51 | Precious Face

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

"Pintunya dikunci..."

Beberapa kali Wiku mencoba membuka pintu gudang tersebut. Tapi tak membuahkan hasil. Padahal ini terlihat seperti gudang yang lama tak digunakan. Bagaimana bisa pintunya sulit dibuka.

"Kita dobrak!" ucap Raga.

Wiku menghela nafasnya dan mengangguk. Ia mengambil ancang-ancang begitu juga dengan Raga.

"Hitungan ketiga..." Wiku memandu.

"Satu..."

"Dua"

"TIGA!"

BRAKK

Pintu gudang langsung tebuka dengan lebar. Sebuah sapu yang digunakan untuk mengunci pintu patah menjadi dua bagian. Nafas Wiku dan Raga sama-sama memburu. Bahu mereka cukup sakit karena itu.

"ALTA LO DI DALEM?" teriak Wiku.

Mereka berdua bersamaan melangkah memasuki gudang. Sampai di tengah gudang tersebut, mereka dikejutkan dengan keberadaan lima orang yang berkerumun. Wajah lima orang itu memucat menatap keduanya.

"Kalian ngapain di sini?" seru Wiku. Tatapannya menajam saat melihat Daniel juga ada di sana.

Raga berjalan mendekati tempat Daniel yang paling belakang, mendorong Marvin dan Kevin yang menghalangi jalannya. Tubuhnya mematung seketika saat sampai di depan Daniel. Matanya menatap lurus pada objek di atas meja. Seketika amarah meliputi seluruh tubuh Raga.

Wiku yang menyadari ada yang tidak beres ikut mendekati Raga. "Ga, lo lihat ap—"

Deg!

Reaksi yang diperlihatkan Wiku sama seperti Raga. Anak itu mematung sesaat sebelum berteriak histeris.

"ALTA!"

Wiku langsung mendekati tubuh Alta yang tergeletak mengenaskan di atas meja. Matanya menatap seluruh tubuh Alta dengan bergetar. Direngkuhnya tubuh tersebut. "Alta..."

Berbeda dengan Wiku yang langsung fokus dengan Alta. Raga memilih menghajar lima anak disana dengan membabi buta. Ia menghajar Daniel lebih dulu, membuat anak itu kuwalahan dengan segala pukulannya yang begitu cepat. Raga tak membiarkan satupun dari mereka untuk bisa kabur.

"Alta bangun, Ta..." suara Wiku bergetar mengucapkan itu. Ia mencari-cari sesuatu untuk menyelimuti tubuh telanjang Alta yang sangat berantakan. Sebuah selimut putih di lemari sampingnya, Wiku langsung mengambil benda itu dan membungkus tubuh Alta yang terasa dingin.

Ia menatap Raga yang masih menghajar kelima anak tadi. Meski mendapat perlawanan dari lima anak itu, Raga masih bisa melawan. Mata Wiku kembali pada Alta.

"Alta lo akan baik-baik aja, gue bawa lo ke rumah sakit sekarang" gumamnya sambil memeluk tubuh Alta yang terbungkus selimut dengan erat. "Raga, stop! Kita harus bawa Alta ke rumah sakit!" teriaknya pada Raga.

Raga tak berhenti. Ia sekarang memukuli Kevin yang sudah tumbang di tangannya.

"Lo bawa Alta! Gue mau bunuh bajingan-bajingan ini!" ucap Raga dengan nada rendah. Tanpa pikir panjang Wiku langsung mengangkat tubuh Alta keluar dari gudang, meninggalkan Raga dengan lima anak tadi.

Raga seperti orang kesetanan. Wajah yang sudah terciprat darah orang yang ia pukuli menampilkan ekspresi membunuh. Matanya berkilat merah. Tatapannya menatap Daniel yang berusaha keluar dari gudang saat fokus Raga ke yang lainnya. Langkah cepat Raga lakukan dan menarik Daniel kembali. Ia langsung melayangkan pukulan pada wajah yang sudah tak berbentuk itu.

"Lo bangsat! Lo harus mati!" seru Raga.

"A-ampun~ gue g-ga..."

BUAGH!

Daniel jatuh tersungkur sebelum selesai menuntaskan kalimatnya. Raga memukul tepat kearah hidung Daniel. Rahang Raga mengeras, lima anak itu sudah ia buat tak sadarkan diri dengan berbagai macam luka pukulan. Tapi emosinya masih belum reda.

...

Dini hari yang beranjak pagi. Di saat orang lain terlelap, Wiku tetap mempertahankan matanya untuk tetap terbuka. Tatapan kosong dengan gurat ketakutan yang terlihat jelas. Tangannya bahkan masih bergetar setelah apa yang terjadi.

Ini sudah satu jam lebih ia menunggu di depan ruang UGD. Ruangan yang menelan tubuh Alta itu belum juga terbuka. Ia takut. Sangat takut. Bayang-bayang wajah Alta yang pucat penuh darah masih sangat jelas di kepalanya.

"Alta... seharusnya gue tetep sama lo tadi" gumam Wiku. Ia menundukkan kepalanya dalam telapak tangannya.

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Segera disusul sebuah suara penuh nada khawatir.

"Wiku! Gimana Alta?"

Emanuel, orang yang langsung melesat ke rumah sakit begitu mendapat kabar dari Wiku tentang Alta. Emanuel menunduk memegang kedua pundak lebar Wiku. Wajah pias itu kemudian terangkat menatapnya. Ia tak tau arti dari tatapan yang diberikan Wiku. Apa yang sebenarnya terjadi, dimana Wiku menemukan Alta, kenapa bisa berujung di rumah sakit. Emanuel ingin menanyakan semua itu.

Tapi melihat raut wajah Wiku yang sangat frustasi membuatnya tak bisa mengucapkan semua pertanyaan dalam benaknya.

Cklak...

Suara pintu UGD yang terbuka langsung mengambil alih atensi keduanya. Dengan cepat Wiku berdiri dan mendekati dokter yang baru saja keluar.

"Kalian keluarganya?" tanya si dokter.

Wiku hanya menatap si dokter dengan mulut terbuka seperti ingin mengucapkan sesuatu. Tapi tak ada kata yang terucap. Emanuel lantas mengambil alih dan menjawab si dokter.

"Ya, saya kakaknya" jawab Emanuel.

Si dokter menghela nafas. "Oh, baik. Bisa ikut saya sebentar?"

Emanuel menatap Wiku yang kembali mematung. Anak itu tak bisa diandalkan kalau seperti ini. Ia lantas mengangguk kepada sang dokter. Kemudian mengikuti langkah dokter tersebut pergi.

Tak lama setelah dokter itu dan Emanuel pergi. Sosok Alta yang terbaring di ranjang rumah sakit keluar didorong oleh beberapa perawat. Sontak Wiku langsung mengikutinya.

Beberapa perawat itu membawa ranjang Alta menuju ruang rawat. Dan kini hanya ada Wiku di sana, menemani Alta yang masih menutup mata. Dadanya benar-benar sakit melihat keadaan Alta sekarang. Beberapa lebam di wajah Alta sudah ditutupi perban, tapi yang di bibir masih sangat jelas terlihat.

Tubuh yang tadinya telanjang penuh luka itu sudah terbalut oleh pakaian rumah sakit. Sebuah infus di tangan, dan masker oksigen menutupi hidung dan mulut. Bukankah itu tandanya keadaan Alta cukup parah? Alta mungkin kesulitan bernafas sampai harus memakai benda tersebut. Wiku merasa deja vu melihatnya.

Diraihnya tangan dingin yang tak terkena infus itu, menggenggamnya dengan sangat lembut. Menyalurkan kehangatan dari kedua telapak tangannya. Berharap bisa mengembalikan suhu tubuh Alta seperti semula.

...

Emanuel berjalan gontai di sepanjang koridor rumah sakit. Beberapa kali ia menghela nafas dengan pikiran berkecamuk. Kata-kata dokter tadi berputar di kepalanya terus menerus.

'...ada robekan pada lapisan sfingter eksternal yang membuatnya pendarahan. Dan bagian dinding dalam rektumnya juga luka. Untungnya cepat dibawa kesini, kalau terlambat takutnya akan berakibat infeksi dan peradangan. Tapi meski begitu masih perlu dipantau. Untuk sekarang yang lebih perlu dikhawatirkan adalah cedera di kepalanya. Ada bekas jahitan di sana dan bagian itu kembali terluka. Takutnya itu berimbas buruk pada bagian dalam, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut setelah ini...'

Ia sudah tau apa yang terjadi pada Alta tanpa perlu bertanya pada Wiku karena penjelasan dokter tadi. Sfingter eksternal robek, rektum terluka. Itu bukan kata-kata asing untuknya yang juga sama-sama dokter. Dan sekarang pertanyaan yang bergelayut di otaknya adalah...

Siapa yang sudah membuat Alta seperti itu?

Dibukanya perlahan pintu ruang rawat di depannya. Emanuel melangkahkan kakinya masuk. Matanya langsung menatap Wiku yang menelungkupkan kepala di sisi tangan Alta. Ia mendekati Wiku dan menyentuh pundak anak remaja tersebut hingga mendongakkan kepala.

"Siapa yang melakukan itu pada Alta?" tanya Emanuel langsung ke pokok permasalahan.

Wiku tak langsung menjawab. Sempat terkejut sesaat karena pertanyaan Emanuel yang sepertinya sudah tau apa yang terjadi. Ia diam untuk beberapa saat sambil menatap tubuh Alta.

"Anggota tim basket sekolah" jawab Wiku pada akhirnya.

"Berapa orang?"

Wiku menahan nafasnya. Ia tak suka disuruh mengingat hal itu. Tapi mulutnya masih mau menjawab. "Lima orang..."

Tentu Emanuel syok mendengar itu. Lima orang? Lima... menyerang satu orang? Terdengar sangat gila. Apalagi dengan keadaan Alta yang sebelumnya juga sedang sakit.

Emanuel bahkan tak sanggup bertanya apapun lagi. Ia mendekat ke sisi lain Alta. Menatap wajah itu begitu dalam. Melihat luka di wajah yang begitu berharga membuat emosinya terkumpul.

"Kenapa mereka harus memukuli wajah berharga ini..." ucap Emanuel dengan wajah sendu. Tangannya mengelus permukaan wajah Alta dengan sangat hati-hati. Seolah takut menorehkan luka lagi di wajah tersebut.

'Joan... Kak Manu minta maaf. Seharusnya kakak ga ninggalin kamu sendirian' batin Emanuel begitu merasa bersalah. Tangan itu berganti menyingkap rambut yang menutupi kening. Emanuel sedikit mencondongkan tubuhnya dan mengecup singkat kening Alta dengan lembut.

Di seberang ranjang ada Wiku yang memeperhatikan semua. Tubuhnya terdiam karena cukup terkejut melihat perlakuan Emanuel yang sangat berani. Mengecup kening Alta seolah bukan hal yang aneh. Tapi tentu aneh di mata Wiku karena Emanuel yang ia kenal bukan siapa-siapanya Alta.

Hanya seorang dokter UKS. Tapi kenapa... seperhatian itu kepada salah satu siswa yang baru dikenal dekat saat di UKS beberapa waktu lalu.

...

Sunyi menemani Raga yang duduk di depan gudang. Langit masih hitam. Di dalam sana lima orang telah ia pukuli habis-habisan, meski tak benar-benar sampai mati. Nafasnya masih memburu.

Mata setajam elang yang tak memiliki ekspresi itu menatap layar ponselnya yang menyala. Raga hanya diam untuk waktu yang lama. Sampai suara langkah kaki orang mendekat membuatnya langsung bangun. Ia lantas pergi dari sana. Membiarkan orang-orang dari penginapan dan sekolahnya mengurus anak-anak di dalam gudang.

Ada tempat yang harus ia tuju.

_______________________

Terima kasih untuk yang udah vote dan komen di chapter sebelumnya

Raga mode psycho itu serem ಡ ͜ ʖ ಡ

Mungkin ngga sampai seminggu cerita ini bakal end

Udah nebak" endingnya?

Pegang kata-kata ini!
"Alta akan bahagia pada waktunya"

...

Ket:
• Lapisan Sfingter Eksternal : bidang datar serat otot rangka , berbentuk elips dan melekat erat pada kulit di sekitar tepi anus.
• Rektum : bagian dari usus besar yang berada di bagian akhir.

_______

Note:
Typo sudah diminimalisir sedikit mungkin. Bila masih bertebaran harap dimaklumi. Jika ada salah kata dalam cerita, kalian bisa menegur dengan kata yang baik dan sopan.

Makasih (~ ̄³ ̄)~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro