56 | Selamat Tinggal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Hari-hari yang Alta lewati berikutnya semakin parah. Cacian, hinaan, dan perlakuan kasar ia terima. Alta dibully setiap kali ada kesempataan saat tak ada Raga dan Wiku yang selalu melindunginya.

Dari mulai jatah makan siangnya yang dibuang. Disiram air kotor. Tulisan berupa hinaan di mejanya. Tas dan buku-bukunya yang disobek-sobek. Hingga hampir dilecehkan lagi oleh anak-anak kelas 12 di toilet.

Pada awalnya Alta masih sanggup berontak meski percuma. Tapi akhir-akhir ini ia seolah pasrah menerima semua itu.

"Tulisan-tulisan ini lagi..." geram Wiku. Matanya menatap meja Alta yang kesekian kalinya terdapat tulisan hinaan dengan spidol permanen.

Mata Wiku melirik sekitar dimana anak-anak kelasnya yang diam seolah mereka bukan pelakunya. Padahal ia tau pasti sang pelaku ada dari salah satu di antara mereka.

Alta di samping Wiku hanya diam dengan pandangan kosong menatap tulisan-tulisan itu.

Srakk

BRAKK!

Bantingan meja itu membuat seisi kelas berjingkat. Raga yang baru saja melempar meja Alta kearah depan, menatap dengan kilatan amarah.

"SIAPA KALI INI YANG NULIS, HAH?! NGAKU BANGSAT!"

Anak lain yang awalnya berbisik terdiam mendengar bentakan Raga.

"Gue!"

Sontak seluruh atensi mengarah pada orang yang baru berucap. Olivia, mantan Raga. Gadis itu berdiri dari kursinya dan berjalan mendekati Raga.

"Kenapa? Ga suka? Padahal yang gue tulis itu fakta..." Olivia melipat tangannya di depan. Menatap tajam pada sosok Raga, kemudian beralih pada Alta.

"...Gay! Simpanan om-om! Penggoda! Pelacur cowok!"

PLAK!

Raga menampar Olivia di depan seluruh kelas. Tak peduli bahwa dirinya seorang laki-laki.

"Tutup mulut lo!" ujar Raga dingin.

"Kenapa nyuruh gue tutup mulut, hah? Alergi fakta? Gue bisa buktiin!"

Olivia mengambil ponselnya di atas meja. Mengotak-atik benda itu sebentar sebelum mengangkatnya dan menujukkan ke semua orang.

"Gue punya videonya! Kejadian gudang penginapan yang sebenarnya! Si Alta itu cowok ga bener. Dia godain anak-anak club basket dan lakuin hal gak senonoh disana. Termasuk kakak gue juga kena" seru Olivia.

Anak kelas 11 IPA 5 langsung ramai bisik-bisik. Terkejut karena ucapan Olivia.

"Gak nyangka si Alta cowok kaya gitu. Gue sempet ga percaya sama rumornya. Tapi Olivia sampai punya buktinya" bisik salah seorang siswi.

"Iya, gue kira selama ini Alta cowok baik-baik. Ga taunya, cih..." timpal yang lain.

Wiku yang mendengar itu mengepalkan kedua tangannya geram. Anak tinggi itu melangkah mendekati Olivia untuk merampas ponsel gadis tersebut Sayangnya Olivia lebih cepat menyembunyikannya.

"Lo jangan fitnah Alta yang enggak-enggak ya?!" geram Wiku sambil menunjuk wajah Olivia.

Olivia tersenyum mengejek, "Fitnah? Buat apa gue fitnah? Kalo masih kurang bukti. Gue kasih tau ke lo semua yang ada di sini! Kalian yang masih ga percaya, coba cek di badannya Alta. Ada tato di dadanya! Sama kaya yang di video ini!"

Seketika Alta menegang di tempatnya. Belasan pasang mata langsung menatapnya seolah penasaran.

"Bener, kita harus cek dulu badan Alta biar tau yang bener yang mana. Olivia yang ngefitnah Alta. Atau Alta beneran cowok kaya gitu" salah seorang siswa laki-laki berucap.

Beberapa anak setuju dengan itu. Sekitar tujuh anak laki-laki mulai menuju Alta yang mematung. Sontak Wiku dan Raga langsung pasang badan di depan Alta.

"Kalian mau apa?" geram Raga. Ia sudah memasang tinjunya di depan.

"Kita semua perlu bukti! Dengan tindakan kalian berdua yang nyoba lindungin Alta, itu makin bikin kita curiga"

Tiga anak memegangi Raga dan tiga lainnya memegangi Wiku. Dan satu sisanya menyeret Alta ke depan papan tulis.

"Lepasin gue! Gue ga mau!" berontak Alta.

"Semakin lo berontak, semakin bikin gue penasaran"

Anak yang menarik Alta mendorong tubuh Alta hingga terjatuh di depan papan tulis. Ada dua anak lain lagi datang memegangi kedua lengan Alta agar tidak dapat berontak.

"JAUHIN TANGAN LO DARI ALTA, BANGSAT!" teriak Wiku emosi.

Beberapa kali mencoba berontak dari tiga orang yang memeganginya. Emosinya semakin tersulut saat melihat anak yang menyeret Alta tadi mulai membuka kancing seragam Alta. Begitu juga Raga di sampingnya. Rahangnya mengeras, tapi ia juga tak bisa lepas dari tiga orang yang memeganginya.

"Jangan... jangan dibuka..." suara Alta melirih. Ia ketakutan sekarang.

Semua kancing kemeja Alta berhasil di buka. Seluruh kelas menatap dengan penuh penasaran. Tubuh Alta semakin gemetar saat anak di depannya mulai mengangkat kaos putih yang ia kenakan. Hidupnya benar-benar tamat hari ini.

Srak!

Alta menggigit bibirnya yang bergetar. Ia memejamkan matanya, tak ingin melihat reaksi teman-temannya begitu kaosnya tersingkap sempurna di atas dada.

"Woah! Gila! Beneran ada tato!"

"Bisa-bisanya anak SMA punya tato!"

"Berarti Olivia ga bohong dong?"

"Itu beneran?"

"Parah si Alta..."

"Yang kaya gini harus dilaporin ke guru ga sih? Biar di keluarin"

"Ya bener, biar ga bikin jelek nama sekolah"

Olivia tersenyum puas di tempatnya. Ia melirik dua anak tinggi yang dipegangi teman-teman sekelasnya di samping.

"See? Gue ga bohong. Alta itu emang cowok ga bener" Olivia semakin membuat dua anak itu panas.

Srekk

Tap... tap.. tap...

Alta melepaskan diri dari dua anak yang memegangi tangannya. Ia lantas berlari keluar dari kelas dengan menahan tangis. Kehidupan sekolahnya sudah hancur lebur. Tak bisa diselamatkan lagi. Semua semakin menganggapnya buruk, seolah dirinya benar-benar melakukan itu semua atas kehendaknya. Padahal kenyataannya, yang sebenarnya korban adalah dirinya.

...

Daniel buru-buru mencari Olivia saat kabar tentang Alta yang memiliki tato dan video gudang penginapan itu langsung tersebar luas di sekolah saat jam istirahat makan siang. Mereka bilang adiknya yang menyebar. Bahkan soal video itu sudah menyebar ke beberapa temannya sejak beberapa hari yang lalu.

Ia membuka pintu kelas 11 IPA 5 dengan kasar. Dan langsung menuju Olivia yang tengah santai di bangkunya. Langsung saja Daniel menarik gadis tersebut keluar dari kelas menunu tempat yang sepi.

"Kak, lo apa-apaan sih? Sakit tau tangan gue lo tarik-tarik kaya gitu" kesal Olivia.

"Lo dapat darimana?" tanya Daniel to the point.

"Apanya yang dapat dari mana?"

"Video gudang penginapan itu?!" Daniel sedikit emosi.

"Ah itu, gue dapet dari laptop lo waktu ke kamar lo. Salah sendiri biarin laptop ke buka terus ditinggal pergi gitu aja" jawab Olivia santai. Ia memainkan rambut panjangnya tak peduli dengan raut marah sang kakak.

"Astaga, lo kenapa harus nyebar videonya sih, Oliv?!" geram Daniel. Saking geramnya sampai memukul tembok di belakang adiknya.

Olivia menautkan alisnya, "Kenapa? Toh ga ngerugiin lo, kak. Semua pada tau kalo Alta yang goda kalian buat lakuin itu. Jadi yang dihujat habis-habisan si Alta, bukan lo"

Daniel semakin mengacak rambutnya frustasi mendengar itu. Kejadian gudang penginapan, ia sangat menyesalinya sekarang karena melakukan ide gilanya itu hanya karena Alta lebih dekat dengan Raga dan Wiku.

Sepulang dari study tour ia langsung meminta semua video yang diambil dari ponsel Marvin tanpa ada salinan. Jadi, hanya dirinya yang memiliki video malam itu. Daniel berniat menghapusnya saat di rumah. Tapi nasib buruk, Olivia mengetahuinya lebih dulu sebelum ia menghapusnya. Alta, gue minta maaf... gue bener-bener nyesel lakuin itu sama lo.

"Sekarang dimana Alta?" tanya Daniel. Olivia mengangkat bahunya.

"Mana gue tau. Tuh anak kabur setelah anak-anak kelas tau soal tatonya"

...

Terpaan angin mengenai wajah sembab Alta begitu saja. Memainkan anak rambutnya hingga kening putih itu terlihat semua. Jejak air mata terlihat jelas. Tubuh yang terlihat kurus dari biasanya. Beberapa minggu yang melelahkan membuat Alta bahkan tak bisa mengurus tubuhnya sendiri.

Hidupnya sudah hancur oleh sosok Hendery. Masa remajanya berantakan. Tak memiliki keluarga untuk mendukung. Dan sekarang kehidupan sekolahnya ikut hancur.

Satu sekolah mengetahuinya sebagai gay, penggoda, pelacur, dan lainnya.

Tak ada yang tersisa selain tubuhnya. Alta ingin mengakhiri semua deritanya sekarang juga. Ia tak ingin hidup lagi. Tak ingin melihat orang-orang seperti mereka lagi.

"KENAPA HIDUP GUE HARUS KAYA GINI! KENAPA HARUS GUE YANG MENDERITA! GUE CAPEK! GUE PENGEN MATI..."

Alta berteriak kencang di pinggir jembatan besar tersebut. Matanya menatap aliran air di bawah sana. Terlihat dalam.

"Kalo malaikat maut belum mau jemput gue, biar gue sendiri yang datang dengan suka rela"

Sepatu putihnya ia lepas. Menatanya dengan apik di samping pembatas jembatan. Kemudian meletakkan tasnya di samping sepatu, melepas blazer maroonnya dan menyampirkannya di atas pembatas. Satu kaki Alta mulai naik, disusul kaki lainnya. Ia berdiri di luar pembatas jembatan tanpa takut.

Alta memang sempat takut akan kematian. Pada akhirnya itu jalan terbaik untuknya keluar dari penderitaan di dunia ini.

"Selamat tinggal..."

Senyum hambarnya mengembang. Bersamaan tubuh yang mulai terjun bebas dari ketinggian 10 meter lebih dan menghantam air sungai yang mengalir deras. Tubuh Alta mulai tenggelam lebih dalam. Pasokan oksigen yang perlahan menipis tergantikan air sungai memasuki paru-parunya. Alta tak peduli. Ia ingin mati.

'Di kehidupan selanjutnya gue ga berharap dilahirin kembali...'

Terima kasih untuk semua penderitaan ini...

_______________________

Terima kasih untuk yang udah vote dan komen di chapter sebelumnya

Alta: Loh, kok nangis? Jangan nangis dong. Ayo senyum ^o^

Py: ciss dulu yang nangis ☺️📸

_______

Note:
Typo sudah diminimalisir sedikit mungkin. Bila masih bertebaran harap dimaklumi. Jika ada salah kata dalam cerita, kalian bisa menegur dengan kata yang baik dan sopan.

Makasih (~ ̄³ ̄)~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro