppi dalam.

"Stop! Tolong jauhin gue!"

"Yup. Yuppi!"

Azky hendak meraih tangan wanita itu, tetapi Yuppi langsung menjauh.

"Lo berdiri di situ! Dan jangan deket-deket gue!"

Pria berkumis tipis itu terkejut mendengarnya. "Tapi, Yup. Gue cuma pengen kita balikan aja!"

Yuppi sudah tidak bisa membiarkan pria itu terus memaksanya. Ia mengambil ponsel yang berada di saku seragam lalu mencari-cari nomor Reksi dan meneleponnya.

"Hallo Sayang?"

"Yang, kamu belum masuk kelas, kan?"

"Belum. Kenapa Sayang?"

"Kamu ke kelas aku sekarang! Sekarang ya, gak pake lama!"

Yuppi mematikan sambungannya dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku seragam.

Azky menatap Yuppi tajam. Suara dari balik ponsel itu seperti suara Reksi. Dan benar saja, Reksi, Glen, Faro, dan Boris sedang berjalan memasuki kelas mereka. Yani dan Windi menepi, membiarkan Reksi masuk dan menarik kerah belakang seragam Azky sampai pria itu menjauh dari kekasihnya.

Reksi berdecak. "Ada sampah rupanya."

Yuppi langsung berlindung dibalik badan Reksi. Menatap ke arah Azky yang sedang membenarkan seragam karena sedikit mencekik lehernya.

"Ternyata lo belum nyadar diri juga?" lanjut Reksi ke arah Azky.

Azky menunjuk. "Harusnya yang nyadar diri itu elo. Pengkhianat!"

Reksi bertepuk tangan satu kali dengan pandangan yang meremehkan pria berkumis tipis itu. "Masih belum ngerti juga rupanya." Ia menggeleng pelan lalu menepuk bahu Azky. "Men, Yuppi Arlianka itu pacar gue! Gue, Reksi Hanskara! Lo tau, kan?"

Azky menurunkan lengan Reksi dengan gerakan bahu ke belakang.

Glen, Faro, dan Boris yang duduk di atas meja menatap tajam ke arah Azky.

"Widih. Mulai kasar tuh bocah!" tunjuk Glen.

"Bocah!" tambah Faro.

Romi dan Abigail yang menonton kedua pria itu langsung tertawa.

Telunjuk Azky melayang ke arah mereka. "Diem lo semua!"

Reksi tersenyum dan mengelus wajah Yuppi dengan lembut. "Si miskin itu gak apa-apain kamu kan, Sayang?"

Yuppi cemberut dan mendelik ke arah Azky. "Dia narik tangan aku, Sayang. Jadinya tangan aku kan sakit, mana nariknya keras banget lagi!"

"Iya, Rek. Si Azky narik tangan Yuppi. Kasian pacar lo ampe kesakitan tadi!" Yani dan Windi memprovokasinya.

Reksi menghampiri Azky. Pria berkumis tipis itu membiarkan pria jangkung di hadapannya menarik kerah seragam dengan kuat. Seragam itu semakin berantakan karena cengkeraman Reksi. "Masih berani lo ganggu pacar orang?"

Azky tidak menepis lengan Reksi meskipun rasanya sangat sesak. "Harusnya itu jadi pertanyaan gue ke elo. Pacar siapa lagi yang mau lo rebut, men?"

"Bacot!" Reksi melayangkan pukulan dengan tangan kiri karena tangan kanannya terus mencengkeram kerah seragam dan terlepas saat tubuh Azky terhuyung ke samping sehingga membentur meja.

"Lo yang bacot!" Satu pukulan kuat dari Azky mengenai rahang Reksi.

"Halah. Habisin aja, Rek!"

"Kita bantu lo buat ngeroyok dia, kok!"

"Biar si miskin kapok. Lo hajar terus!"

"Reksi! Reksi! Reksi!"

Semua orang di sana mendukung perbuatan Reksi.

Bu Loly sedang berjalan bersama seorang siswa menuju kelas XI IPS 2. Namun, ia mendadak berhenti di saat netranya melihat siswa-siswi yang masih duduk di luar kelas itu padahal jam masuk sudah berbunyi.

"Kalian kenapa belum masuk?" Suara itu menyadarkan siswa-siswi yang sedang mengintip ke dalam kelas. Bu Loly tiba di tengah-tengah kerumunan. "Ada apa ini? Kenapa kalian semua masih di luar?"

"Ibu liat aja sendiri, di dalem ada apa!" ucap seorang siswi yang sedang berdiri di samping jendela.

Reksi kembali menghajar Azky. Pria berkumis tipis itu mencoba melawan untuk melindungi dirinya.

"Azky! Reksi!" teriak Bu Loly di ambang pintu. Guru itu masuk dan berusaha menghentikan mereka. "Sudah-sudah! Azky! Reksi!"

Namun, mereka terus saja berkelahi. Glen, Faro, Boris, Romi, dan Abigail terus menyuarakan nama Reksi.

"Heh, kalian!" Bu Loly menampilkan wajah marah. "Bantu Ibu misahin mereka!"

"Tanggung, Bu. Ini lagi seru-serunya!" Romi mengangguk saat Reksi memukul wajah Azky. "Bagus, Rek. Bagus. Hajar terus!"

Bu Loly menggeleng kuat. Awas kamu Romi! Guru itu beralih menatap ketiga wanita di sana. "Heh! Kalian juga bantu Ibu pisahin mereka!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro